Pengurus Baru AMP Kota Malang Dilantik

Suasana serahterima jabatan Ketua AMP Malang. Foto: Ist.

Malang, MAJALAH  SELANGKAH — Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang melantik dan melakukan serahterima jabatan dari pengurus lama kepada pengurus baru, Minggu (23/02/14) lalu. Pelantikan dan serahterima ini dilakukan setelah AMP Malang sempat vakum selama 4 tahun.

Di hadapan kurang lebih 60 orang yang terdiri dari Senioritas, pelajar Mahasiswa Papua di Malang serta beberapa perwakilan dari AMP Komite kota Surabaya Ketua AMP lama, Jack Hubby digantikan Ketua AMP Malang baru, Charles Sondegau.

Ketua AMP lama, Jack Hubby mengatakan, Papua saat ini mengalami banyak masalah mulai dari masalah sosial, ekonomi, politik hinggga pada masalah HAM yang sangat menonjol serta eksploitasi SDA yang terus berjalan sejak diintegrasikan Papua ke dalam NKRI melalui PEPERA yang dianggap cacat hukum karena tidak berlangsung sesuai dengan Hukum Internasional yang berlaku pada saat itu.

Karena itu, harapnya, pengurus AMP baru bisa dapat menyuarakan masalah-masalah yang ada di Papua sesuai dengan AD dan ART AMP.

Dalam keterangan yang diterima majalahselangkah.com sore ini, BPH IPMAPA Malang, Anton Nawipa mengharapkan,

“Kita berbicara dan bertindak. Kami inginkan bukti di lapangan bukan hanya sekedar kata-kata. Kami IPMAPA akan selalu berada di belakang kawan-kawan AMP, maju, maju dan terus maju,”

ungkap Ketua IPMAPA Malang. (MS/Yermias Degei)

Selasa, 25 Februari 2014 19:00, MS

Melawan Perintah Otopsi Jenasah Danny Kogoya, Kepala RS Vanimo Ditahan

Family Support Center di RS Vanimo saat diresmikan 2 tahun lalu (IST)

Jayapura, 9/1 (Jubi) – Pengadilan Vanimo hari ini, Kamis (9/1) telah memerintahkan Kepolisian Vanimo untuk menangkap Kepala Rumah Sakit Vanimo, Dokter Stela Jimmy. Dokter ini ditangkap karena telah melawan perintah pengadilan dalam penyelidikan kematian Danny Kogoya.

Bonn Amos, Magistrate Coroner di Pengadilan Vanimo, melalui telepon selulernya membenarkan penangkapan kepala Rumah Sakit Vanimo ini. Amos, pejabat Pengadilan Vanimo yang mengeluarkan laporan kematian Danny Kogoya sebagai kasus pembunuhan ini mengatakan polisi Vanimo menahan Dokter Stella karena dokter ini mengeluarkan surat atas nama rumah sakit yang menunjuk doter lain untuk melakukan otopsi jenazah Danny Kogoya. Ini berlawanan dengan perintah pengadilan Vanimo dan permintaan keluarga.

“Ya. Pengadilan telah memerintahkan polisi Vanimo untuk menahan kepala Rumah Sakit Vanimo. Ia ditangkap sekitar jam 9.30 tadi dan sudah dibawa ke pengadilan. Dokter ini ditahan karena melawan perintah pengadilan. Pengadilan telah memerintahkan dokter Philip Gopak dari Port Moresby dan seorang dokter dari Srilanka untuk melakukan otopsi, tapi dokter Stella menunjuk dokter lain.”

kata Bonn Amos kepada Jubi melalui telepon selulernya, Kamis (9/1) pagi.

Amos juga menegaskan bahwa kasus kematian Danny Kogoya ini berada di wilayah hukum Papua New Guinea (PNG) sehingga dalam hal ini, siapapun harus tunduk pada perintah pengadilan PNG.

“Danny Kogoya meninggal di PNG. Pengadilan Vanimo sudah memastikan ia meninggal karena dibunuh dan sudah ada perintah pengadilan untuk melakukan penyelidikan dan melakukan otopsi oleh dokter yang ditunjuk pengadilan. Ini wilayah hukum PNG. Siapapun tidak boleh melakukan tindakan apapun terhadap jenazah Danny Kogoya tanpa sepengetahuan pengadilan PNG. Sekalipun itu pihak Rumah Sakit atau Konsulat Indonesia. Jenazah Danny Kogoya milik negara saat ini.”

kata Bonn Amos.

Informasi yang dikumpulkan Jubi mengindikasikan adanya konspirasi yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Vanimo dengan pihak tertentu yang berkepentingan dengan jenazah Danny Kogoya. Pihak Rumah Sakit diketahui telah memaksa keluarga Danny Kogoya untuk melakukan otopsi pada tanggal 7 Januari 2013. Meskipun sebelumnya telah disepakati oleh masing-masing pihak bahwa otopsi harus dilakukan paling lambat tanggal 7 Januari, namun otopsi ini gagal dilakukan pada tangggal tersebut. Dokter yang ditunjuk pengadilan masih berlibur sedangkan dokter yang ditunjuk Rumah Sakit Vanimo tak bisa datang karena anaknya mengalami kecelakaan. Karena dokter yang ditunjuk oleh Rumah Sakit ini tak bisa datang, pihak Rumah Sakit memaksa keluarga Danny Kogoya untuk memastikan dokter Philip Gopak melakukan otopsi pada hari itu juga, tanggal 7 Januari dengan alasan jenazah Danny Kogoya harus dikeluarkan dari Vanimo secepatnya karena membawa virus penyakit berbahaya, sementara otopsi untuk mengetahui penyebab kematian Danny Kogoya belum pernah dilakukan.

“Karena dokter yang mereka tunjuk tidak bisa datang, pihak Rumah Sakit Vanimo memberi kami waktu dua jam untuk memastikan dokter Philip melakukan otopsi. Mereka bilang, jenazah harus dikeluarkan dari Vanimo karena membawa penyakit berbahaya.”

kata Jeffrey Pagawak kepada Jubi (9/1).

Menurut Jeffrey, usai pemeriksaan dokter Stella, Pengadilan Vanimo tetap memerintahkan otopsi dilakukan oleh Dokter Philip Gopak bersama seorang dokter yang independen.

“Pengadilan telah memerintahkan melanjutkan penyelidikan dan proses otopsi dilakukan oleh dua doter yang diminta keluarga. Pihak Rumah Sakit juga telah diperintahkan untuk tidak melakukan tindakan  apapun terhadap jenazah Danny Kogoya tanpa sepengetahun pengadilan.”

kata Jeffrey.(Jubi/Victor Mambor)

 January 9, 2014 at 12:30:24 WP,TJ

Dianggap Mengancam, Berbagai Upaya Dilancarkan Untuk Mematikan Aktivitas AMP Solo

Solo – Aksi Demonstasi yang gencar dilakukan oleh Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Solo belakangan ini, ternyata memberikan ancaman yang cukup serius bagi kepolisian Kota Surakarta dan Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Hal ini terbukti lewat sikap Aparat Kepolisian yang sengaja berupaya menghalang – halangi aksi yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] beberapa saat lalua, tepatnya pada saat peringatan 52 TRIKORA pada tanggal 19 Desember 2013 dan Aksi yang dilakukan pada tanggal 19 November 2013.

Selain itu upaya menghalangi aksi yang dilakukan kepolisian Surakarta juga sudah berulang kali terjadi, kejadian paling parah ketika kepolisian Surakarta mendatangi tempat tinggal (Kontrakan) Mahasiswa Papua (15/08/2013), yang saat itu sedang bersiap – siap untuk menggelar aksi, namun kepolisian yang datang merebut semua atribut aksi yang telah dipersiapkan oleh Massa AMP, yang mengakibatkan ketegangan antara kepolisian dan massa AMP terjadi, namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya AMP memilih untuk mengalah, namun demikian, massa AMP tetap besikeras melakukan aksi dengan hanya membagikan selebaran disepanjang jalan Slamet Riadi.

Berbagai macam upaya untuk mematikan pergerakan Aliansi Mahasiswa Papua di Solo oleh kepolisian Surakarta dan Kepolisian Daerah Jawa Tengah terus menerus dilancarkan, upaya kepolisian semakin nampak dengan membentuk organ tandingan bagi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP], yang dimana organ tersebut didalamnya terdapat massa bayaran beserta beberapa oknum Intel kepolisian dan TNI yang sengaja disusupi kedalam organ tersebut untuk berupaya memprovokasi massa AMP agar menciptakan bentrokan dengan massa bayaran yang telah disiapkan. Upaya ini telah coba dilakukan oleh Kepolisian pada tanggal 19 desember 2013 lalu, namun upaya polisi untuk menghalangi aksi AMP saat itu tidak berhasil, karena massa AMP sama sekali tidak terprovokasi dengan upaya – upaya yang dilakukan oleh massa bayaran yang menamai kelompok GEMPAR tersebut.

Upaya untuk mematikan gerakan AMP yang dilakukan oleh kelompok bayaran yang menamakan diri Gempar ini ternyata tidak hanya berakhir pada saat pencegatan yang mereka lakukan pada saat aksi AMP pada tanggal 19 Desember 2013 saja, namun upaya organ ini kelihatannya nyata dengan menempelkan berbagai poster dan selebararan yang rata – rata bertuliskan

” Penolakan terhadap Aksi – Aksi Yang Dilakukan Oleh AMP di Solo dan mengancam Akan Membubarkan Massa Aksi AMP yang Selalu Aksi Untuk Memisahkan Diri Dari Indonesia dan berbagai tulisan – tulisan lainnya yang bernada ancaman dan kecaman kepada Aliansi Mahasiswa Papua [AMP} Kota Solo”

di tempat – tempat umun yang biasanya didatangi oleh Mahasiswa Papua yang ada di kota solo seperti di Kampus – Kampus, dan Jalan – jalan.

Hal ini diungkapkan oleh Abugy salah seorang Mahasiswa Papua di Kota Solo yang juga anggota dari Aliansi Mahasisw Papua [ AMP] kepada papuapost.com beberapa saat lalu lewat telfone seluler, Abugi menyatakan bahwa

” Mereka menempelkan berbagai macam poster dan selebaran yang mengutuk aksi – aksi kami diseluruh kampus dan jalan – jalan yang biasanya dilalui oleh Mahasiswa Papua, namun hal itu tidak akan membuat kami takut dan berhenti sampai disini, kami sadar akan resiko yang akan kami hadapi ketika berbicara Papua Merdeka, dan saya rasa ini adalah bagian dari tantangan yang harus kami lalui, namun dari sisi lain saya rasa dengan upaya yang mereka lakukan, merekan telah kalah dan kami telah menang.”

tuturnya

” Mereka pikir dengan melakukan hal seperti ini, mereka akan membuat kami menjadi lemah dan ketakutan, namun sayang mereka salah duga, karena apa yang mereka lakukan ini justru akan memberikan kami semangat lebih dan disitu terlihat secara jelas siapa yang kalah dan siapa yang menang “.

tegas Abugy.[rk]

Aksi Mahasiswa Papua di Surakarta Dihadang Oleh Aksi Bayaran Indonesia

Massa Aksi AMP Dihadang Oleh Massa Bayaran Saat Aksi di Solo (rk)

Surakarta (19/12/2013) – Ratusan massa Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menggelar aksi demonstrasi sepanjang  jalan Slamet Riadi hingga dan diakhiri sekitar 100 meter dari patung Slamet Riadi, kota Surakarta. Aksi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] kali ini dilakukan sebagai bentuk penyikapan dan mengutuk dikumandangkannya Tiga Komando Rakyat ( TRIKORA ) yang dikumandangkanoleh Ir. Soekarno 52 tahun silam tepatnya pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun – Alun Utara Kota Yogyakarta, yang dimana dengan dikumandangkannya TRIKORA inilah yang menjadi awal Penjajahan dan Pencaplokan yang dilakukan oleh Indonesia atas Bangsa Papua.

Aksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, awalnya berjalan aman dan lancar – lancar saja, namun ketika long mars massa aksi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] mendekati titik akhir aksi ( Patung Slamet Riadi ) massa aksi dikagetkan dengan adanya aksi tanding (aksi bayaran ) yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan GEMPAR yang dikordinir oleh Barisan Merah Putih [BMP], yang dimana massa aksinya diselubungi oleh beberapa Intel dari Kepolisian dan TNI.

Melihat situasi ini, AMP mengirimkan beberapa negosiator untuk melakukan negosiasi dengan koordinator aksi GEMPAR untuk melakukan negosiasi, namun upaya negosiasi yang dilakukan oleh AMP dengan Koordinator GEMPAR tidak menuai kesepakatan, pada saat negosiasi,  koordinator GEMPAR menyatakan bahwa “ Bubarkan massa kalian dan jangan melakukan aksi disini, seegerah lepas semua atribut Bintang Kejora yang massa aksi kalian kenakan, kami tetap akan melarang kalian untuk melakukan aksi – aksi untuk memisahkan diri dari NKRI“ tegasnya, karena tidak adanya kesepakatan yang dicapai dari hasil negosiasi yang dilakukan, akhirnya negosiator yang diutus oleh AMP menyatakan bahwa “ Kami akan tetap melakukan aksi dan akan tetap menyampaikan akspirasi kami disini “ tegasnya.

Dengan tidak adanya kesepakatan yang dicapai dari upaya negosiasi yang dilakukan, massa aksi AMP akhirnya memutuskan untuk tetap melakukan orasi – orasi Politik dan pembacaan Pernyataan Sikap sekitar kurang lebih 100 meter dari titik aksi yang telah direncanakan sebelumnya, sebab adanya pemalangan dan upaya – upaya provokasi yang dilakukan oleh kelompok massa bayaran yang sudah melakukan pemalangan sebelum massa AMP tiba.

Massa GEMPAR ini sempat berupaya maju kearah massa AMP untuk berupaya melakukan provokasi dan bentrokan, namun upaya mereka dihalangi aparat Kepolisian Surakarta yang telah bersiaga dilokasi aksi. Melihat situasi ini dan untuk menghindari terjadinya bentrokan, Aliansi Mahasiswa Papua memutuskan untuk mempercepat pembacaan pernyataan sikap dan menyudahi aksinya.

Dalam pembacaan pernyataan sikap, Aliansi Mahasiswa Papua [ AMP ] dengan tegas mengutuk Tiga Komando Rakyat ( TRIKORA ) dan menyatakan sikap :

  1. 1.      Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Sebagai Solusi Demokratis.
  2. 2.      Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Sebagai Syarat Damai.
  3. 3.      Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC lainnya Yang Merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di Atas Tanah Papua.

Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] ketika dimintai keterangan mengenai aksi ini menerangkan bahwa

“ Aksi ini dilakukan murni untuk menyikapi dan mengutuk TRIKORA yang dikumandangkan oleh Ir. Soekarno 52 tahun silam dan menyatakan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua, kami mendesak rezin SBY – Boediono selaku Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk segerah memberikan kebebasan kepada Rakyat Papua untuk menentukan nasib sendi, sebab segalah macam produk politik yang dirancang oleh Indonesia seperti : Otonomi Khusus, UP4B, Otsus Plus untuk diberlakukan di Papua itu sangatlah tidak bermanfaat dan tidak berguna bagi Rakyat Papua, dan selain itu, yang dituntut oleh Rakyat Papua adalah Kemerdekaan, bukanlah masalah makan dan minum, untuk it, kami Mahasiswa Papua sebagai tulang punggung Bangsa Papua, akan tetap menyuarakan aspirasi Rakyat Papua hingga KEMERDEKAAN itu kami peroleh”

tegasnya.

Ditambahkannya bahwa

“ Kami tidak akan pernah berhenti menyuarakan kebenaran hanya karena adanya upaya – upaya teror, provokasi dan Intimidasi yang dilakukan oleh Indonesia seperti yang mereka lakukan saat ini, kita lihat mereka ( Indonesia-red ) sedang kebingungandan ketakutan dengan kebenaran yang kami seruhkan, sehingga mereka melegalkan segalah cara, termaksud membayar massa untuk melakukan aksi – aksi tandingan terhadap aksi yang kami lakukan, seperti yang mereka lakukan saat ini “,

tambahnya. [rk]

Pengampanye Papua Merdeka di 7 Negara Itu Tiba di LP Abepura

Jeremy Bally bersama tahanan politik Papua di LP Abepura. Foto: tabloidjubi.com

Jayapura — Pemuda Kanada berusia 25 tahun, Jeremy Bally, tiba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (16/12/13) siang setelah melalui perjalanan panjang melelahkan.

Ia tiba di LP Abepura dan bertemu dengan para Tahanan Politik (Tapol) Papua setelah sebelumnya memberikan tenaga, waktu dan pikirannya secara unik untuk orang Papua dengan keliling 7 negara dengan mengkayuh sepeda. Perjalanan ketujuh negara ia tempuh selama 6 bulan.

Satu setengah bulan terakhir (November-Desember) ia habiskan untuk mengelilingi kota-kota di Australia. Ia memberi dengan perjalanan panjang yang ia sebut “Pedalling for Papua”.

Tentu, ini adalah cerita cara unik bagaimana orang di luar sana ikut merasakan tentang apa yang terjadi dan dialami orang Papua selama 50 tahun terakhir. Bukan soal suku, ras, agama, tetapi benang merah menyatunya rasa Jeremy Bally adalah kita satu manusia, ciptaan Allah.

Sumber di LP Abepura mengabarkan, pertemuan bersama para Tapol berlangsung sekitar pukul 12.00 siang.

Kata sumber itu, Jeremy menyerahkan sebuah dokumen yang berisi sejarah integrasi Papua, perjuangan rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri dan kekerasan militer Indonesia terhadap rakyat Papua selama 50 tahun.

Dikatakan, Jeremy disambut sejumlah Tapol Papua, seperti Victor Yeimo (Ketua KNPB), Filep Karma, Forkorus Yoboisembut, Selpius Bobi, Dominikus Surabut dan tahanan politik yang lain.

“Kami sempat kaget, dia datang,”

kata sumber itu.

Sumber yang tidak ingin namanya disebutkan itu mengatakan, semua dokumen yang diserahkan diterima oleh Filep Karma.

“Kami juga menyerahkan sebuah dokumen kepada Jeremy,”

kata dia. (GE/MS)

Editor : Yermias Degei
Senin, 16 Desember 2013 22:09,MS

Diwarnai Baku Tembak, Polisi Gerebek Markas OPM Raja Siklop

Ilustrasi (dok. detikcom)
Ilustrasi (dok. detikcom)

Sentani – Timsus Polres Jayapura dibantu Yonif 751/Sentani berhasil menggerebek dan membongkar markas OPM Raja Siklop pimpinan Andrianus Apaseray di kampung Yongsu distrik Ravenirara, Jayapura, Papua.

Wakapolda Papua Brigjend Pol Paulus Waterpauw saat jumpa pers di Mapolres Jayapura Sabtu (30/11/2013) mengatakan penggerebekan ini berdasarkan informasi dari masyarakat. Ada laporan bahwa Oktovianus, salah satu punggawa OPM Raja Siklop, telah mengumpulkan massa sekitar 30 orang di rumahnya untuk perayaan 1 Desember.

Mendapat laporan ini, anggota Polres Jayapura dipimpin AKP Charles Simanjuntak langsung menuju lokasi yang berjak sekitar 30 Km dari Mapolres Jayapura dan langsung mengamankan Oktovianus Okuseray. Namun setelah terjadi penangkapan, massa dari Oktovianus mengamuk dan merusak rumah warga sekitar.

Mantan kepala kampung Yongsu sudah diamankan di Mapolres Jayapura untuk dimintai keterangan. Sementara dari amuk massa di kampung Yongsu Jumat (29/11) pagi, tidak ditemukan korban jiwa namun beberapa rumah warga rusak.

Dari hasil penggerebekan ditemukan amunisi SS1, laras rakitan dan berbagai alat untuk membuat senjata rakitan, sajam (pisau, parang, sabit, sangkur), bom rakitan sebanyak 6 buah, 14 amunisi moser, 19 selongsong peluru, dan 2 bom rakitan yang sudah jadi.

“Kami sedang menyelidiki apakah kelompok ini sesungguhnya mempunyai hubungan dengan kelommpok Hans Yoweni atau tidak, atau apakah memiliki hubungan dengan yang di Sorong, Isak Kalabin,”

ujar Paulus.

Paulus menjelaskan saat pengrebekan sempat terjadi kontak senjata selama 10 menit. Namun kondisi segera dapat dikuasai oleh aparat keamanan.

Stunt Rider atau Motor Freestyle, Beratraksi diatas motor yang sedang Berjalan.Bagaimana serunya?. Simak Liputan selengkapnya di Reportase Malam pukul 02.37 WIB, hanya di Trans TV

(trq/trq) Sabtu, 30/11/2013 19:45 WIB. Wilpret Siagian – detikNews

Hendak Gelar Aksi, Sejumlah Pengurus KNPB Ditangkap

Massa KNPB ketika menggelar aksi di Jayapura

Jayapura – Pagi ini (26/11/2013) lagi – lagi Kepolisian Republik Indonesia Daerah Papua, Resort Kota Jayapura menangka sejumlah aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ketika hendak menuju Expo Waena untuk menggelar demo damai. Penangkapan terhadap sejumlah aktivis KNPB ini terjadi persis didepan gapura Universitas Cendrawasih ( Uncen ), Waena, Kota Jayapura, Papua.

“Pagi tadi, anggota dan pengurus KNPB ditangka. Ones Suhun, Frenky Yali, Ogram Wanimbo, Bonsa Mirin, Konoru Wenda, Asa Aso,  Sam Lokobal. Jumlah mereka yang ditangkap ada tujuh orang,”

ungkap Tonny Kobak,  salah satu pengurus KNPB kepada media lokal 100 meter dari lokasi kejadian.

Hingga berita ini dinaikan, aparat kepolisiaan sedang melakukan pengamanan tempat penangkapan sejumlah aktivis KNPB, dengan menyiagakan sejumlah personil Polisi bersentaja lengkap, disertai dengan sejumlah mobil dalmas, satu baracuda dan Water Canon. Pengamanan ini membuat arus lalulintas keluar masuk kampus terganggu, seperti yang diberitakan oleh sala satu media lokal Papua (www.tabloidjubi.com).

Tonny menyatakan bahwa penangkapan yang dilakukan oleh kepolisian Republik Indonesia kepada sejumlah aktivis KNPB ini sangat tidak beralasan dan penangkapannyapun dilakukan tanpa melakukan negosiasi terlebih dahulu. Proses penangkapannyapun menurut Tonny tidak sesuai dengan prosedur hokum yang ada.

“Polisi menghadang kami, lalu mengatakan bahwa kalian bukan orang Indonesia, lalu mereka dipukul tanpa negosiasi dan dinaikan kedalam mobil dalmas secara paksa.”

Ungkapnya

Perlakukan Polisi terhadap anggota KNPB sangatlah tidak manusiawi, menurut Tonny,

“mereka dipukul dan ditarik dengan cara yang tidak manusiawi”

tuturnya.

Penangkapan ini, menurut Tonny,  tidak menghalangi semangat kami untuk Demo

“ kami sedang membangun kekuatan untuk bergabung dengan teman – teman di Expo, kekuatan massa ada di sana”

tuturnya.

Ditempat dan waktu yang berbeda, Wim Medlama, Juru bicara KNPB menyatakan bahwa agenda aksi ini adalah untuk mendukung Perjuangan Papua Merdeka di luar negeri.

“Aksi besok guna mendukung misi kunjungan, MSG ke Papua, Peluncuran kantor OPM, Kantor Kampanye Sorong sampai Samarai, Peresmian Kantor OPM, pertemuan IPWP dan ILWP di Mosby, ibu kota PNG”.

tuturnya

Di Timika, Gabungan TNI/Polri Tangkap 31 Orang Papua

Orang Papua ingin Papua Merdeka. Foto Ilustrasi demonstrasi rakyat Papua menuntut Self Determination bagi bangsa Papua. Ist.

Timika — Sebanyak 31 orang Papua di Timika ditangkap oleh gabungan Polisi dan TNI di taman makam Jenderal Kelly Kwalik, hari ini, Selasa (26/11/13) sekitar pukul 08:15 waktu Papua.

Menurut informasi yang diterima Victor Yeimo, ketua umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebagaimana yang disebarkannya, Polisi juga menangkap Ketua KNPB Wilayah Timika, Steven Itlay dan Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Abihud Degey, saat memimpin aksi damai dari masyarakat Papua yang menuntut hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua Barat.

Mereka, 31 orang yang ditangkap, telah dibawa ke Pos Polisi, Mile-32. Nama mereka adalah:
1 . Steven Itlay
2 . Abihud Degey
3 . Billy Hagawal
4 . Dony Mote
5 . Petrus Bobii
6 . Bony Bora
7 . Yulianus Edoway
8 . Paulus Doo
9 . Martinus Pekey
10 . Paulina Pakage
11 . Agustin Pekey
12 . Sony Ukago
13 . Daniel Kotouki
14 . Seprianus Edoway
15 . Argenes Pigay
16 . Menase Dimi
17 . Timotius Kossay
18 . Welius Kogoya
19 . Demianus Kogoya
20 . Kasianus Kamke
21 . Aduart Suruan
22 . Melianus Gobay
23 . Pais Nasia
24 . Makson Kotouki
25 . Maria Piligain
26 . Markus Entama
27 . Yustinus Pigome
28 . Sior Heselo
29 . Semuel Edoway
30 . Agus Itlay
31 . Yakonias Womsiwor

“Masyarakat dan aktivis terus diintimidasi, ditangkap dan dibunuh hanya karena ekspresi mereka untuk menuntut  hak-hak mereka secara damai di Papua Barat. Tekanan dan perhatian dari semua pihak sangat dibutuhkan,”

komentar Victor Yeimo menanggapi penangkapan dan penahanan terhadap aktivis dan masyarakat Papua pendemo damai ini.(MS/BT)

Selasa, 26 November 2013 09:45,MS

 

Lagi, 16 Anggota KNPB Ditangkap Polisi

Jayapura — Aparat keamanan dari Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura kembali melakukan penangkapan terhadap 16 anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan dibawa ke Polresta Jayapura untuk diinterogasi.

Aktivis KNPB ditangkap di depan Gapura Universitas Cenderawasih (Uncen), Abepura, Jayapura, Senin (25/11/2013) siang, ketika sedang membagikan selebaran tentang rencana aksi untuk memberikan dukungan terhadap pertemuan IPWP dan ILWP di PNG serta kampanye Sorong to Samarai yang akan digelar besok di taman Imbi Jayapura kota.

Penangkapan itu disesalkan juru bicara KNPB, Wim Rocky Medlama. Kata dia, aparat kepolisian tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena anggota KNPB tidak melakukan tindakan anarkis sebelum ditangkap, melainkan mereka hanya membagikan selebaran surat pemberitahuan kepada masyarakat Papua.

“Kami menyesalkan penangkapan tadi, hanya pembagian selebaran baru mereka ditangkap. Apa dasar hukumnya? Tidak ada undang-undang yang melarang untuk pembagian selebaran,”

ujar Wim.

Kata dia, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian adalah suatu tindakan pembungkaman terhadap ruang demokrasi di atas tanah Papua dan itu sangat disesalkan karena tidak memunyai dasar hukum yang kuat.

Wim menilai ada rencana aparat untuk mengganggu aksi yang akan digelar besok. Namun, kata dia, penangkapan itu tidak akan melunturkan semangat untuk melakukan aksi damai.

“Penangkapan ini kan tindakan pra psikologi, tapi kami tidak takut dengan polisi, kami ada untuk itu dan kami tetap akan turun besok,” ungkapnya.

Kapolresta Jayapura, AKBP. Alfred Papare, ketika dikonfirmasi mengaku tidak tahu ada aksi penangkapan terhadap anggota KNPB.

“Saya tidak tahu soal itu, tidak ada penangkapan,”

tulisnya melalui pesan singkat.

Dikabarkan, anggota KNPB yang ditangkap dipulangkan setelah diperiksa di Polresta Jayapura kurang lebih selama 4 jam. Sementara selebaran yang mereka bawa disita aparat sebelum dipulangkan. (MS/Hendrikus Yeimo)

Senin, 25 November 2013 21:53,MS

Peringati 12 Tahun Kematian Alm. Theys H Eluay, AMP Gelar Mimbar Bebas dan Pemutaran Video Kekerasan di Yogya

Tanah Papua dan Logo AMP. Ilustrasi.

Yogyakarta — Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta, malam ini, Sabtu (9/11/13) menggelar Nonton Bareng, dan Mimbar Bebas untuk Tarian dan Orasi di Titik Nol Km, Malioboro, Yogyakarta, tempat teramai dikunjungi kawula muda dan warga Yogyakarta di malam Minggu.

Acara ini dihadirkan AMP untuk memperingati Hari Kematian Demokrasi, Hari kematian Ondofolo Theys Hiyo Eluay, yang dibunuh Kopassus RI pada 11 November 2001, dini hari.

Setelah matahari bersembunyi dan malam merajai jagad, seluruh mahasiswa, pelajar dan masyarakat Papua di Yogyakarta, dikoordinir AMP bergerak menuju Malioboro. Pukul 18.00 WIB, AMP telah siap memulai acara, tetapi ditentang beberapa Polisi Indonesia

Polisi Larang Putar

Menurut Polisi, putar video pelanggaran HAM di Papua dan nonton bersama akan mengganggu suasana, keamanan, dan kurang baik bagi khalayak umum, karena video yang akan diputarkan berbau politik.

Namun AMP mengatakan, video itu tidak berbau politik. Itu resmi pelanggaran HAM di Tanah Papua, dan itu adalah realita yang ada.

AMP ingin seluruh warga Yogyakarta tahu, seperti apa kondisi Papua. Sehingga, kata Alfrid, salah satu anggota AMP, warga Jogja, bila setiap kali melihat mahasiswa Papua aksi, tidak kaget lagi, karena telah tahu, apa yang melatarbelakangi mahasiswa sehingga harus menuntut Papua Harus Merdeka.

Akhirnya, setelah ada ketegangan dan pembicaraan yang alot dengan Polisi, AMP diizinkan menonton video yang telah disiapkan.

Berkaitan dengan tindakan polisi ini, salah satu anggota AMP mengatakan,seperti itu tidak harus terjadi di negara demokrasi.

“Seperti ini (Pelarangan) mestinya tidak boleh terjadi. Apalagi ini negara demokrasi. Itu juga kalau Polisi hayati demokrasi itu, karena kalau polisi Papua semua tidak paham demokrasi,”

katanya.

Ribuan yang Hadir, Acara Ramai

Ternyata, ribuan mahasiswa Papua hadir. Kemacetan terjadi. Malioboro macet total. Bukan hanya mahasiswa Papua, mahasiswa luar Papua di Yogya, warga Yogya, Intel, Polisi, dan para penjual pun merapat.

Praktis, hanya tersisa sedikit ruang kosong di tengah. Ribuan masa membentuk lingkaran tanpa diperintah. Di depan ada infokus milik AMP, dan tulisan besar:

“Negara Harus Bertanggungjawab atas Pelanggaran HAM di Tanah Papua.”

Acara dimulai dengan mengheningkan cipta, untuk mengenang jasa para pahlawan penegak berkibar terusnya Sang Bintang Kejora yang dibunuh TNI, dan untuk menghormati mereka, para pejuang Papua Merdeka saat ini, yang tetap gigih berjuang, walau itu menuntut konsekwensi teramat mahal: pemukulan, penyiksaan, penjara, bahkan sampai kematian.

Semua kepala tertunduk. Instrumen lagu kebangsaan Negara Papua; ‘Hai Tanahku Papua’ mengiringi. Beberapa mahasiswa terlihat mengusap air mata.

Setelah kata-kata pembukaan, acara berlanjut pada waktu untuk Orasi dan penampilan tarian pembuka. Sebanyak 3 mahasiswa perwakilan AMP berorasi, mengajak semua lapisan masyarakat di Malioboro untuk melihat sekelumit derita Papua dan pelanggaran HAM melalui video.

Video Diputar, Banyak Pengunjung Menangis dan Berteriak

Video itu berdurasi 30-an menit. Isinya adalah tentang realita pelanggaran HAM di Papua. Tayangan dimulai dengan bendera Sang Bintang Kejora yang berkibar gagah di tengah rimba Papua.

Kemudian, terlihat anggota TNI memukul warga di Papua, menyiksa dengan menembak hingga tali perutnya keluar semua, membakar jenggot dan membakar mata dengan api rokok, semua ditampilkan.

Juga, bagaimana TNI menyiksa warga di Papua dengan membakar kemaluan dengan besi panas, juga ditampilkan. Penganiayaan, dan mayat-mayat orang Papua yang dibunuh TNI juga ditampilkan.

Pengunjung berteriak histeris melihat video ini. Ada yang tak henti-hentinya menggeleng-geleng kepala. Ada beberapa mahasiswa Papua yang menangis histeris. Selebihnya terlihat mengusap mata mereka.

Semua mengutuk tindakan biadab negara ini terhadap orang Papua, melalui militer Indonesia di tanah Papua.

“Kita tahu bahwa Papua tertutup dari akses wartawan asing. Lokal pun dipersulit. Video ini hanya gambaran kecil dari pelanggaran HAM, bagaimana orang Papua dianggap tidak lebih dari binatang, yang sempat diabadikan. Ada yang lebih mengerikan, yang sampai kini belum diabadikan. Hanya alam dan Tuhan yang tahu, betapa kejinya tindakan Militer Indonesia,”

kata Abbi, anggota AMP.

Solidaritas dari Sanggar Tari dan Illalang Zaman

AMP tidak hadir sendiri. Sanggar Tari gabungan, yakni dari tanah Papua, Maluku, Timor (Flores) dan Negara Timor Leste juga hadir, meramaikan peringatan kematian bapak bangsa Papua, Theys Hiyo Eluay.

Beberapa tarian yang ditampilkan adalah, Tari Lilin dari Timor Leste, Tari dari Atambua, Tari dari Ambon, dan tari Pangkur Sagu dari Tanah Papua.

Sementara grup musik Illalang Zaman tampil menutup seluruh rangkaian kegiatan dengan ajakan:

“Papua, jangan diam, tetap lawan. Jangan diam Papua.”

Lagu “Jangan Diam Papua” pun ditampilkan. Ribuan pengunjung juga ikut bernyanyi.

“Saya terharu. Ternyata ada grup dari luar Papua, malah menyanyi mengajak seperti ini. Luar biasa,”

kata seorang mahasiswa Papua terharu.

Akhirnya, pukul 11.20 WIB, acara diakhiri dengan doa. Selanjutnya, waktu dan tempat diberikan kepada Grup Tari Gabungan, dari tanah Papua, Maluku, Timor (Flores) dan Negara Timor Leste tadi untuk menghibur pengunjung.(MS/Topilus B. Tebai)

 

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny