Dubes New Zeland : Semua Pihak Harus Duduk Bersama

Dubes New Zeland Bersama Kapolda Papua. (Jubi/Arjuna)
Dubes New Zeland Bersama Kapolda Papua. (Jubi/Arjuna)

Jayapura – Duta Besar New Zeland, H.E. David Taylor beraudiensi dengan Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian dan jajarannya, Senin (15/4). Dalam audiensi itu sejumlah hal menjadi topik pembahasan.

Salah satunya terkait permasalah yang ada di Papua selama ini. Duta Besar New Zeland, H.E. David Taylor mengatakan, pemerintah New Zeland mendukung penuh integritas teritorial Indonesia atas Papua dan setuju pendekatan pemerintah pusat, serta daerah yang mengedepankan aspek ekonomi, guna memperbaiki masalah di Bumi Cenderawasih.

“Namun kami menolak segala bentuk kekerasan dan kejahatan, karena  tak akan menyelesaikan masalah. Seharusnya semua pihak duduk bersama berunding mencari solusi untuk masalah yang ada di Papua. Itu adalah pendekatan yang kami ambil,”

kata H.E. David Taylor.

Selain itu menurutnya, jika ada yang mengklaim perjuangan Papua merdeka mendapat sokongan dana dari pihak luar negeri, itu hal yang lumrah. Pergerakan kemerdekaan dimanapun pasti ada dukungan di luar negeri.

“Saya yakin ada satu, dua orang di New Zeland yang mendukung pergerakan kemerdekaan Papua. Tapi kebijakan resmi pemerintah New Zeland adalah mendukung integritas teritorial Indonesia di Papua. Isu-isu  di Papua yang menjadi perhatian pemerintah New Zeland, yakni pembangunan. Pemerintah New Zeland bekerjasama dengan  Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah memperbaiki kwalitas pembangunan melalui program bantuan dari Pemerintah New Zeland,”

ujar H.E. David Taylor.

 Sementara itu Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan, pemerintah New Zeland mendukung penegakan hukum yang dilakukan Polda Papua untuk menghadapi masalah di Papua.
“Jadi semua upaya termasuk upaya paksa menghadapi kekerasan disamping dengan cara yang soft. Cara tegas itu dilakukan dengan cara penegakan hukum. Untuk polisi  sendiri saya sudah sampaikan kebijakan penegakan hukum dengan cara keras adalah upaya terakhir,”
kata Tito.

Dikatakan Kapolda Papua, upaya pertama polisi, tetap mengedapkan fungsi Binmas dan Polisi Masyarakat. New Zeland sendiri salah satu negara yang sangat berhasil melakukan Communitty Police atau Polisi Masyarakat serta berhasil melakukan asimilasi antar pendatang dan lokal  atau Inggris  dengan Suku Mauri.

“Jadi  Communitty Police nanti pertama akan dilakukan dengan cara latihan. New Zeland akan memberikan pelatihan dam difokuskan di SPN  Pasir Dua atau di tempat. Kita undang Polisi dari setiap Polres untuk ikut latihan  itu. Itu akan sudah didiskusikan Juli mendatang tapi akan mulai September sampai Oktober. Ini selama 3 tahun dengan jumlah anggaran Rp 20 miliar lebih,”

kata Tito Karnavian.(Jubi/Arjuna) 

April 15, 2013,17:41, TJ

Dominikus Sorabut : Saya Tidak Akan Pernah Lari

Dommy Surabut Konsultasi dengan Petugas medis di RS. Dian Harapan Waena, Jumat (15/3), Kota Jayapura, Papua. (Jubi/Mawel)
Dommy Surabut Konsultasi dengan Petugas medis di RS. Dian Harapan Waena, Jumat (15/3), Kota Jayapura, Papua. (Jubi/Mawel)

Jayapura — Hari Jumat (15/3), tahanan politik Papua Merdeka, Dominikus Surabut menjalani kontrol kesehatan yang ke tiga kali di Rumah Sakit Dian Harapan, Waena, Abepura, Kota Jayapura, Papua.

 “Ini yang ke tiga kali saya berobat pada tim dokter kami. Pertama saat menjadi tahanan jaksa dan kedua setelah saya sudah divonis penjara,”

katanya ke tabloidjubi.com, Jumat (14/3).

Dommy–begitu dia sering disapa, mengaku sempat mendapat kendala ketika minta isin ke petugas Lapas Abepura.

“Waktu saya mengatakan mau berobat, petugas Lapas mengatakan tidak ada mobil dan tidak ada tim medis Lapas yang temani,”

ujarnya.

Menurut Dommy,  alasan ini sangat tidak masuk akal. Alasan ini hanya karena kekhawatiran petugas terhadap dirinya. Karena itu, ia memberikan jaminan dirinya tidak akan pernah lari.

“Kamu tangkap saya aman-aman. Saya tidak akan lari. Untuk apa saya lari. Lari ke hutan itu mau buat apa. Kita ini kekuatan perlawanan di kota,”

katanya mengulang kata-katanya ke petugas Lapas Abepura.

Untuk alasan mobil, dirinya sudah memastikan kepada petugas Lapas Abepura, ada yang jemput sesuai kesepakatan dengan para pendamping dari NGO beberapa waktu sebelumnya.

“Kalau tidak ada mobil, ada mobil yang jemput saya. Mereka keluar sudah ada jemputan. Saya datang dengan kawalan petugas,”

tegas pria penerima hibah Hellmen/Hammet ini.

Keluhan Dommy pada kadungan kemih dan lambungnya. Kadungan kemihnya dan lambungya bermasalah usai mendapat penganiayaan dari pasukan gabungan TNI/POLRI saat aksi pembubaran Kongres Papua III di Lapangan Zakeus, Abepura, Papua, sekitar tahun 2010 lalu.

“Sakitnya tak selalu muncul, tapi saat tertentu saja. Perkembangan kini lebih baik dari sebelumnya. Sekarang mulai baik,”

tandasnya. (Jubi/Mawel)

March 15, 2013, 20:59, TJ

Pater Neles Tebay Terima Penghargaan Perdamaian

Pater Neles Tebay, terima penghargaan dari Tji Haksoon (The Tji Haksoon Justice & Peace Award) tahun 2013 (Jubi/Eveerth)
Pater Neles Tebay, terima penghargaan dari Tji Haksoon (The Tji Haksoon Justice & Peace Award) tahun 2013 (Jubi/Eveerth)

Jayapura — Pater Neles Tebay terpilih sebagai pemenang Penghargaan Keadilan dan Perdamaian Tji Haksoon (The Tji Haksoon Justice and Peace Award) tahun 2013.

Penghargaan ini akan diberikan pada tanggal 13 Maret 2013, di Seoul, Korea Selatan, oleh Yayasan Keadilan dan Perdamaian Tji Haksoon (The Tji Haksoon Justice & Peace Foundation).

Yayasan Tji Haksoon memilih Pater Neles karena sangat terkesan dengan dedikasinya dalam mendorong pembicaraan damai (peace talk) dan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia di Papua.

Yayasan yang berkedudukan di Seoul ini berkeyakinan, usaha-usaha dan dorongan dari pihak yayasan ini dapat memperkokoh komitmen orang Papua dan pemerintah Indonesia bahwa suatu dialog yang efektif bisa membawa perdamaian dan mengakhiri kekerasan.

“Saya tak percaya dipilih sebagai pemenang penghargaan ini. Karena saya merasa bahwa saya tak pantas dipilih sebagai pemenang pengharagaan keadian dan perdamaian ini. Saya sendiri tidak mengetahui kriteria atau ukuran yang mereka gunakan untuk menentukan pemenang penghargaan ini,”

ujar Pater Neles Tebay, melalui release press yang diterima tabloidjubi.com, di Jayapura, Senin (4/3).

Pater Neles Tebay masih mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang dipilih sebagai penerima penghargaan keadian dan perdamaian, sementara pembicaraan damai (peace talk) antara pemerintah Indonesia dan kelompok separatis Papua, sebagaimana yang diperjuangkan oleh Jaringan Damai Papua (JDP) dan semua pendukung dari berbagai pihak, belum juga terlaksana.

“Selain itu, kita belum mampu mengakhiri kekerasan sehingga penembakan masih terus terjadi di Tanah Papua, sejak tahun 1963 hingga kini, dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Konfik Papua yang sudah berlangsung selama 50 tahun ini, telah merenggut nyawa baik dari masyarakat sipil maupun anggota TNI dan Polri. Masih ada juga tapol/napol di beberapa penjara yang menandakan bahwa ada konflik politik di tanah Papua masih belum dituntaskan,”

paparnya.

Pater Neles Tebay, yang juga Koordinator Jaringan Damai Papua ini, mengakui, pemberian penghargaan ini menunjukkan orang Papua dan pemerintah Indonesia sudah berada di jalan yang benar. Sebab kedua belah pihak sudah mempunyai kehendak yang sama, yakni mengahiri secepatnya konflik Papua secara damai melalui dialog.

“Pemberian penghargaan ini membuktikan ternyata kedua belah pihak sudah memilih jalan yang benar, yakni jalan dialog. Sehingga penghargaan ini juga meneguhkan komitmen kedua belah pihak untuk bertemu, duduk bersama, dan melakukan pembicaraan damai (peace talk) guna mencari solusi yang kontruktif dan adil bagi kedua belah pihak,”

ungkap Neles Tebay, yang menyelesaikan pendidikan S-1 dalam bidang teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur tahun 1990 di Abepura, Papua.

Pater Neles Tebay yang menyelesaikan program master dalam bidang Pelayanan Pastoral di Universitas Ateneo de Manila, Philipina tahun 1997 dengan tesisnya berjudul Ekarian Christian Images of Jesus, mengatakan, pemberian penghargaaan ini memperlihatkan dukungan terhadap dialog Jakarta-Papua untuk menyelesaikan konflik Papua secara damai datang dan tak hanya dari berbagai kalangan di tanah Papua dan provinsi-provinsi lain di Indonesia.

“Tapi dukungan itu juga datang dari masyarakat sipil di Negara Korea Selatan. Saya sendiri juga heran dan tidak tahu dari mana mereka memperoleh informasi tentang upaya mempromosikan dialog Jakarta – Papua,”

tutur Neles Tebay, pria yang dilahirkan di Godide, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua, 13 Februari 1964.

Dikatakan, kalau penghargaan ini diberikan karena upaya mendorong dialog Jakarta-Papua.

“Maka saya mesti mengakui, penghargaan ini ditujukan bukan hanya kepadaya saya pribadi tetapi kepada semua pihak, baik individu maupun lembaga, yang selama ini telah mendukung dialog sebagai jalan terbaik untuk mencari dan menemukan solusi terbaik dan adil terhadap konflik Papua,”

katanya.

Biodata Pater Neles Tebay

Neles Tebay dilahirkan di Godide, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua, 13 Februari 1964. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 dalam bidang teologi pada Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur tahun 1990 di Abepura, Papua. Selanjutnya dia ditahbiskan menjadi imam Projo pada Keuskupan Jayapura, 28 Juli 1992, di Waghete, Kabupaten Deiyai.

Dalam perayaan pentahbisan imamatnya, dia diberikan nama adat yakni Kebadabi, yang dalam bahasa Mee, berarti “orang yang membuka pintu atau jalan”. Dia menyelesaikan program Master dalam bidang Pelayanan Pastoral pada Universitas Ateneo de Manila, Philipina, tahun 1997 dengan tesisnya berjudul Ekarian Christian Images of Jesus.

Setelah mengajar teologi pada STFT Fajar Timur selama dua setengah tahun (Januari 1998 sampai Juni 2000), dia dikirim ke Roma, Italia, untuk belajar Misiologi. Pada bulan Maret 2006, dia menyelesaikan program doktoral dalam bidang Misiologi pada Universitas Kepausan Urbaniana, di Roma. Desertasi doktoralnya berjudul The Reconciling Mission of the Church in West Papua in the Light of Reconciliatio et Paenitentia.

Sejak Januari 2007 hingga kini, dia mengajar misiologi pada STFT Fajar Timur Abepura, Papua. Selain mengajar, dia adalah anggota Forum Konsultasi Para Pimpinan Agama (FKPPA) di Tanah Papua, anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua, dan aktif di Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP).

Sejak 2010 hingga kini, dia diangkat sebagai anggota Komisi Teologi pada Konferensi WaliGereja Indonesia (KWI). Dan sejak tahun 2013 hingga 2016, dia dipilih menjadi anggota Komisi Karya Misioner pada KWI.

Sejak Januari 2010, dia aktif sebagai Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) yang secara aktif mendorong dialog Jakarta-Papua sebagai sarana yang bermartabat untuk mencari solusi terbaik atas konflik Papua. Dia pernah bekerja sebagai journalis untuk Surat Kabar Harian The Jakarta Post, tahun 1998-2000.

Artikel-artikel opininya tentang keadilan dan perdamaian di Tamah Papua dapat ditemukan dalam Surat Kabar Harian The Jakarta Post, Kompas, Suara Pembaruan, dan Sinar Harapan yang terbit di Jakarta. Sejumlah artikel opini yang diterbitkan oleh The Jakarta Post telah dikumpulkan dan diterbitkan sebagai buku dengan judul Papua: Its Problems and Possibilities for a Peaceful Solution, oleh Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP), Keuskupan Jayapura, September 2008.

Karya-karyanya yang berupa artikel ilmiah dapat ditemukan dalam sejumlah Jurnal Ilmiah berbahasa Inggris, seperti The Exchange, Journal of Missiological and Ecumenical Research yang diterbitkan oleh Brill Academic Publishers dalam kerjasama dengan the Interuniversity Institute for Missiological and Ecumenical Research (IIMO) di Belanda, East Asian Pastoral Review di Manila, Euntes Docete di Roma, dan The Round Table, The Commonwealth Journal of International Affairs di London.

Dia juga adalah penulis dari beberapa buku, seperti: West Papua:The Struggle for Peace with Justice, diterbitkan oleh Catholic Institute for International Relations/CIIR, London, 2005; Interfaith Endeavour for Peace in West Papua, oleh Missio, Aachen, 2006; Dialog Jakarta-Papua: sebuah Perspektif Papua, oleh Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP), Keuskupan Jayapura, 2009; Angkat Pena demi Dialog Papua, Interfidei, Jogyakarta, 2012; Reconciliation and Peace: Interfaith Endeavour for Peace in West Papua, diterbitkan di Goroka, PNG oleh The Melanesian Institute, 2012.

Selain karena komitmen pribadinya, keterlibatannya dalam pekerjaan di bidang perdamaian ditunjang oleh ketrampilan yang diperoleh melalui sejumlah training dan kursus internasional. Dia pernah mengikuti pelatihan tentang Peace and Reconciliation selama sepuluh minggu, Agustus-Oktober 2005, pada Coventry University di Inggris.

Dia menjadi peserta pada pelatihan Strategic Nonviolence and Peacebuilding selama dua bulan (Mei dan Juni), 2006, pada Center for Justice and Peacebuilding, Eastern Mennonite University, di Virginia, Amerika Serikat.

Neles Tebay juga mengikuti Peace Mediation Course selama 10 hari, Maret 2010 yang diselenggarakan oleh SwissPeace di Bern, Swiss. (Jubi/Eveerth)

| March 4, 2013 | 4:37 pm, TJ

Forkorus Sesalkan Kekerasan Tak Berujung di Tanah Papua

Forkorus Yoboisembut Berdasi Bintang Kejora. Foto: Paschll
Forkorus Yoboisembut Berdasi Bintang Kejora. Foto: Paschll

Jayapura – Tahanan Politik Papua, Forkorus Yoboisembut melalui staf khususnya, Ferdinana Okeseray menyampaikan kesalannya atas kekerasan yang terus tak berujung di tanah Papua.

 Saya sangat menyesal mendalam atas peristiwa pembunuhan 8 aparat anggota TNI dan 4 warga sipil di Puncak Jaya dan Puncak beberapa waktu lalu,demikian kata Forkorus dalam Siaran Persnya yang dibacalan Ferdinan Okeseray di sekertariat Dewan Adat Papua Expo Waena, Jumat, (1/3).

Kata dia, hal seperti itu sering terjadi secara terus menerus di atas Tanah Papua sejak Indonesia menganeksasi bangsa Papua Barat (Nederland Newguinea) pada Tahun 1962 dengan infiltrasi dan infasi militer, kata dia.

Ia menulis, dirinya ikut berduka bersam dengan kelaurga korban. Karena, kata dia, kali ini di pihak TNI dan warga sipil Indonesia di Papu. Besok atau lusa dan atau tahun depan dari pihak TPN-OPM dan warga negara bangsa Papua menjadi koraban. Itulah keadaan yang telah sedang mungkin akan kita nikmati terus silih berganti.

Ia juga mengatakan, kebijakan para pemimpin Indonesia yang terus saja mengedepankan pendekatan militer sejak 19 Desember 1961.

Kami merasa kesal dengan sikap pemerintah Indonesia yang masa bodoh, tuli dan membisu serta selalu berdalih dalam menghindar dari tawaran penyelesaian masalah status politik dan hukum Papua melalui dialog (perundingan),tulisnya.

Ia mendesak pemerintah Indonesia segera membuat Term of Referens yang dipakai sebagai pedoman dalam dialog atau negosiasi. Kerena, kata dia, melalui Kongres  III  Rakyat Bagsa Papua Barat dengan mendeklarasi pemulihan kemerdekaan bangsa Papua secara defacto.

Jika inisiatif kami dari NRFPB secara sopan, damai dan demokratis itu juga belum direspon maka kami akan meminta keterlibatan pihak ketiga secara sepihak pada tingkatan internasional. Sambil menati proses perundingan,kata Forkorus.

Tambahnya, ia telah mengirim Tim Pra-negosiasi sebanyak 2 kali pada bulan Agustus 2012 dengan menyampaikan materi prundingan dan pra-syarat negosiasi kedua pada Bulan Oktober 2012 kepada presiden. Tetapi, kata dia, tidak ada respon. (MS)

Jum’at, 01 Maret 2013 08:09,MS

Paulus Sumino : Penembakan di Papua Pengaruhi Rencana Dialog

Peti jenazah dan krans bunga delapan anggota TNI di Makodam XVII/Cenderawasih. (Jubi/Levi)
Peti jenazah dan krans bunga delapan anggota TNI di Makodam XVII/Cenderawasih. (Jubi/Levi)

Jayapura — Salah satu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua, Paulus Sumino mengatakan, kasus penembakan yang terjadi pada Kamis, 21 Februari 2013 di Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya dan di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, telah menciderai proses ke arah dialog Jakarta-Papua yang akan dilaksanakan di tahun 2013 ini.

“Padahal dialog damai Jakarta-Papua ini telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat ini proses ke arah dialog itu tinggal menunggu kapan akan dilaksanakan nantinya. Bahkan proses ini juga sedang menyusun siapa-siapa dan unsur mana saja yang akan dilibatkan, serta agenda apa yang akan dibicarakan,” katanya,”

kata Paulus yang juga anggota Kaukus Papua ke wartawan di Jayapura, Jumat (22/2).

Menurut Paulus, pihak Kaukus Papua juga mendesak pemerintah daerah ikut ambil bagian dalam penyelesaian penembakan yang terjadi di Tingginambut dan Sinak.

“Gubernur Papua bersama dengan DPR Papua harus proaktif berkoordinasi dengan aparat keamanan dalam mengambil tindakan pasca penembakan ini,”

katanya.

Diduga Terkait Pemilukada

Paulus menduga, penembakan di dua tempat yang berbeda, dipicu masalah pemilukada yang terjadi di daerah itu.

“Masalahnya momentum yang dipakai menyangkut tentang pemilukada, baik itu pemilukada di kabupaten yang sebenarnya hari ini kan pleno di Kabupaten Puncak, tapi ini tak bisa tercapai juga. Juga pemilukada di tingkat provinsi yang masih menimbulkan soal yang masih mau ke Mahkamah Konstitusi,”

katanya.

Menurut Paulus, pihaknya mengharapkan pemerintah daerah setempat untuk tidak membiarkan TNI/Polri mengambil langkah sendiri pasca penembakan.

“Apalagi jika TNI/Polri telah melakukan penyisiran yang dikuatirkan akan ada ekses di masyarakat. Tapi saya yakin dan berharap, aparat TNI/Polri dapat memelihara suasana aman terhadap warga setempat,”

katanya.

Sedangkan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Papua akan mencoba berkoordinasi dengan pelaku penembakan di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya dan Distrik Sinak, Kabupaten Puncak lewat forum gereja setempat. Ketua FKUB Papua, Pendeta Herman Saud mengatakan, komunikasi akan dilakukan untuk menghentikan segala proses kekerasan yang terjadi di
dua tempat itu.

FKUB Papua mengklaim pesan damai yang diserukan selama ini tak sampai ke warga, akibat banyaknya kepentingan dari pihak lain. Juga kemungkinannya diduga akibat kekecewaan warga terhadap kesejahteraan yang belum meraka rasakan.

“Ya sebenarnya tidak sampai karena kebanyakan kepentingan kan. Kalau ada kepentingan satu untuk kita membangun negara ini dimanapun kita ada, tapi kita ada orang Indonesia dan kita membangun negara ini tentu dengan kekurangan, kelemahan di manapun di dunia ini ada itu. Tapi tak perlu dengan kekerasan seperti ini yang korbankan orang lain. Dari pihak agama, kami menyesalkan kejadian ini,”

katanya.

Sebelumnya, Kamis, 21 Februrai 2013, sebanyak delapan anggota TNI tewas tertembak kelompok bersenjata. Kasus ini terjadi di dua lokasi berbeda, yakni di Disrik Sinak, Kabupaten Puncak dan di Tinggi Nambut di Kabupaten Puncak Jaya. Pihak Kodam XVII/Cenderawasih menuding pelakunya diduga kelompok Goliath Tabuni dan Militer Murib.

Dalam kasus ini, selain delapan anggota TNI tewas, tapi juga ada empat warga sipil tewas dan satu orang lainnya kritis akibat aksi penembakan di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak. Lima warga sipil ini sebelumnya ikut jalan bersama rombongan anggota TNI yang akan ke Bandara Sinak, tapi di tengah perjalanan, mereka ditembaki oleh kelompok bersenjata. (Jubi/Levi)

Saturday, February 23rd, 2013 | 03:02:51, TJ

AMP : TNI Harus Ditarik Dari Puncak Jaya dan Seluruh Papua

TNI Saat Melakukan Patroli di Puncak Jaya
TNI Saat Melakukan Patroli di Puncak Jaya

Jayapura — Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyikapi serius peristiwa puncak Jaya yang mengakibatkan delapan anggota TNI tewas pada, Kamis (22/2), seperti diberitakan media ini sebelumnya. AMP menyatakan, dengan peristiwa itu aparat TNI yang bertugas di Puncak Jaya agar tidak melampiasan kemarahan yang dialamatkan kepada warga sipil. Terutama warga yang bertempat tinggal di sekitar lokasi kejadian.

“Peristiwa ini tidak mesti menjadi momentum untuk melakukan penambahan pasukan TNI di Kabupaten Puncak Jaya. Kami mengutuk aksi balas dendam TNI terhadap warga sipil di Puncak Jaya,”

kata Rinto Kogoya, ketua Aliansi Mahasiswa Papua, Jumat (22/2) di Jayapura.

Demi kenyamanan di Kabupaten Puncak Jaya dan Papua pada umumnya, Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan sikap penolakan adanya penambahan pasukan di Puncak Jaya. Mendesak Pemerintah Pusat menarik aparat gabungan TNI/Polri dari Kabupaten Puncak Jaya dan seluruh tanah Papua.

Pernyataan sikap terakhir dari AMP, yaitu Pemerintah Indonesia segera buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua. (Carol/Jubi)

Friday, February 22nd, 2013 | 22:05:32, TJ

Polda Papua Menyangkal Telah Lakukan Penyiksaan Terhadap 7 Warga Papua

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol I Gede Sumerta Jaya. (Jubi/Arjuna)
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol I Gede Sumerta Jaya. (Jubi/Arjuna)

Jayapura – Kepolisian Daerah (Polda) Papua mengklasifikasi pemberitaan tabloidjubi.com, Selasa (19/2) yang menyebutkan, tujuh warga Papua ditangkap dan disiksa polisi di wilayah Depapre, Kabupaten Jayapura.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol I Gede Sumerta Jaya mengatakan, memang benar ketujuh orang tersebut ditangkap karena berkaitan dengan adanya informasi Terinus Sato akan melakukan rapat gelap. Polres setempat lalu menindak lanjuti informasi tersebut.

“Lalu dilakukanlah penggerebekan disatu tempat dan didapatilah tujuh orang itu. Karena yang dicari tidak ditemukan akhirnya tujuh orang digiring ke Polres untuk dimintai keterangan. Tapi tidak disiksa. Bahkan saat diperiksa keluarga mereka dipanggil untuk menyaksikan bahwa Polri benar-benar profesional. Jadi tidak ada penyiksaan atau penganiayaan,”

kata I Gede, Rabu (20/2).

Menurutnya, dari ketujuh orang yang dimintai keterangan itu, dua diantaranya yakni Daniel Gobay (30) dan Matan Klembiap (30) ditahan aparat polisi karena membawa senjata tajam jenis parang.

“Lima orang lainnya hanya dijadikan saksi. Setelah diperiksa mereka lalu dibebaskan. Dua lainnya dijadikan tersangka karena membawa sajam dan terancam dikenai UU darurat no 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api karena tidak ada bahan peledaknya. Ancamannya maksimal 20 tahun penjara,”

ujarnya.

Keterangan yang sama diberikan juga oleh Kapolres Jayapura, AKBP A Roike H LangiIa mengatakan tidak benar telah terjadi penyiksaan saat penangkapan ketujuh warga tersebut.

“Tidak benar itu. Tidak ada penyiksaan. Saat ini masih ada dua orang yang kami tahan karena membawa senjata tajam.”

kata Kapolres  Jayapura kepada tabloidjubi.com, Rabu (20/02) siang.   (Jubi/Arjuna)

Wednesday, February 20th, 2013 | 19:25:12, TJ

Enam Aktivis KNPB Timika Didakwa Memiliki Senjata Tajam dan Bom Ikan

Aktifis KNPB Timika
Aktifis KNPB Timika

Jayapura – Persidangan enam aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Timika telah dilakukan sejak tanggal 7 Februari 2013 di Pengadilan Negeri  Timika Jl.Yos sudarso, Sempan Timika-Papua Barat.

Sejauh ini telah dilakukan dua kali persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan eksespsi terdakwa/pengacara. Olga Hamadi, pengacara keenam aktivis KNPB, kepada tabloidjubi.com mengatakan dalam sidang kedua pada tanggal 14 Februari 2013 pengacara keenam terdakwa membacakan eksepsi yang menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Prosedur-prosedur yang dilakukan dengan tidak sesuai aturan-aturan yang ditetapkan oleh KUHAP, sehingga seluruh proses penyedikan yang dilakukan sampai dengan terbitnya Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum menjadi tidak sah.
2. Surat Dakwaan saudara Penuntut Umum tidak cermat, tidk jelas dan tidak lengkap menguraikan tindak pidana yang didakwakan kepada Para Terdakwa.
3. Tindakan Para Terdakwa dapat dikategorikan sebagai tindak Pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Dakwaan Kesatu : Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No.12 Tahun 1951 Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHAP dan atau Dakwaan Kedua: Pasal 106 KUHP Jo. Pasal 55 atay (1) Ke-1.
4. Menyatakan proses pemeriksaan pendahuluan terhadap para Terdakwa adalah cacat hukum.
5. Menyatakan Surat Dakwaan tidak jelas, cermat, dan tidak lengkap.
6. Menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh Para Terdakwa bukanlah tindak pidana sebagai mana dimaksud dalam Dakwaan Kesatu : Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dan atau Dakwaan Kedua : Pasal 106 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1
7. Menyatakan “batal demi hukum” atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima” surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum No.Reg.PDM-02/TMK/Ep.2/01/2013 Tertanggal 17 Januari 2013.
8. Melepaskan Para Terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.
9. Membebaskan Para Terdakwa dari dalam tahanan dari dalam tahanan dan merehabilitasi nama baik Para Terdakwa.

“Hakim memberi kesempatan bagi JPU untuk menggapi eksespsi pengacara. Dan JPU minta waktu satu minggu. Sidang akan dilanjutkan hari Kamis, 21 Februari 2013 untuk mendengarkan tanggapan atau replik dari JPU.”

kata Olga Hamadi, Minggu (17/02).

Informasi yang dikumpulkan tabloidjubi.com persidangan enam aktivis KNPB pada tanggal 7 Februari itu tercatat dengan nomor registerasi perkara : PDM-2/TMK/Ep.2/01/2013, surat ini untuk Yakonias Womsiwor, Paulus Maryom, Alfret Marsyom, Steven Itlay dan Romario Yatipai dengan dakwaan membuat panah Wayar  adat  Orang Biak, dan dikenakan dengan pasal pidana dalam pasal 106 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP; Perkara kedua tercatat dengan nomor registerasi perkara : PDM-03/TMK/Ep.2/01/2013, surat ini untuk Yanto Awerkion dengan dakwaan Dopis untuk ikan atau bom ikan adat orang pantai dan dikenakan pasal pidana dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No.12 tahun 1951 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Jubi/Benny Mawel)

Sunday, February 17th, 2013 | 20:14:53, TJ

Dukungan Vanuatu Melemah karena Kiprah Deplu Penjajah di Kawasan Pasifik Selatan Membanggakan?

Dalam berbagai kesempatan dan lewat berbagai media Menteri Luar Negeri penjajah NKRI telah berulangkali dengan bangga pertama-tama melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pemerintah kolonial di Jakarta bahwa dukungan terhadap perjuangan Papua Merdeka dari negara-negara kawasan Pasifik Selatan, terutama Republik Vanuatu telah melemah.

Menanggapi perkembangan ini, PMNews menghubungi Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

Pada intinya TRWP lewat Sekretaris-Jenderalnya, Leut. Gen. Amunggut Tabi katakan menanggapi lirik lagu Menlu penjajah NKRI Marty Natalegawa, “Memang itu tugas Menlu NKRI untuk harus menyatakan mereka telah berhasil membungkan PM Sato Kilman, dan Vanuatu. Kalau tidak sukses berarti bukan Menlu penjajah namanya.” Akan tetapi, menurut Tabi, lagi, “Kita harus tahu bahwa memang secara pribadi kita tahu Sato Kilman itu tidak pernah mendukung perjuangan Papua Merdeka. Jadi, kalau sekarang tidak mendukung, itu bagi Indonesia merupakan hasil kerja Menlu penjajah NKRI, tetapi kalau dilihat pribadi Sato Kilman, maka lirik lagu itu kelihatannya perlu dirubah kembali.”

Berikut petikan wawancara per Email sebanyak tiga kali email:

PMNews: Bagaimana pendapat Anda tentang pernyataan-pernyataan yang belakangan ini dibuat Menlu penjajah NKRI bahwa Vanuatu telah menarik dukungan terhadap perjuangan Papua Merdeka?

Leut. Gen. Amunggut Tabi (TRWP): Pendapat saya ya, biasa-biasa saja, dan sangat pantas dan harus dikatakan begitu oleh seorang Menlu. Kalau tidak begitu, itu namanya bukan Menlu. Apalagi Menlu dari negara yang sedang menjajah bangsa dan negara lain. Memang harus begitu. Tugasnya ke sana-kemari di seluruh dunia, bahkan sampai ke surga dan neraka sekalipun untuk mencari dukungan dan kemudian mengkleim dukungan dimaksud. Jadi itu bukan cerita baru dan bukan sesuatu yang aneh atau yang membanggakan bagi siapapun.

PMNews: Apakah pernyataan Menlu penjajah NKRI Natalegawa ini menunjukkan kekalahan telah dari para diplomat Papua Merdeka di kawasan Pasifik Selatan?

TRWP: Saya boleh katakan dua-duanya. Di satu sisi kewajiban pemerintah dan negara penjajah untuk selalu berkelana ke sana-kemari mencari, menyogok, membujuk dan merayu dukungan lalu pulang dengan kleim-kleim. Di sisi lainnya memang terlihat jelas, orang Papua bermain politik sangat pragmatis dan sporadis, tidak sistematis dan strategis sehingga dukungan-dukungan yang sudah  ada tidak dipelihara dan dipupuk dengan baik, sibuk dengan membangun jaringan baru dan malahan pandai merusak apa yang sudah dibangun.

Saya sebenarnya tidak mau katakan “Vanuatu menarik dukungan terhadap perjuangan Papua Merdeka, tetapi lebih tepat, Vanuatu saya mau katakan Vanuatu minta orang Papua lebih banyak berkomunikasi dan berkonsultasi dengan mereka. Membangun hubungan yang harmonis dan meneruskan kerjasama, diskusi, konsultasi seperti sedia-kala.”

PMNews: Apa yang Anda maksud dengan “pragmatis dan sporadis, tidak sistematis dan strategis sehingga dukungan-dukungan yang ada tidak dipelihara dan dipupuk dengan baik” dalam email sebelumnya?

TRWP: Ya, itu maksudnya begitu. Contoh yang sangat sederhana: Masih ada, dan saya harap jumlahnya sedikit tetapi lumayan orang Papua yang masih percaya bahwa kalau orang Papua kibarkan bendera Bintang Kejora selama 1 X 24 jam di Kota Port Numbay tanpa diturunkan oleh NKRI, maka Indonesia pasti keluar dari Tanah Papua. Mungkin di kota Port Numbay terlalu ekstrim, tetapi katakan saja mengibarkan bendera Bintang Kejora di Abe Gunung, Jayapura, di tengah-tengah kebun selama 24 jam saja masih dianggap bisa mengundang dukungan dari negara lain. Ini kedengarannya lucu, tetapi ini masih dipercaya oleh orang Papua sampai detik ini.

Contoh kedua: Masih ada orang Papua yang percaya bahwa solusi masalah Papua ada di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York sehingga setiap menjelang Sidang Umum PBB selalu saja ada pengumuman-pengumuman atau gerakan-gerakan atau pernyataan-pernyataan tentang PBB dan West Papua, tentang agenda isu West Irian telah masuk ke agenda PBB, dan sebagainya.

Jadi, berpikir politik Papua Merdeka ini seolah-olah barang sederhana dan mudah, padahal cerita sebenarnya bukan begitu.

Tidak strategis misalnya kita berputar-putar dari 1960 sampai 2012 di sekitar kegiatan-kegiatan bikin kongres, bikin KTT, bikin Sidang; disusul mengkleim diri Panglima Tertinggi, Panglima Tinggi, Presiden, Panglima, Komandan, Pimpinan ini dan itu. Jadi, semua yang berjuang untuk Papua Merdeka sebenarnya sedang berputar dalam Lingkaran Setan  yang sama tanpa kita keluar dari lingkaran dimaksud.

Operasi-operasi militer ataupun kegiatan politik yang kita lakukan sejauh ini juga sangat amatir dan sporadis, tidak tertata dengan baik. Bagaimana bisa tertata baik sementara kita sendiri sibuk setiap saat urus Kongres, KTT dan Sidang Umum, lalu mengangkat dan mengkleim diri, berputar keluar-masuk dari Port Numbay ke Wutung lalu balik lagi seolah-olah dari misi luar negeri dengan janji-janji bohong pendropan senjata, pembahasan Agenda West Papua di Sidang Umum PBB dan sebagainya.

Malahan ada isu-isu pula Presiden S.BY sudah siap memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua.

Ini semua cara berpikir dan cara bermain anak-anakan. Sangat disayangkan.

Saya juga katakan bahwa apa yang sudah ditanam tidak dipelihara dengan baik. Misalnya dukungan Vanuatu yang tidak pernah kita pelihara dengan baik. Sebelum itu, hubungan keluarga bersama sebangsa dan setanah air di sebelah Timur dari pulau kita ini saja kita hancurkan sendiri, bahkan kita bunuh dukungan itu. Apalagi kita tidak punya kesanggupan untuk memelihara hubungan dengan teman-teman Melanesia lain di luar pulau dan bangsa kita ini.

PMNews: Anda menyinggung dukungan Papua New Guinea. Baru-baru ini ada dukungan atau pernyataan resmi dari Perdana Menteri PNG bahwa ia akan menyampaikan Nota Diplomatik ke Jakarta. Bagaimana pendapat Anda?

TRWP: Sudah disebutkan tadi.  Penting untuk Anda catat, bahwa kita tidak perlu dukungan dari Papua New Guinea, karena kita bicara tentang satu bangsa, satu pulau, satu nasib, yaitu nasib dari bangsa Papua di pulau New Guinea atau di Tanah Papua (Sorong sampai Samarai), bukan Sabang-Maroke.

Jadi, orang Papua yang sekarang ada di pulau New Guinea bagian Timur dan bagian Barat ialah korban, yang sedang menderita, yang sedang dijajah. Kita lepaskan atribut Negara, kita lihat Papua dari sisi pulau dan manusianya, hutan, laut dan suku-bangsanya. Yang dijajah, yang diteror, yang dibunuh, yang disebut orang OPM, dikejar, ditembak, itu orang Papua, dan peristiwa-peristiwa ini terjadi di Tanah Papua. Dan Tanah Papua itu mulai dari Sorong sampai Samarai. Itu harus dicatat. Itu sudah diketahui oleh orang Papua dari Sorong sampai Samarai.

PMNews: Kami mau kembali kepada topik Menlu negara penjajah mengkleim dukungan Vanuatu terhadap pendudukannya atas tanah Papua. Apa harapan TRWP untuk ke depan?

TRWP: Harapan dari TRWP, yaitu harapan dari General TRWP Mathias Wenda ialah agar semua Panglima dan pasukan serta gerilyawan, semua organisasi perjuangan yang beroperasi di seluruh dunia supaya mempelajari kebijakan-kebijakan yang telah diturunkan oleh Markas Pusat Pertahanan TRWP lewat Kantor Sekretariat di Wewak, Papua New Guinea.

PMNews: Tanggapan terhadap pernyataan Menlu kolonial Natalegawa?

TRWP: Saya sengaja tidak sebutkan sebelumnya karena memang tidak perlu. Perjuangan kita tidak tergantung kepada apa yang dikatakan Natalegawa, apalagi dia berbicara sebagai Menlu negara kolonial, apalagi itu kewajiban dia. Kita tidak bisa mengharapkan Menlu kolonial NKRI menyatakan, “Aduh menyesal sekali, kami gagal membungkam dukungan Vanuatu terhadap Papua Merdeka.” Itu bukan politisi namanya. Dia harus menyatakan begitu.

Menanggapi itu, kami juga tidak harus merasa dia telah menang telak. Memang itu tugas Menlu NKRI untuk harus menyatakan mereka telah berhasil membungkan PM Sato Kilman, dan Vanuatu. Kalau tidak sukses berarti bukan Menlu penjajah namanya. Akan tetapi,  kita harus tahu bahwa memang secara pribadi kita tahu Sato Kilman itu

Español: Prime minister Vanuatu
Español: Prime minister Vanuatu (Photo credit: Wikipedia)

tidak pernah mendukung perjuangan Papua Merdeka. Jadi, kalau sekarang tidak mendukung, itu bagi Indonesia merupakan hasil kerja Menlu penjajah NKRI, tetapi kalau dilihat pribadi Sato Kilman, maka lirik lagu itu kelihatannya perlu dirubah kembali.

TRWP sudah ada di Vanuatu mulai tahun 2004, dan bergerilya di sana sampai hampir dua tahun, lalu meninggalkan negara itu untuk tugas-tugas lain di dalam negeri dan di negara lain. Jadi, peta politik di sana kami tahu dari diri kami sendiri, bukan dari pernyataan pemerintah kolonial dan juga bukan dari organisasi lain.

Kami tahu pribadi lepas pribadi dari setiap politisi di Vanuatu. Kita jangan bertanya-jawab terlalu jauh tentang kondisi celana dalam kita, karena itu tidak tepat. Kita sebaiknya bertanya-jawab tentang dukungan Australia atau Amerika Serikat. Saya tidak sanggup melayani pertanyaan lanjutan tentang dukungan Vanuatu.

Maaf, tetapi saya rasa ini penting untuk menjaga integritas kita sebagai sesama orang Melanesia. Kita tidak boleh larut ke dalam permainan orang asing di tengah-tengah kita.

Anda perhatikan saja, selama ini TRWP sudah tahu di mana para kaum Papindo seperti Ohee, Karubaba, Korwa dan sebagainya tinggal, kami sudah sering bertmu-sapa, tetapi apakah TRWP berbuat sesuatu terhadap mereka? Mereka menyampaikan banyak sekali pernyataan membela NKRI karena mereka bagian dari Barisan Merah-Putih, tetapi apakah TRWP pernah mengancam mereka? Tidak pernah dan tidak akan pernah! Mengapa? Karena mau dan tak mau, setuju dan tak setuju, dari nenek moyang sampai kiamat, mereka adalah anggota dari keluarga besar Melanesia dan bangsa Papua yang bertanah-leluhur di pulau New Guinea.

PMNews: Maaf, kami tidak akan tanya lebih lanjut tentang pernyataan Menlu pemerintah kolonial Indonesia. Kami mau TRWP menyampaikan pesan terakhir khususnya menghadapi berbagai peristiwa penembakan dan pembunuhan belakangan ini.

TRWP: “Papua Merdeka Harga Mati! NKRI Bangkrut! Indonesia Keluar! Papua Merdeka!, demi dan karena KEBENARAN saya berdoa, Ya Tuhan Pencipta Langit dan Bumi, Tuhan Abraham, Ishak dan Yakub, Tuhan Nenek Moyangku, Tuhan Ayahku dan Ibuku, dan Tuhanku yang Aku Percaya!

Berikanlah kiranya pikiran yang tenang, damai dan jernih kepada setiap pejuang dan aktivis, pimpinan dan panglima, agar kami semua memahami Rencana dan Tuntunan-Mu, sehingga kami tidak melangkah melampaui atau melenceng dari kehendak-Mu, dan kami tidak egois mengikuti kemauan kami sendiri, mengesampingkan atau mengabaikan perjuangan, eksistensi dan keinginan sesama pejuang kami.

Berikanlah kami pencerahan ilahi, agar kami memahami tanda dan peringatan-Mu, sehingga kami mewujudkan kemerdekaan West Papua bukan berdasarkan kebencian kepada agama apapun, ras apapun atau suku-bangsa manapun, tetapi berdasarkan keyakinan kepada KEBENARAN! yang telah dimanipulasi dan dibelokkan pada saat Penentuan Pendapat Rakyat 1969 karena kerakusan dan ketamakan manusia atas sumberdaya alam negeri ini, dan demi melindungi dan membela pandangan politik mereka yang seolah-olah dalam rangka membela kehendak dan jalan-Mu tetapi sebenarnya tidak, mereka hanya mencari makan dan memenuhi nafsu kemanusiaan yang duniawi.

Engkau tahu KEBENARAN telah dimanipulasi, kami-pun tahu itu, Indonesia-pun tahu itu, Amerika Serikat dan Inggris-pun tahu itu, Belanda, apalagi, tahu itu. Iblis-pun sebagai Bapa segala Pendusta dia tahu.

Sekarang bukan masalah siapa yang tahu dan siapa yang tidak tahu Pepera 1969 itu salah, tetapi masalahnya kami orang Papua sendiri tidak percaya bahwa KEBENARAN,  di manapun, kapan-pun, oleh siapapun dan bagaimanapun, tidak pernah dan tidak akan pernah terkalahkan dan dikalahkan. Ampunilah kami, ya Tuhan, karena kami suku-bangsa yang tidak percaya bahwa KEBENARAN ialah Pemenang Abadi.

“Papua Merdeka Harga Mati! NKRI Bangkrut! Indonesia Keluar! Papua Merdeka!, demi dan karena KEBENARAN saya berdoa, Ya Tuhan Pencipta Langit dan Bumi, Tuhan Abraham, Ishak dan Yakub, Tuhan Nenek Moyangku, Tuhan Ayahku dan Ibuku, dan Tuhanku yang Aku Percaya!

 

Enhanced by Zemanta

Main Api Pakai “Pa’ndo”, Jangan Pakai Tangan!

Setelah Mako Musa Tabuni ditembak, dan beberapa aktivis KNPB ditangkap, NKRI tidak tinggal diam, terus-menerus menggallakkan operasi militer memberantas organisasi dan aktivis Papua Merdeka di seluruh dunia. Gen. TRWP Mathias Wenda telah berkali-kali memberikan peringatan-peringantan, juga menyinggung apa yang pernah dikatakannya termasuk kepada Alm. MakoTabuni.

Kini giliran Sekretaris-General TRWP: “Jangan pakai tangan kalau main api, nanti tangan terbakar, itu anak kecil jenis apa itu, kalau main api haris pakai “Pa’ndo”, atau jepit-jepit yang biasa kita pakai waktu bakar batu di kampung untuk mengambil batu-batu yang sudah dipanaskan atau untuk mengambil ubi dari dalam api.”

Berikut petikan wawancaranya yang dilakukan PMNews per telepon seluler tadi pagi.

PMNews: Halo, selamat Pagi, Jenderal, kami minta waktu untuk tanya-jawab sendikit.

Leut. Gen. Amunggut Tabi (TRWP): Selamat pagi, Salam Hormat, Papua Merdeka! Silahkan apa yang mau ditanyakan?

PMNews: Terkait berbagai kasus penembakan, pengejaran, penangkapan dan pemenjaraan aktivis dan tokoh Papua Merdeka yang belakangan ini marak terjadi di tanah air Apa pandangan TRWP terhadap berbagai peristiwa ini?

TRWP: Sudah berulangkali Panglima kami General Wenda katakan, kita menghadapi penjajah yang pertama ia bekas dijajah, kedua negara yang tidak tahu menjajah, ketiga, karena kita dijajah oleh negara yang pada tingkatan tertentu masih dijajah. Jadi masalahnya berlapis, bukan seperti masalah-masalah yang dulu dihadapi NKRI, Afrika Selatan, atau India.

Nah, karena itu, terkait dengan apa yang belakangan ini terjadi, kita jangan terlalu termakan oleh bola yang dilempar musuh, itu permainan jenis apa? Kita mainkan bole kita sendiri, kendalikan bola kita, dan arahkan bola kita ke arah yang kita mau. Jangan kita ikut lari mengejar lawan dari belakang, seolah-olah kita mengejar sambil mendukng dari belakang. Akhirnya kita bukannya kelihatan berhadapan dengan musuh tetapi justru mengejar dari belakang dalam rangka mendukung apa yang dilakukan lawan.

Artinya apa? Artinya “Biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu!” Jangan Anda terlalu terpancing dengan apapun yang dilakukan NKRI lalu mencoba bertanya kesana-kemari seolah-olah untuk meminta kita harus memberikan tanggapan atau sikap terhadap itu.

PMNews: Terimakasih. Kami sebenarnya belum tanyakan mendalam, tetapi TRWP sudah menjawab terlanjur, tetapi kami tanyakan lanjut. Apakah maksudnya di sini bahwa biarkan NKRI mengejar dan membunuh, tetapi perjuangan tetap jalan terus dan tidak perlu disikapi oleh TRWP?

TRWP: TRWP tidak bernyanyi di atas panggung orang lain. Kita punya panggung sendiri, kita tidak mencari-cari panggung juga. Bukan hanya persoalan sikap TRWP terhadap peristiwa-peristiwa penembakan, penangkapan dan pemenjaraan, tetapi termasuk persoalan Dialogue, Pemekaran, Pilkada, Peringatan 1 Desember, HUT 1 Juli, dan sebagainya dan seterusnya.

Sekali lagi, “Jangan berpantun di atas panggung orang lain, buat panggung sendiri, dan berpantun di atas panggung sendiri.”

PMNews: Di sini ada ilustrasi dua, kedua-duanya bermaksud sama. Tetapi kami tidak jelas mendapatkan gambaran tentang sikap TRWP terhadap misalnya kasus penembakan Mako Tabuni.

TRWP: Penembakan anak-anak yang berjuang secara damai, tanpa bukti yang jelas, tanpa proses pembuktian yang sah dan menurut hukum, tanpa prosedur operasional yang rasional seperti ini telah dikutuk oleh semua pihak, termasuk oleh TRWP. Ini perbuatan biadab, tidak bertanggungjawab, dan ala teroris. Tetapi kita tidak boleh larut dalam insiden-insiden seperti ini dalam sebuah perjuangan kemerdekaan, karena kalau kita larut ke dalamya, maka kita akan ketinggalan kereta. Jarum jam terus berputar, perjuangan terus berjalan. Yang gugur di medan perjuangan, kita kuburkan dan semetkan tanda pahlawan kepada mereka, dan yang masih tersisah hidup ini harus terus lanjut, maju memperjuangkan aspirasi bangsa Papua.

PMNews: Kami masih mau gali lagi tentang kedua ilustrasi tadi.

TRWP: Keduanya sudah cukup jelas. Permainan ini kita harus lakukan dengan rasionalisasi, strategi dan taktik, bukan kita bertempur membabi-buta. Kita sudah lama bermain emosional, sporadis dan “segmented”, sehingga perjuangan kita sudah memakan waktu lebih lama daripada teman-teman kita di Timor Leste. Mereka mulai berjuang sepuluh tahun setelah kita mulai, tetapi sudah merdeka lebih duluan.

PMNews: Artinya jelas ada yang salah dalam perjuangan Papua Merdeka. Dan salah satu kesalahan itu ialah tidak rasional, begitu?

TRWP: Kita sedang menghadapi negara bekas dijajah, belum tahu menjajah dan masih dijajah tadi. Jadi kita harus tahu pendekatan mana yang paling tepat, kapan paling tepat, bagaimana paling tepat. Perang tidak harus dengan tembakan M16 atau AK, atau meriam, perang terjadi dalam berbagai bentuk. Anda juga sedang berperang dengan wawancara ini. Semua pihak berperang, di kota, di kampung, di hutan, di mana-mana.

Jadi, kita harus cocokkan antara lawan yang kita hadapi dan alat yang dapat kita pakai untuk menghadapinya, sama dengan seorang pelatih sepak-bola yang merangcang strategi untuk menghadapi lawan di lapangan. Tentu saja sebelum mengenal lawan, kita mengenal diri sendiri dulu, terutama kekurangan dan kelebihan, lalu pandai membaca peluang dan momentum, atau kalau bisa menciptakan peluang dan momentum sendiri.

PMNews: Maksudnya kita harus merubah pendekatan kita?

TRWP: Pendekatan kita sudah bagus, cuma masalah sekarang ialah kita punya strategi dan taktik yang jitu, dan kedua, masing-masing kita memiliki taktik dan strategi yang berbeda-beda sehingga tidak saling singkron dan tidak saling mendukung.

PMNews: Jadi, semuanya harus bersatu?

TRWP: Bersatu apa lagi, semua sudah bersatu sejak Proklamasi 1 Juli 1971, bahkan sebelum itu, begitu ada cita-cita bersama untuk PAPUA MERDEKA, di situ sudah ada persatuan dan kesatuan. Jadi tidak perlu ada upaya-upaya persatuan dan kesatuan, seolah-olah orang Papua terpecah-belah dan baku bunuh kiri-kanan. Kita tidak begitu, bukan?

Orang Papua tidak saling bertabrakan satu sama lain. Kita hanya berbeda dalam pendekatan-pendekatan kita. Itulah sebabnya dalam kesempatan ini secara khusus kami berikan masukan.

Dalam  semua yang kita lakukan, kita semuanya tidak perlu saling menyalahkan atau saling membenarkan diri. Kita semua berposisi sama sebagai bangsa Papua, bertanah air Papua, bernegara West Papua dan sependeritaan di dalam penjajahan Belanda dan NKRI. Yang perlu kita lakukan bukan pembenaran dan penyalahan, karena kebenaran itu mutlak, berdiri sendiri, tidak perlu ada pembela kebenaran, karena ia benar dan terus benar, entah kita benarkan ataupun tidak, ia tetap dan pasti benar. Yang benar ialah bahwa NKRI menjajah bangsa dan tanah Papua, mengeruk kekayaan alam kita, membunuh dan membasmikan orang Papua dan terancam punah dalam beberapa dekade lagi, dan seterusnya.

PMNews: Berarti TRWP tidak memandang KNPB, WPNCL, WPNA, TPN/OPM harus bersatu bersama untuk sama-sama dengan TRWP berjuang untuk Papua Merdeka?

TRWP: Papua Merdeka! News bukan tempatnya untuk memuat jawaban atas pertanyaan ini. Akan tetapi menurut pandangan TRWP, semua organisasi yang Anda sebutkan ini semuanya sesama pejuang Papua Merdeka, dipimpin oleh orang Papua, kecuali Barisan Merah-Putih saja yang harus kita basmikan dari Tanah Papua, selain daripada itu ialah organisasi milik orang Papua, dan dipimpin oleh orang Papua, dan bersama-sama berjuang untuk Papua Merdeka jadi tidak perlu ditakuti, apalagi dimusuhi.

PMNews: Apakah ada himbauan kepada mereka menanggapi perkembangan di dalam negeri saat ini?

TRWP: Semua organisasi, semua pemimpin dan aktivis dan seluruh rakyat West Papua punya mata dan telinga, punya hatinurani dan nenek-moyang yang memberikan arah dan perlindungan.

Jadi saya tidak diberi hak oleh Tuhan dan nenek-moyang untuk memaksa siapapun untuk melakukan apapun, termasuk berbagung ke manapun. Tanggungjawab saya ialah “menunjukkan kebenaran” secara rasional, strategis dan profesional, dengan menjauhkan politik panas-panas tahi ayam, politik buru-pungut, dan taktik bernyanyi di berpantun  lawan. Itulah sebabnya General Mathias Wenda merasa perlu dibentuk sebuah Sekretariat-General, walaupun dalam organisasi militer manapun jarang ada struktur seperti, sebagai wadah sementara dalam rangka pembenahan menejemen organisasi perjuangan bangsa Papua untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

Jadi, TRWP tidak berbicara dialogue dengan NKRI, karena itu tugas OPM. Sama dengan itu, TRWP tidak punya tugas menghimbau organisasi politik manapun yang ada di dalam maupun di luar negeri, seperti nama-nama yang Anda sebutkan tadi. TRWP hanya berbicara tentang perang melawan penjajah, bukan berbicara dengan orang Papua atau berdialogue dengan NKRI.

+++

Setelah ini dilanjutkan dengan pembicaraan-pembicaraan lain yang tidak perlu dimuat dalam berita ini.

+++

PMNews: Selanjutnya apa himbauan secara khusus untuk para tokoh dan aktivis KNPB?

TRWP: Kalau Anda minta himbauan khusus kepada KNPB, yang kami minta jangan main api tanpa Pa’ndo, kalau mau main api harus pakai pa’ndo, supaya biar bara api, biar batu yang telah panas, biar ubi bakar di dalam api atau ditanam di dalam abu panaspun, semuanya bisa diangkat. Kalau kita lakukan semua ini tangan kosong, kita bisa dibilang terganggu secara mental, bisa dibawa ke RS Jiwa di Abepura.

Tidak ada himbauan khusus kepada KNPB karena mereka sudah mengerti maksud daripada semua ilustrasi ini. Ini anak TK-pun akan paham maksudnya, apalagi para sarjana dan mahasiswa yang bergerak di KNPB.

Tadi saya sudah bicara barang-barang yang sangat penting dan pasti mereka akan paham.

PMNews: Apakah TRWP menilai KNPB masih dalam koridor yang diinginkan TRWP dan OPM?

TRWP: Di dalam koridor atau di luar koridor bukan penting. Intisarinya Papua harus merdeka, dan untuk itu harus ada orang yang bergerak untuk itu, dan KNPB melakukan itu dengan jelas dan pasti. Yang panting tiga prinsip tadi, pertama biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu; kedua, jangan berpantun di atas panggung orang lain, dan ketiga, kalau main api harus pakai pa’ndo, jangan pakai tangan.

PMNews: Maaf, harus dijelaskan apa arti pa’ndo?

TRWP: Itu jepit-jepit, atau kayu jepitan yang biasa kita pakai untuk menjepit batu panas, menjepit ubi atau singkong, atau keladi atau jagung atau kacang dari dalam api, untuk membalik-balik atau untuk mengangkat keluar atau untuk memasukkan ke dalam api. Saat bakar-batu atau barapen juga kita pakai Pa’ndo untuk menjepit batu panas.

PMNews: Terimakasih. Sebelum kami menutup, kami coba simpulkan apa yang kami pahami dulu.

Jadi, TRWP tidak punya sikap apa-apa terhadap dinamika politik dan keamanan yang ada di dalam negeri. Kedua, TRWP tidak punya saran secara khusus terhadap KNPB? Secara umum saja ada saran dan himbauan dengan tiga ilustrasi tadi. Begitu?

TRWP: Anda boleh katakan begitu. Tetapi pesan untuk KNPB secara khusus dan organisasi serta pejuang Papua Merdeka pada umumnya sudah jelas tadi. Saya ulangi lagi, pertama perjuangan terus dilanjutkan, sampai titik darah penghabisan, sampai cita-cita luhur bangsa Papua tercapai; kedua, apapun yang terjadi, tidaklah menjadi alasan untuk kita mundur selangkah-pun dari tekad dan cita-cita kita; terakhir, akan tetapi dalam permainan ini kita harus bertindak secara pandai dan lihai: harus ada strategi dan taktik, tidak bermain secara emosional, apalagi membabi-buta.

PMNews: Terimakasih banyak, lain kali kita sambung.

TRWP: Salam hormat, Merdeka Harga Mati! Lain kali kita sambung tentang Panggung dan Pantun tadi.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny