Paulus Waterpauw sarankan Lukas Enembe mundur

Chandra Hamdani Noor, ANTARANews

Kam, 29 September 2022 6.32 PM

Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw menyarankan agar Gubernur Papua Lukas Enembe mundur dari jabatannya setelah menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

“Dalam hati ini saya menangis melihat masyarakat yang ditinggal pemimpinnya tanpa bertanggung jawab. Sedih hati kita ini. Dan bikin malu menurut saya,” kata Paulus kepada awak media seusai mengikuti Pengarahan Presiden Joko Widodo Kepada Seluruh Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Pangdam, Kapolda, dan Kajati di Jakarta Convention Center, Kamis.

“Apalagi hedonisme yang ditunjukkan dengan cara menghabis-habiskan uang rakyat. Menurut saya tidak pantas menjadi pemimpin itu. Lebih baik dia mundur saja daripada nanti dia ditangkap KPK,” ujarnya menambahkan.

Mantan Kapolda Papua itu menegaskan bahwa saran yang disampaikan-nya datang dari suara sebagai sesama Orang Asli Papua tanpa ada dorongan dari pihak lain.

Baca juga: Paulus Waterpauw somasi kuasa hukum Lukas Enembe

Baca juga: Moeldoko: Kasus Lukas Enembe murni soal hukum

Paulus menegaskan kembali bahwa pihaknya sudah melayangkan somasi kepada pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, setelah namanya disebut-sebut terlibat dalam upaya kriminalisasi dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Lukas Enembe.

Paulus juga menjelaskan lagi duduk perkara mengenai pencalonannya sebagai Wakil Gubernur Papua menggantikan Klemen Tinal yang meninggal dunia pada 21 Mei 2021.

Menurut Paulus pengajuan namanya itu disampaikan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.

“Itu dari Golkar, Airlangga sendiri yang datang ke sana mengatakan bahwa calon kami pengganti almarhum Klemen Tinal sebagai Ketua DPD Golkar (Papua) adalah Paulus Waterpauw. Itu sesungguhnya hak Golkar untuk Wagub, bukan hak (Partai) Demokrat,” ucapnya.

Sebagai informasi, KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Baca juga: KPK segera panggil kembali Lukas Enembe

KPK belum mengumumkan secara resmi soal status tersangka Lukas Enembe. Adapun untuk publikasi konstruksi perkara dan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan dilakukan pada saat telah dilakukan upaya paksa baik penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka.

Lukas Enembe sudah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada 12 dan 26 September 2022.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis, memastikan bahwa pihaknya akan kembali melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada Lukas Enembe meski ia tidak menyebut secara rinci jadwal yang dimaksud.

Tekanan internasional terhadap Indonesia untuk memberikan akses kepada Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia meningkat

Kata-kata keras dari Komisi UE [Uni—Eropa]

Senin ini, dalam menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan oleh MEP dan Wakil Ketua IPWP, Presiden Carles Puigdemont, Wakil Presiden dan Perwakilan Tinggi Persatuan Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Josep Borrell, menyatakan bahwa “Uni Eropa mendorong Indonesia untuk mengizinkan PBB Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia untuk mengunjungi West Papua dan telah mendesak Indonesia untuk menyampaikan undangan tetap kepada semua Pelapor Khusus dan pemegang Mandat.”

Pernyataan dukungan yang tegas untuk kunjungan tersebut, yang dibuat atas nama Komisi UE [Uni-Eropa]🇪🇺, menambah semakin banyak negara bagian dan badan regional yang telah menyuarakan keprihatinan atas pelanggaran hak asasi manusia di West Papua dan penolakan akses berkelanjutan Indonesia untuk kunjungan dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia. Ini termasuk Forum Kepulauan Pasifik (PIF) dan Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia dan Pasifik (OACPS – yang sebelumnya ACP).

Borrell juga menanggapi pertanyaan yang diajukan mengenai perjanjian perdagangan UE dengan Indonesia, yang memasuki putaran ke—11 yang negosiasi pada November lalu, dan apakah catatan hak asasi manusia Indonesia (dalam konteks West Papua) akan dipertimbangkan atau tidak. Dia mencatat keprihatinan berkelanjutan berkaitan dengan ‘pengamanan kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai di West Papua’ dan bahwa akan ada kebutuhan untuk menghormati hak asasi manusia untuk ‘ditanamkan dalam Perjanjian Perdagangan Bebas apa pun’.

Mengenai jumlah dana yang telah dialokasikan Komisi [Uni-Eropa] untuk West Papua sejak 2001, pertanyaan yang juga diajukan oleh Puigdemont, Borrell menyatakan dana EUR 4,7 juta telah dikirim, meliputi bidang ‘demokrasi, masyarakat sipil, proses perdamaian, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perencanaan penggunaan lahan’. Dia menambahkan bahwa UE juga telah menghabiskan dana EUR 112 juta pendanaan proyek di Indonesia terkait dengan perubahan iklim, deforestasi, pendidikan, kesehatan dan hak asasi manusia, yang mencakup operasi di West Papua.

UE sendiri baru-baru ini mengadopsi kerangka kerja bisnis dan hak asasi manusia baru, yang menguraikan uji tuntas wajib hak asasi manusia dan lingkungan sehubungan dengan bagaimana dana dibelanjakan. Dalam kasus West Papua, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana uang ini sebenarnya telah dibelanjakan oleh Indonesia dan kewajiban UE dalam menyediakannya.

Dukungan dari masing-masing negara anggota UE [Uni-Eropa]

Dalam intervensi penting dari bekas kekuasaan kolonial, Dewan Perwakilan Rakyat Belanda juga mengadopsi mosi mereka sendiri yang menyerukan UNHCHR untuk mengunjungi West Papua, pada 1 Februari kemarin.

Ini mengikuti komentar yang dibuat Januari lalu oleh Menteri Luar Negeri Belanda, yang menyatakan bahwa, ‘penting untuk mendapatkan kunjungan seperti itu’ oleh Komisaris Tinggi ‘sesegera mungkin’.

Pada 18 Maret 2021, Komite Urusan Luar Negeri Senat Spanyol juga mengeluarkan mosi yang meminta Pemerintah Spanyol untuk mengungkapkan keprihatinannya tentang situasi hak asasi manusia di West Papua dan mendesak Pemerintah untuk juga mendukung kunjungan Komisaris Tinggi. Dalam hal kunjungan semacam itu terus diblokir, Senat mendorong Pemerintah Spanyol🇪🇸 untuk mendukung mosi tentang West Papua di Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Menanggapi pertanyaan lanjutan yang dilontarkan Senator Basque dan Wakil Ketua IPWP, Gorka Elejabarrieta, pada tanggal 2 Desember lalu , pemerintah Spanyol menegaskan dukungannya agar kunjungan tersebut dapat dilanjutkan. Mengacu pada akses yang telah lama ditolak, tanggapan tersebut juga mencatat bahwa ‘dukungan untuk OHCHR memerlukan penolakan umum terhadap tindakan pencegahan apa pun yang diadopsi oleh otoritas nasional untuk menghalangi kunjungan dan inspeksi di lapangan’.

Ini merupakan tambahan dari mosi dukungan yang diucapkan dengan suara keras, yang disahkan dengan suara bulat oleh Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Basque, Pada 8 Oktober 2021. Resolusi tersebut mencatat bahwa, ‘lebih dari 500.000 orang telah tewas dalam genosida terhadap penduduk asli,’ mengecam pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang West Papua, dan menyerukan kunjungan PBB ke wilayah tersebut.

Komentar mendukung juga telah dibuat oleh pemerintah Inggris🇬🇧.

Kantor Komisaris Tinggi telah mengatakan bahwa mereka masih bertujuan untuk mengamankan akses ke West Papua, tetapi hambatan sedang dihalangi oleh negara Indonesia. Pada tanggal 30 November tahun lalu kantor Komisaris Tinggi mengeluarkan pernyataan dengan kata-kata keras yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia di West Papua.

Juga pada 1 Februari, Perdana Menteri Pemerintahan Sementara ULMWP, Edison Waromi, menyatakan bahwa mereka siap dan menunggu untuk menyambut Komisaris Tinggi dan inilah yang dibutuhkan orang West Papua dari komunitas internasional.

Ketika pengawasan internasional semakin intensif, Indonesia kehabisan alasan untuk tidak mengizinkan akses ke Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.
________________
Sumber: (https://www.ipwp.org/ipwp-news/international-pressure-on-indonesia-to-allow-access-for-the-human-rights-high-commissioner-intensifies/)

#UE #UniEropa #UK #NL #Netherlands #Basque #Catalunya #Spain #Spanyol #SenatSpanyol #UN #UnitedNation #UNHC #UNHCR #UNHCHR #OHCHR #WestPapua #Referendum #FreeWestPapua

Government pledges assurance to investors to realize plans for petrochemica

(26-8-2013)

Industry Minister has pledged government help for investors in order to realize plans to build a massive petrochemical complex in West Papua.

The Minister met with senior managers of German industrial giant Ferrostaal, which, together with Indonesia’s Chandra Asri, plans to build a US$2 bln petrochemical facility in Bintuni Bay, West Papua, but is waiting for assurances on natural gas supply, as per thejakartaglobe.com. Other companies, including South Korea’s LG International and state-owned fertilizer producer Pupuk Indonesia, plan to invest in Bintuni Bay, which could lead to the development of a US$7 billion petrochemical complex.

The proposed development is situated near the BP-operated Tangguh liquefied natural gas plant, which is currently undergoing a US$12 bln expansion to boost capacity by 50% from the present 7.6 miln tons of LNG available through existing facilities. Tangguh serves several fields that are estimated to have combined reserves of 14.4 trillion cubic feet. As per the Minister, Ferrostaal has already concluded a feasibility study on the project, which found “it would not be valid unless there is an assurance of natural gas supply.”

Peter O’Neill: ULMWP proving that it is a united body that represents the collective views of the people of West Papua

Dilaporkan oleh Perdana Menteri Solomon Islands, pendukung utama Papua Merdeka di kawasan Pasifik Selatan:

…Prime Minister O’Neill expressed the ULMWP’s membership of the MSG is …rather the ULMWP proving that it is a united body that represents the collective views of the people of West Papua just as the FLNKS is evidently a united body representing the collective views of the Kanaks of New Caledonia.

Ada enam kata dicabut keluar dari kutipan di atas “is not an issue to PNG“.

OPM, TPN/OPM, TPN PB, TNPB, NRFPB, WPNCL, WPRA, ULMWP, PNWP, WPNA…

Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN/ OPM) artinya tentara bisa juga, organisasi politik juga bisa. Akibatnya semua orang di dunia menjadi bingung, saya pikir kita sendiri juga bingung sendiri, karena itu kami juga taruh nama pakai strep atau grais miring. Semua orang tahu, garis miring dalam sebuah nama artinya apa? Tetapi OAP menganggap itu biasa dan itu benar!
TPN PB, membantu kita memahami dengan jelas, bahwa tentara tidak digabung menggunakan tanda garis miring (/) dan disambung dengan OPM lagi. Akan tetapi nama ini juga masih perlu diperjelas. Apa artinya Papua Merdeka (dalam singkat OPM)? Semua orang tahu itu artinya “Papua Merdeka”, berarti yang mau merdeka ialah “Papua”, jadi tidak menggunakan kata “Barat”, bukan “Organisasi Papua Barat Merdeka”. Tetapi tentara-nya menggunakan singkatan TPN PB, di mana ada kata “Papua Barat”. Secara konseptual, masih menimbulkan pertanyaan, “Apa ini dunia yang sulit paham, atau OAP ayng salah paham?”
Sama halnya dengan KNPB

TAMBANG : Salah satu lokasi tambang PT. Freeport Indonesia di Timika yang diduga menghasilkan uranium

Freeport Produksi Uranium

TAMBANG : Salah satu lokasi tambang PT. Freeport Indonesia di Timika yang diduga menghasilkan uranium
JAYAPURA [PAPOS] – Freeport diduga menggali bahan baku uranium secara diam-diam sejak delapan bulan silam, kata Yan Permenas Mandenas S.Sos Ketua Fraksi Pikiran Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua di Jayapura, Selasa, di ruang kerjanya.

“Kegiatan ini dilakukan secara tersembunyi dan telah berlangsung cukup lama,” ungkapnya yang juga anggota Komisi C DPRDP.

Ia menambahkan, Freeport telah mencuri hasil kekayaan masyarakat Papua dan membohongi pemerintah dengan hasil tambang yang disalurkan lewat jaringan pipa-pipa bawah tanah. “Selain emas, uranium juga diproduksi oleh Freeport,” tambahnya.

Informasi ini menurutnya, didapatkan dari sejumlah masyarakat dan karyawan Freeport di Timika. “Selain karyawan dan masyarakat, saya juga mendapat laporan dari sumber yang dapat dipercaya,” tandasnya.

Hal ini sangat disayangkan mengingat pajak yang didapatkan dari perusahaan emas terbesar didunia ini, hanya berjumlah Rp30 milyar pada tahun lalu.

Mandenas juga mengeluhkan, bahwa dewan belum bisa bergerak karena terkendala masalah klasik, yaitu belum ada alokasi dana untuk turun ke lapangan.”Kami belum bisa ke lapangan karena terkendala dana,” katanya.

DPRD Mimika Belum Tahu

Sementara itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mimika belum mengetahui apakah betul PT. Freeport Indonesia juga menambang bahan baku Uranium dalam kegiatan eksplorasinya selain Emas dan Tembaga sesuai dengan Kontrak Karya dengan Pemerintah Indonesia.

Wakil Ketua I DPRD Mimika Yan Piet Magal dalam Jumpa Pers di ruang VIP DPRD Mimika, Rabu (14/7)mengatakan, hingga kini DPRD Mimika belum menerima laporan baik dari manajemen Freeport maupun karyawan terkait dengan betul tidaknya PT. Freeport Indonesia juga melakukan penambangan bahan baku uranium. “ Kami dewan belum tau soal ini, saya juga baru dengar,” ujarnya.

Menurutnya, Dewan sendiri belum meyakini kebenaran informasi ini karena belum ada penelitian lebih dalam dari orang yang berkompeten dalam bidang ini.

Namun dia menegaskan apabila informasi ini betul, maka harus ada penangan yang baik sehingga tidak berdampak pada lingkungan dan mahluk hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia. “Kalau ini betul maka penduduk yang bermukim disekitar lokasi penambangan PT. Freeport Indonesia harus direlokasi karena sangat berbahaya dan ini merupakan tanggung jawab pemerintah,” ungkapnya.

Dikatanya, jikalau ada penambangan bahan baku Uranium oleh PT. Freeport Indonesia pasti Pemerintah Indonesia mengetahuinya karena keluar masuknya barang perusahaan dalam pengawasan pihak keamanan dan pemerintah dalam hal ini Bea Cukai Timika.

“ Kami serahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat karena yang melakukan MoU adalah Pemerintah Pusat dan PT. Freeport Indonesia,” tuturnya.

Ditempat terpisah Dosen Teknik Mineral Universitas Negeri Cenderawasih (Uncen), Endang Hartiningsih,MT di Jayapura, Rabu menanggapi keberadaan sumber daya uranium di wilayah Papua dan pendapat seorang anggota DPR Papua (DPRP) bahwa PTFI menambang uranium secara diam-diam.

Menurut dia, secara geologi, Papua memiliki sumber daya uranium karena wilayah ini tersusun oleh batuan beku ultrabasa.

“Bahan-bahan radioaktif seperti uranium terkandung dalam batuan beku ultrabasa dan ini banyak dijumpai di wilayah Papua, namun berdasarkan data yang ada, PTFI tidak menambang uranium. Jika hal itu dilakukan maka dibutuhkan penanganan khusus dan Freeport sendiri harus mengantoingi izin pemerintah,” ujar Endang.

Berkaitan dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap bahan tambang yang mengandung unsur radioaktif, dia mengatakan, perlu penanganan khusus yang berbeda dari kegiatan penambangan lainnya karena termasuk bahan galian vital bagi kepentingan negara dan masyarakat luas.

Selain itu, lanjut Endang, bahan radioaktif tentu memiliki dampak yang cukup membahayakan bagi lingkungan hidup, termasuk manusia jika tidak ditangani secara benar. Oleh sebab itu, penelitian, pengembangan dan pemanfaatannya diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.

“Sejauh ini belum ada kegiatan eksplorasi lebih lanjut mengenai sumber daya radioaktif di Papua. Jika sudah ada penelitian dan pengembangannya pasti dilakukan lembaga pemerintah, misalnya oleh BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional),” ujarnya.

Pengelolaan bahan galian radioaktif diatur dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaga Nukliran.

Dalam penjelasannya disebutkan, pemanfaatan tenaga nuklir harus mendapat pengawasan yang cermat agar selalu mengikuti segala ketentuan di bidang keselamatan tenaga nuklir sehingga pemanfaatan tenaga nuklir tersebut tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup.

Sementara itu, Budiman Moerdijat selaku Manager Corporate Communications PTFI melalui siaran pers menyatakan, sehubungan dengan pemberitaan di Antara pada Selasa (13/7)berjudul “Freeport Produksi Uranium Secara Diam-diam,” pihaknya menyampaikan klarifikasi bahwa hal tersebut adalah tidak benar.

“PT Freeport Indonesia adalah perusahaan pertambangan umum dengan produk akhir berupa konsentrat yang mengandung logam tembaga, emas dan perak,” katanya.

Sedangkan mengenai pembayaran pajak perusahaan kepada Pemerintah Indonesia tahun 2009, PTFI memberikan klarifikasi isi berita yang menyebutkan pajak yang didapatkan dari perusahaan emas terbesar didunia ini, hanya berjumlah Rp30 milyar pada tahun lalu.

PTFI dengan ini memberitahukan bahwa selama Januari sampai Desember 2009, Freeport Indonesia telah melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemerintah Indonesia.

Kewajiban pembayaran pajak itu sebesar 1,4 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 13 triliun dengan kurs saat ini, yang terdiri dari Pajak Penghasilan Badan, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah serta pajak-pajak lainnya sebesar 1 miliar dolar AS.

Selain itu royalti 128 juta dolar AS serta dividen sebesar 213 juta dolar AS.

Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan pembayaran untuk periode bulan Januari sampai Desember 2008 yang mencapai 1,2 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas dan tingkat produksi.

Dengan demikian, total kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada Kontrak Karya tahun 1991 yang telah dibayarkan Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia sejak tahun 1992 sampai 2009 adalah sebesar 9,5 miliar dolar AS.

Jumlah tersebut terdiri dari pembayaran Pajak Penghasilan Badan, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah, serta pajak-pajak lainnya sebesar 7,6 miliar dolar AS, royalti 1 miliar AS dan dividen sebesar 900 juta dolar AS. [bela/sped/ant]

Ditulis oleh Bela/Sped/Ant
Kamis, 15 Juli 2010 00:00

Surat Gembala Dewan Gereja Papua menyikapi situasi Papua Terkini

05 / VI / DGP / 2021

Pengantar

Kami Dewan Gereja Papua menilai bahwa polemik Sekda dan surat Radiogram no.T.121.91/4124/OTDA tentang pengangkatan SEKDA Dance Flassy sebagai PLH Gubernur Provinsi Papua tidak terlepas dari sebuah skenario besar pemerintah pusat di Jakarta untuk melakukan politik pecah belah terhadap sesama orang Papua. Hal ini juga untuk melanggengkan kelanjutan pelaksanaan Otonomi Khusus dan rencana pemekaran wilayah Daerah Otonomi Baru, tanpa melibatkan rakyat Papua sebagai pihak yang menjadi subjek pembangunan negara. Polemik ini merupakan kelanjutan dari adanya dua versi pengangkatan dan pelantikan SEKDA Papua, yaitu versi Provinsi Papua dan versi Kementrian Dalam Negeri pada tanggal 1 Maret 2021. Kami menilai bahwa hal ini juga merupakan upaya Negara untuk mengelak dari tuntutan upaya penyelesaian empat akar masalah Papua yang telah disimpulkan oleh LIPI sebagai akar konflik di Papua. Empat akar masalah tersebut yaitu ;

Diskriminasi Rasial dan Marginalisasi; Pelanggaran Hak Asasi Manusia Kegagalan Pembangunan Status sejarah Politik Papua Menegaskan hasil temuan LIPI tentang akar konflik di Papua, kami para pemimpin gereja Papua menyimpulkan bahwa berdasarkan pengalaman penderitaan bersama rakyat Papua, maka akar persoalan konflik Papua dan Negara adalah Rasisme sebagai “jantung” dan “nada dasar “ yang menjadi landasan terjadinya kekerasan dan penindasan terhadap orang Papua oleh negara . Saat ini kami sedang menghadapi persoalan besar yang dialami oleh umat kami yaitu; Konflik di Nduga sejak Desember 2018 yang masih terus berlangsung sampai saat ini, dan telah mengakibatkan pengungsian internal besar-besaran (Internal Displaced Persons). Konflik di Intan Jaya sejak Desember 2019 sampai sekarang yang telah menelan korban para gembala dan petugas gereja sehingga juga mengakibatkan pengungsian besar-besaran (Internal Displaced Persons). Konflik di Puncak sejak 2021 yang menyebabkan korban rakyat sipil dan pengungsian besar-besaran (Internal Displaced Persons). Pengungsian (IDPs) dari Tembagapura pada Januari 2020 Dampak dari konfik ini menyebabkan ribuan manusia Papua terabaikan dan tidak diperhatikan meskipun mereka sedang mati terus-menerus. Konflik ini terjadi sebagai dampak dari dropping pasukan yang terus menerus dan berlebihan di wilayah tersebut dan wilayah lain di seluruh Tanah Papua. Hal ini menunjukkan pendekatan Jakarta dalam penyelesaian konflik di Papua dengan menggunakan pendekatan militeristik. KAMU MUNGKIN SUKA Jared Kushner & Ivanka Trump Dropped Off The Planet 6 Reasons To Worry About Meghan And Harry Marriage Barron Trump Is A Mystery: 7 Little-Known Facts About The Guy We Can’t Believe She’s Been Around This Long ; Kami menilai bahwa skenario polemik SEKDA, Perpanjangan Otsus dan Pemekaran Daerah merupakan upaya pengalihan isu terkait operasi militer yang telah diuraikan sebelumnya. Negara telah mengabaikan persoalan subtansial dan menganggap persoalan Pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagai persolan tidak penting dan sampingan. Perpanjangan OTSUS dan Pemekaran daerah bukan merupakan hal darurat untuk menyelesaikan persoalan dan konflik di Papua, melainkan justru menimbulkan konflik berlanjut.  Rakyat Papua telah melakukan penolakan terhadap perpanjangan Otonomi Khusus. Ada 700.000 orang Papua yang telah menyatakan OTSUS gagal melalui petisi Tolak OTSUS. Jika Perpanjangan OTSUS dipaksakan seperti langkah-langkah Jakarta beberapa tahun terakhir ini, apakah mereka akan dicap sebagai teroris? Persoalan Rasisme yang telah terjadi pada tahun 2019, adanya pelabelan gerakan rakyat sipil Papua yang, melawan ketidakadilan sebagai kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang kemudian diumumkan oleh menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, sebagai kelompok teroris pada tanggal 29 April 2021 telah memunculkan stigma baru terhadap orang Papua sebagai Teroris. Memperhatikan hal-hal tersebut, maka kami Dewan Gereja Papua merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut Kepada Pemerintah Pusat: Pemerintah Pusat di Jakarta segera menghentikan politik adu domba sesama orang Papua lewat polemik antara Gubernur Provinsi Papua dan Sekertaris Daerah Provinsi Papua mengingat saat ini rakyat Papua sedang berada dalam situasi duka karena konflik dan pelanggaran HAM berkepanjangan. Pemerintah segera menghentikan stigmatisasi dan pembunuhan karakter para pejabat orang asli Papua sebagai “separatis”, yang polanya telah berulang sejak berdirinya provinsi Irian Barat pada tahun 1963. Kami menilai bahwa hal ini menunjukkan ketidakpercayaan Jakarta terhadap Papua sebagai salah satu provinsi di Indonesia. Hal ini justru semakin memperkeruh konflik yang sudah terjadi sangat lama antara Jakarta Papua. Pemerintah segera hentikan segala proses pengambilan keputusan yang bersifat sepihak memaksakan keberlangsungan Otonomi Khusus Papua tanpa melibatkan rakyat Papua dan mendengarkan aspirasi rakyat yang telah menolak perpanjangan Otonomi Khusus lewat Petisi Rakyat Papua yang saat ini sudah mencapai 700.000 tandatangan. Melihat kebijakan-kebijakan negara terkait Papua beberapa waktu ini yang sangat penuh dengan pendekatan militeristik, maka kami mempertanyakan sejauh mana kewenangan Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara Republik Indonesia dalam mengambil keputusan kebijakan politik dan pembangunan di Papua. Pemerintah Indonesia lewat kepemimpinan Presiden Joko WIdodo segera membuka akses dan mengijinkan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB, berbagai Tim investigasi independen international dari Pacific Island Forum, negara-negara African Caribbean and Pacific (ACP)  serta media asing untuk masuk ke Papua , seperti yang sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam berbagai pernyataannya. Pemerintah Indonesia segera mengupayakan penyelesaian konflik Papua dan Jakarta dengan menindaklanjuti pernyataan Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 September 2019 untuk bertemu dengan kelompok proreferendum.  Kepada Umat Allah di Papua; Situasi konflik dan polemik SEKDA Provinsi Papua ini harus dilihat sebagai satu bagian kecil dari seluruh bagian besar skenario konflik yang sedang dilaksanakan oleh Jakarta untuk Papua. Ini adalah upaya Indonesia memecah belah orang Papua, yang polanya sudah terjadi sejak tahun 1960an. Kita telah dipecah-belah dengan menggunakan sentimen relasi, yaitu Papua Gunung-Papua Pantai, Papua suku ini dan suku itu, Papua Islam dan Kristen. Ini semua berangkat dari adanya pandangan rasis terhadap orang Papua yang dianggap terbelakang dan primitif. Oleh karena itu kami menghimbau agar seluruh umat Papua tidak terjebak dalam skenario pecah belah tersebut sehingga orang Papua akan hidup terus dari generasi ke generasi. Kepada Dunia Internasional: Mengingat situasi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus berlanjut dan situasi manusia Papua yang semakin terpuruk, maka kami meminta kepada pihak internasional : Kepada Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB untuk segera melakukan intervensi kemanusiaan ke Tanah Papua untuk melihat secara langsung dampak dari konflik dan pelanggaran HAM di Tanah Papua. Terkait polemik OTSUS Papua, kami melihat tidak adanya itikad baik negara untuk menyelenggarakan evaluasi Otonomi Khusus Papua secara komprehensif dengan melibatkan seluruh rakyat Papua, lewat mekanisme yang diatur didalam UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua itu sendiri. Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representatif kultural rakyat Papua telah berupaya untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di seluruh Wilayah Adat Papua, namun dalam prosesnya, telah digagalkan sendiri oleh negara. Bahkan Negara terus memaksakan perpanjangan pelaksanaan Otonomi Khusus secara sepihak. Oleh karena itu kami meminta negara-negara pendukung dana dan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, yaitu Anggota Uni Eropa, Amerika Serikat dan Australia untuk segera mengirimkan delegasi ke Papua dan melihat langsung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua. Kepada Negara-negara Anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) untuk terus memasukkan persoalan West Papua melalui ULMWP sebagai  salah satu agenda di dalam pertemuan MSG Leader Summit yang akan segera dilaksanakan pada tahun ini. Kepada negara-negara Anggota Pacific Island Forum untuk terus memasukkan persoalan Hak Asasi Manusia di Papua sebagai  salah satu agenda di dalam pertemuan PIF Leaders Summit yang akan segera dilaksanakan pada tahun ini. Situasi konflik Papua jika terus menerus dibiarkan maka Papua akan terjadi seperti yang digambarkan oleh rekan kami hamba Tuhan Pastor Franz Magnis Suseno, SJ , “Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk ditubuh bangsa Indonesia. Kita akan ditelanjangi di dunia beradab, sebagai bangsa biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata.” (Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme, 2015, hal 2055 dan 2057).  Hal ini juga ditegaskan oleh hamba Tuhan Pastor Frans Lishout, OFM bahwa “Orang Papua telah menjadi minoritas di negeri sendiri, amat sangat menyedihkan, Papua adalah luka bernanah di muka Indonesia”. (Buku Guru dan Gembala Bagi Papua, 2020, hal 601). Sebagai penutup dari surat gembala ini, kami hendak menegaskan bahwa jika negara tidak segera menyelesaikan konflik di Papua maka Papua akan terus menjadi persoalan seperti duri di dalam daging yang akan terus menerus menusuk dan menyakitkan.   Jayapura, 27 Juni 2021 DEWAN GEREJA PAPUA    Pdt. Benny Giay (Moderator) Pdt. Andrikus Mofu       Pdt. Dorman Wandikbo       Pdt. Socrates S. Yoman

Artikel ini telah tayang di jubi.co.id -LINK Sumber- https://jubi.co.id/surat-gembala-dewan-gereja-papua-menyikapi-situasi-papua-terkini/

Artikel ini telah tayang di jubi.co.id -LINK Sumber- https://jubi.co.id/surat-gembala-dewan-gereja-papua-menyikapi-situasi-papua-terkini/

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages