Perkuat Dukungan, Benny Wenda Akan Kunjungi Selandia Baru

Jayapura, Jubi – Benny Wenda, Juru bicara Gerakan Pembebasan Papua Barat Bersatu (ULMWP), direncanakan mengunjungi New Zealand, penghujung bulan Agustus 2016 nanti, untuk memperkuat dukungan kampanye keadilan dan hak penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat.

Benny, seperti dilansir Asia Pacific Report, Rabu (3/8) lalu, akan memulai kunjungannya pada tanggal 23 Agustus hingga 1 September mendatang. Dirinya akan ditemani pimpinan suku tradisional Ngati Whatua dan akan disambut di kota Orakei Marae, utara Selandia Baru.

Benny diundang untuk bicara di hadapan Ngati Whatua Orakei whanau serta kahalayak umum sebelum bertolak ke pusat-pusat kota di seluruh negeri itu untuk menenmuai anggota-anggota parlemen, perwakilan iwi (wakil organisasi-organisasi Maori), kelompok-kelompok HAM, kelompok gereja, pelajar-mahasiswa, dan kelompok-kelompok muda.

Dibanding kunjungan yang sama tahun 2013, “dengan meluasnya kelompok anggota-anggota parlemen yang mendukung Papua Barat, kunjungan kali ini diharapkan mendapat sambutan lebih baik dari wakil-wakil pemerintah,” demikian Asia Pacific Report.

Benny Wenda, ditengah berbagai kecaman dari Jakarta, terus melakukan perjalanan diberbagai temapt di Afrika, Eropa, Pasifik untuk menguatkan solidaritas terhadap sisu-isu Hak Azasi Manusia di Papua Barat yang sedang bertumbuh.

Di Selandia Baru, dia direncanakan bertemu gerakan Maori dan aktivis Pasifika di Aotearoa, termasuk pertemuan dengan para anggota International Parliamentarians for Wes Papua (IPWP). Mei lalu, IPWP sempat meluncurkan kampanye referendum dibawah pengawasan internasional terhadap masa depan Papua Barat.

Sebelumnya seperti diberitakan Jubi Selasa (2/8) lalu, pemerintah Selandia Baru, melalui Duta Besar Selandia Baru di Indonesia, Trevor Matheson, menyatakan perhatian terhadap isu kebebasan berekspresi dan berkumpul di Papua Barat. Dia mengatakan hal itu seusai memenuhi undangan Menkopolkam mengunjungi Papua Juni lalu.

Sehari sebelumnya (1/8), Inspektur Detektif Tim Haughey, Perwira Penghubung Kawasan Imigrasi Ilegal Kedutaan Besar Selandia Baru, juga mengunjungi Pemrov Papua.

Diterima oleh Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua, Elia Loupatty; Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Papua, Suzana Wanggai; serta Kepala Kesbangpol Papua, Musa Isir, Elia mengaku kedatangan Tim Haughey lebih banyak bertanya terkait perkembangan pembangunan di Papua.(*)

Benny Wenda documentary to screen on TV Down Under

The Road to Home, an award-winning feature length documentary about British-based West Papuan human rights campaigner Benny Wenda will be screening on Australian television from this November.

An agreement has been reached with SBS’s NITV channel for the film to screen 80 times over the next 3 years, starting from November 1.

Produced and directed by British filmmaker Dominic Brown, the film includes footage from Wenda’s first official overseas tour to the US, Australia, New Zealand and Papua New Guinea in 2013, and provides a rare insight into his campaigning work and family life.

Wenda was denied the opportunity to speak at New Zealand’s Parliament on that visit, but he is due back in New Zealand later this month.

He is expected to get a much warmer welcome this time as the West Papuan self-determination issue has had greater international exposure in the media in the past two years.

West Papuans remain upbeat on MSG bid

Radio NZ, The United Liberation Movement for West Papua accepts the decision by leaders of the Melanesian Spearhead Group to defer its bid for full membership.

At their summit in Honiara last week, MSG leaders said the group’s secretariat needed to establish guidelines for membership and signalled that a decision should be reached on the bid by September.

The Liberation Movement’s spokesperson, Benny Wenda, said this could be seen as a delay tactic but his organisation acknowledged the technical issues highlighted by the MSG leaders and senior officials.

The issue of West Papua membership is increasingly divisive for the MSG’s five full members.

Since the Liberation Movement was last year granted observer status, Vanuatu, Solomon Islands and new Caledonia’s FLNKS Kanaks movement have pushed for the West Papuans to get full membership.

However, Fiji and Papua New Guinea have resisted the push, amid strong lobbying by MSG associate member Indonesia which is opposed to the Liberation Movement.

Vanuatu’s government has expressed disappointment at the outcome of last week’s summit.

However the Liberation movement is remaining upbeat, describing the MSG’s decision as progress to improving processes within the MSG.

It said there would be further discussion at the MSG meeting scheduled for Vanuatu’s capital in September.

“We want to thank our Melanesian leaders and the chair and Prime Minister of the Solomon Islands for discussing and facilitating our application for full membership. Though disappointed, we remain optimistic to see our application further discussed in September in Port Vila, Vanuatu,” said Mr Wenda.

“We the ULMWP would not come this far if it wasn’t for the grassroots and Pacific leadership support and we call for more support as we work towards establishing a political voice for our people of West Papua.”

ULMWP Secretary General, Octovianus Mote added that West Papuans are Melanesians and our issues of human rights abuse and self-determination must be rightfully addressed in the Pacific and not on Indonesia’s terms.

Meanwhile, a Papua student leader in Yogyakarta in Indonesia said police bashed and tortured students last Friday to stop a march in support of the United Liberation Movement for West Papua.

The students’ march was while the Melanesian Spearhead Group was considering whether the Movement could become a full member of the Pacific regional body.

But a spokesman for the Papuan Student Alliance, Yely Wenda, says hundreds of police burst into a West Papuan students’ dormitory in Yogyakarta and began abusing and battering the students.

He said a number were arrested and beaten, and one student was tortured in police custody.

MSG membership guidelines had “flaws”, said PNG

Papua New Guinea’s Foreign Minister Rimbink Pato said it was important that the Melanesian Spearhead Group sort out its guidelines around membership.

Mr Pato said the onus was on officials within the MSG secretariat to outline consistent guidelines around membership.

“This requires a definition as to what one must meet to be a member. That’s under review at the moment. Our technical officials are still working on it. And for example, the draft that they came up with had flaws in it. There were so many inconsistencies, so all these things need to be polished up.”
The PNG Foreign Minister Rimbink Pato

The PNG Foreign Minister Rimbink Pato Photo: Koro Vaka’uta / RNZ

Amunggut Tabi: Tinggalan Egoisme Individualis dan Mari Sepenuhnya Dukung ULMWP

Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua menyatakan memang “perjuangan dan pengorbanan ialah dua sisi mata uang yang satu“. Setiap perjuangan pasti ada pengorbanannya, tetapi kita harus mengajukan tiga pertanyaan penting:

  1. Pengorbanan apa yang pantas pada waktu kapan?
  2. Berapa banyak dan berapa lama pengorbanan harus kita berikan? dan
  3. Apakah pengorbanan itu dipersembahkan secara berencana ataukah sporadis?

Amunggut Tabi kembali mengajak semua pejuang dan aktivis, organisasi dan tokoh Papua Merdeka untuk belajar dari Persipura Jayapura dan Persiwa Wamena, dari kesebelasan di dunia seperti Barcelona dan Mancester City.

Yang harus diperhatikan ialah “irama” dan “momentum”, karena keduanya tidak selalu sama setiap saat. Itulah sebabnya semua pihak harus sadar, bahwa irama saat ini ialah “Irama Melanesia-hood”, dan momentum saat ini ialah “momentum MSG dan ULMWP”. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk TRWP, PNWP, KNPB, AMP, DeMMAK, FNRPB, OPMRC, TPN-PB, TPN/OPM, siapapun, di manapun, semua harus memainkan peran masing-masing sesuai dengan “irama” dam “momentum” ini.

Dari sini kita tahu “pengorbanan apa yang pantas” untuk waktu ini, bukan? Kita harus berjuang, bukan dengan aksi-aksi militeristik dan premanisme politik, kita harus bermain secara elegan dan presentable kepada pentas diplomasi regional dan global. Kita harus memainkan politik ini menjadi sebuah “fashionable issue” di kawasan dan secara global.

Untuk membuatnya menjadi “fashionable” dan elegan, maka semua pihak harus “menahan diri” dan “memberikan kepercayaan sepeunuhnya kepada ULMWP untuk memainkan perannya. NRFPB, PNWP, KNPB, TPN-PB, TRWP jangan bawa diri ke sana kemari mengatasnamakan kelompok kecil lagi. Kita harus persembahkan “waktu ini, 2015-2017” untuk ULMWP agar embrio ini terbentuk menjadi telur, dan tahun-tahun berikutnya telur dimaksud menetas dan menjadi anak.

Mempersembahkan untuk perjuangan bukan hanya harga dan nyawa, dan tenaga kita, ia berarti juga “menghilangkan jejak pribadi dan organisasi kita atas nama kebersamaan untuk tujuan bersama kita”. Persembahan yang mulia, kalau demi kepentingan bersama kita berani dengan sengaja menghilangkan nama-nama, identitas dan slogan-slogan kelompok kecil.

Terlihat banyak aktivis KNPB, PNWP, TPN-PB, WPNCL dan sebagainya keluyuran melakukan wisata politik ke sana-kemari, mendukung ULMWP tetapi sebenarnya mereka membawa agenda pribadi mengobati egoisme masing-masing adalah sebuah wisata yang konyol, karena itu tidak menyehatkan buat embrio politik kita bersama: ULMWP.

Justru cara ini membunuh embrio kita, yang kita lahirkan. Kita menjadi kanibal politik, membunuh anak politik yang kita lahirkan sendiri. Itu sejarah hidup dari perjuangan Papua Merdeka, bukan? Itu wajah tokoh Papua Merdeka selama ini, bukan? Pendiri OPM menyerahkan diri, bukan? Tokoh OPM menjadi pelayan NKRI, bukan? Mendirikan OPM, lalu bubar dan mendirikan cabang-cabang OPM, bukan? Kanibalisme Politik dalam sejarah perjuangan West Papua sangat menyedihkan. Oleh karena itu surat ini kami dari TRWP sampaikan sebelum embrio ULWMP ini terlanjur dimakan mati oleh organ-organ dan tokoh-tokoh perjuangan Papua Merdeka sendiri.

Kita berulang kali melakukan Politik Bunuh Diri (commit suicidal politics) karena kita tidak tahu mengelola egoisme individualisme kita. Kita tidak sanggup mengelola keberagaman organisasi perjuangan dan suku-bangsa kita. Kita belum mampu melihat perbedaan ini sebagai modal dasar. Kita mengatasnamakan perjuangan, kita mengatasnamakan organisasi, tetapi sebenarnya yang kita lakukan ialah memupuk dan mengobati “egoisme individualis” oknum aktivis dan tokoh Papua Merdeka.

Makanya, kalau berani mengalahkan dan percaya bisa mengalahkan NKRI, maka pertama-tama “harus berani, dan pastikan sudah mengalahkan egoisme individualistik pribadi dan kelompok”. Kalau tidak, jangan coba-coba bermain di air keruh, jangan coba-coba berwisata politik seolah-olah atas nama West Papua. Karena kami dari Rima Raya New Guinea telah menjadi guru-guru perjuangan, dari pengalaman hidup pribadi dan dari pengalaman hidup organisasi perjuangan yang penuh dengan resiko pertumpahan darah dan nyawa orang Papua sendiri.

Kami berikan catatan ini karena kami sudah melihat fenomna yang menghawatirkan. Kami saksi hidup! Kami sendiri telah menjalani dan telah sanggup melewati babak gelap dan kelam dalam perjuagnan ini.

Dengan mengelola egoisme individualis yang mengatasnamakan, maka kita bisa memperpendek atau juga memperpanjang rentang waktu perjuangan Papua Merdeka. Mengapa Timor Leste yang mulai berjuang 10 tahun setelah perjuangan kemerdekaan West Papua dimulai saja sudah puluhan tahun duluan merdeka? Bukankah itu karena kita belum sanggup mengalahkan egoisme dan individualisme diri sendiri?

Untuk mengetahui berapa lama dan berapa sumberdaya, kita haruslah punya “Anggaran Belanja Perjuangan Papua Merdeka”.

Di dalam negeri kita sudah menang, di dunia maya kita sudah menang, di kawasan Melanesia kita juga sudah menang. Di Pasifik Selatan juga kita pemenang. Yang belum kita kalahkan ialah “individualisme” perseorangan dan individualisme kelompok kecil.

Seharusnya, setelah ULMWP berdiri, secara teori, begitu ULMWP diterima ke dalam keluarga besar MSG, kita semua harus serta-merta menanggalkan atribut, nama dan embel-embel organisasi kita. Kita harus menyatukan barisan, mengatur nada dan irama, mengoptimalkan momentum ini demi kemerdekaan West Papua.

Sekarang saatnya ULMWP muncul sebagai sebuah organisasi perjuangan, sebagai sebuah Lembaga Resmi menuju sebuah Pemerintahan West Papua. ULMWP harus berani membuka diri, menerima semua pihak orang Papua, baik pro-NKRI maupun pro-Papua Merdeka. ULMWP ialah wadah orang-orang West Papua, karena itu dalam kepengurusannya harus melihatkan semua orang Papua, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik di kota dan kampung maupun di hutan-rimba.

Kita harus belajar dari teladan yang telah diberikan oleh teman-teman seperjuangan kita yang kita selama ini sebuat sebagai “Kelompok-14”.  Demi kepentingan bersama, mereka secara stuktural dan sistematis telah meninggalkan atribut Bintang Empatbelas dan mendukung Bintang Satu dalam rangka agenda bersama mengusir penjajah. Tokoh Papua Merdeka dan organisasi Papua Merdeka lain harus belajar dari mereka.

Perjalanan yang pahit, sungguh pahit antara kelompok gerilyawan Pemka dibawah komado Jacob Hendrick Pray dengan Komando Markas Victoria (Marvic) di bawah komado Seth Jafeth Roemkorem telah berakhir setelah para perwira TRWP yang telah menjelma dari barisan Pemka bersama tokoh politik mereka, Dr. OPM John Otto Ondawame bersatu dan membangun WPPRO bersama barisan OPM Marvic Senior OPM Andy Ayamiseba dan Senior OPM Rex Rumakiek di Port Vila, Republik Vanuatu tahun 2004 dan 2005.

Terbentuklah WPNCL, sebagai wujud dan bukti persatuan antara OPM Pemka dan OPM Victoria.

Dengan persatuan kubu gerilyawan, maka telah tiba saatnya untuk bersatu membangun harmonisasi dengan kelompok Bintang-14. Dan ULMWP ialah hasil dari harmonisasi, dan “pengorbanan nyata” dari semua pihak, terutama pengorbanan identias dan organisasi masing-masing untuk kebersamaan. Orang Papua sudah sanggup mengorbankan nyawa, harga, waktu dan identitas organisasi masing-masing demi kepentingan bersama: Papua Merdeka.

Kami dari Tentara Revolusi West Papua, sejak tahun 2000 telah memberikan mandat penuh agar bergulir sebuah proses politik dengan memberikan Surat Mandat kepada PDP dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), perjuangan lewat Free West Papua Campaign. Lebih-lebih tahun 2006, dengan pemisahan organisasi politik dan militer, maka Tentara Revolusi West Papua memfokuskan diri semata-mata untuk perjuangan dengan mengangkat senjata, menjauhkan diri dari segala bentuk dan kegiatan sipil dan politik, membatasi diri kepada memberikan dukungan moril dan doa.

Sekarang kita sudah punya ULMWP. Sekarang saatnya untuk kita masing-masing

  • mengorbankan egoisme individualis pribadi masing-masing tokoh
  • mengambil langkah-langkah strategis dan taktis dalam rangka menyelamatkan ULMWP sebagai embrio Pemerintahan Negara West Papua.

Untuk itu, kami dari rimbaraya New Guinea, atas nama tulang-belulang, leluhur, anak-cucuk Pencipta Langit dan Bumi, menyerukan kepada semua pihak untuk

menyatukan barisan dan mendukung semua kebijakan ULMWP, mendukung dengan sepenuhnya dalam doa, dana, waktu dan tenaga.

Dikeluarkan di: Secretariat-General TRWP, MPP

Pada Tanggal: 18 Juli 2016

An. Panglima Tertinggi Komando Revolusi,

 

 

Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
BRN: A.DF 018676

 

 

ULMWP Menerima Keputusan MSG

Penulis: Eben E. Siadari 20:59 WIB | Senin, 18 Juli 2016

HONIARA, SATUHARAPAN.COM – Kelompok yang menamakan diri sebagai Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengatakan pihaknya menerima keputusan organisasi sub-regional, Melanesian Spearhead Group (MSG), yang menunda pemberian status anggota penuh kepada mereka.

Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda, mengatakan, kendati ada pihak yang menganggap ini merupakan taktik mengulur-ulur waktu, pihaknya mengakui para pemimpin dan pejabat MSG lebih menyoroti isu-isu teknis.

Pada KTT MSG Kamis lalu para pemimpin MSG telah sepakat untuk menunda menyetujui aplikasi ULMWP untuk mendapatkan keanggotaan penuh, sampai kriteria dan pedoman keanggotaan MSG dikembangkan lebih lanjut.

“Kami ingin berterima kasih kepada para pemimpin Melanesia dan kepada ketua serta Perdana Menteri Kepulauan Solomon yang telah membahas dan memfasilitasi aplikasi bagi keanggotaan penuh. Walaupun kecewa, kami tetap optimistis aplikasi kami akan dibahas lagi pada bulan September di Port Vila, Vanuatu,” kata dia, sebagaimana diberitakan oleh solomonstarsnews.com.

Ia mengatakan masalah yang disorot oleh para pemimpin MSG bersifat teknis, dan ULMWP berharap aplikasi itu dibahas pada bulan September.

“Kami menyerukan kepada rakyat kami di Papua, keluarga Melanesia dan Pasifik kami, dan pendukung global untuk melihat keputusan ini bukan kekalahan tetapi sebagai kemajuan untuk peningkatan proses di dalam MSG,”

kata dia.

Wenda mengucapkan terima kasih kepada rakyat Papua dan Pasifik atas dukungan yang besar, dan menekankan perlunya dukungan lainnya menuju KTT khusus pemimpin MSG September mendatang.

“Kami, ULMWP, tidak akan melangkah sampai sejauh ini jika bukan untuk rakyat akar rumput dan dukungan pemimpin Pasifik dan kami menyerukan dukungan lebih karena kami bekerja menuju pembentukan suara politik bagi rakyat kami dari Papua,”

kata dia.

Sementara itu Ketua MSG, Manasseh Sogavare, mengatakan proses untuk pemberian status anggota penuh kepada ULMWP belum usai.

Menurut dia, tertundanya pemberian status keanggotaan itu terkait dengan isu legal.

Oleh karena itu, Sub Komite Hukum dan Institusi MSG bekerja keras untuk meninjau dan mengubah persyaratan keanggotaan MSG.

Menurut dia, KTT khusus MSG di Vanuatu pada bulan Desember akan kembali membahas permohonan ULMWP.

“Ini belum selesai,” kata dia, sebagaimana disiarkan oleh Solomon Islands Broadcastiong Corporation.

Ia berharap Sub Komite MSG sudah menyelesaikan kriteria itu pada bulan September mendatang.

Beberapa hal yang akan ditinjau dan dirumuskan lagi oleh Sub Komite itu adalah mengenai prinsip-prinsip dasar, aspirasi politik dan prinsip-prinsip hukum internasional.

Namun, Indonesia yang selama ini menolak keberadaan ULMWP sebagai perwakilan rakyat Papua, dengan tegas mengatakan tidak ada tempat bagi ULMWP di MSG.

“Tidak ada tempat bagi ULMWP di masa mendatang di MSG,” kata ketua delegasi RI ke KTT Honiara, Desra Percaya.

Namun dia mengakui bahwa KTT bersepakat untuk membahas lebih lanjut pedoman keanggotaan yang akan diselesaikan pada September 2016 di Port Vila, Vanuatu.

“Tentunya hal tersebut dilakukan dengan menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan antar negara, utamanya penghormatan terhadap kedaulatan, non-intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain sebagaimana tertuang dalam Persetujuan Pembentukan MSG,”

kata Desra Percaya.

Editor : Eben E. Siadari

ULMWP accepts MSG decision and calls for greater support of West Papua

BY: Anonymous 16:00, July 17, 2016, Pacific Loop

The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) remains positive despite the Melanesian Spearhead Group’s (MSG) decision to defer its application for full membership.

ULMWP spokesperson, Benny Wenda, said this could be seen as a delay tactic but ULMWP acknowledges the technical issues highlighted by the leaders and senior officials of the MSG.

The MSG special leaders’ summit on July 14, in the Solomon Islands, had agreed to defer the consideration of the application for full membership by ULMWP until membership criteria and guidelines are further developed.

“We want to thank our Melanesian leaders and the chair and Prime Minister of the Solomon Islands for discussing and facilitating our application for full membership. Though disappointed, we remain optimistic to see our application further discussed in September in Port Vila, Vanuatu,” said Wenda.

“We call on our West Papuan people, our Melanesian and Pacific families, and global supporters to view the current decision of our leaders not as defeat but as progress to improving processes within the MSG.”

Wenda thanked the people of West Papua and the Pacific for the tremendous support, stressing the need for more support within Melanesia and the Pacific as MSG works towards September’s special leaders’ summit in Vanuatu.

“We the ULMWP would not come this far if it wasn’t for the grassroots and Pacific leadership support and we call for more support as we work towards establishing a political voice for our people of West Papua.”

ULMWP secretary general, Octovianus Mote, added that West Papuans are Melanesians and our issues of human rights abuse and self-determination must be rightfully addressed in the Pacific and not on Indonesia’s terms.

(Solomon Islands solidarity for West Papua marching the streets of Honiara during the MSG meet last week.)

Keanggotaan MSG akan Lebih Terbuka

Delegasi ULMWP menuju kota Honiara dari Honiara International Airport, Selasa (12/7/2016) – Jubi/Victor Mambor
Delegasi ULMWP menuju kota Honiara dari Honiara International Airport, Selasa (12/7/2016) – Jubi/Victor Mambor

Honiara, Jubi – Keanggotaan Melanesia Spearhead Group (MSG) akan dibahas secara khusus dalam pertemuan para pemimpin MSG di Honiara, 14-16 Juni 2016.

“Ide tentang keanggotaan MSG yang lebih terbuka akan menjadi pembahasan khusus dalam pertemuan para pemimpin nanti. Ini berarti, kelompok internasional atau regional maupun negara yang tidak berada dalam blok Melanesia bisa menjadi anggota penuh ataupun anggota asosiasi,” jelas Ketua MSG, Manaseh Sogavare kepada wartawan usai bertemu dengan Pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Octovianus Mote dan Benny Wenda di Mendana Hotel, Honiara, Rabu (13/7/2016).

Ia mengaku sudah memberikan instruksi kepada Sekretariat MSG untuk membuat persyaratan dan panduan baru keanggotaan MSG. Menurutnya, panduan dan persyaratan ini nantinya harus dipahami oleh para pihak yang ingin menjadi anggota MSG.

“Para pemimpin akan diberikan kesempatan bertemu dengan ULMWP,” lanjut Sogavare.

Ia menambahkan, dukungan Fiji terhadap perjuangan bangsa Papua berpemerintahan sendiri juga telah dibicarakan.

“Dukungan dari lima anggota MSG ini datang dari dalam hati,” tambah Sogavare.

Benny Wenda dan Octovianus Mote, dua pemimpin ULMWP, usai bertemu Sogavare mengatakan ULMWP sebagai perwakilan bangsa Papua sudah siap dengan konsekuensi jika nantinya diterima sebagai anggota penuh.

“Bangsa Papua sejak dulu adalah bagian dari Melanesia. Kami tentu sangat ingin berinteraksi dengan sesama saudara Melanesia kami di Papua New Guinea, Solomon, Vanuatu, Fiji dan Kanaki,” ujar Wenda.

Papua, menurut Wenda ingin mulai melakukan interaksi dengan sesama saudara Melanesianya melalui olahraga, terutama sepakbola. Selain itu, para mahasiswa dan pelajar dari Papua bisa dikirimkan untuk belajar di Perguruan Tinggi di Kepulauan Solomon atau Vanuatu.

“Suatu saat nanti, orang Papua bisa belajar di Papua New Guinea dan juga sebaliknya,” tambah Mote.

Mengenai kewajiban sebagai anggota untuk membayar iuran setiap tahun, Mote mengatakan bangsa Papua sadar bahwa itu adalah konsekuensi sebagai anggota penuh.

“Kami siap melakukan semua kewajiban sebagai anggota. Termasuk jika suatu saat nanti bangsa Papua harus menjadi tuan rumah pertemuan pemimpin MSG, saya yakin bangsa Papua juga siap,” jelas Mote.

Belakangan ini, iuran keanggotaan menjadi isu penting di MSG setelah Front Pembebasan Kanak (FLNKS) tidak bisa memenuhi kewajiban mereka. Direktur Jenderal MSG, Amena Yauvoli, kepada wartawan menjelaskan situasi FLNKS sangat dimengerti oleh anggota MSG lainnya sehingga kontribusi FLNK dikurangi mulai tahun depan.

“MSG akan mengurangi budget operasional sekretariat untuk mengatasi masalah keuangan ini,” kata Yauvoli. (*)

ULMWP : West Papua Bergerak Maju dari Advokasi Menuju Sebuah Negara

Sekjen ULMWP Octovianus Mote
Sekjen ULMWP Octovianus Mote, Juru Bicara ULMWP (Benny Wenda) dan anggota ULMWP Rex Rumakiek saat upacara penerimaan delegasi ULMWP oleh Koalisi Masyarakat Sipil Pasifik untuk West Papua – Jubi/Victor Mambor

Honiara, Jubi – Perjuangan bangsa Papua Barat saat ini mulai bergerak maju dari tahap advokasi menuju tahap membangun negara. Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Honiara kepada sejumlah wartawan.

“Saat ini kami harus bergerak maju membangun sebuah negara. Ini untuk mendapatkan dukungan internasional dalam penentuan nasib sendiri,” kata Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, Rabu (13/7/2016).

Bangsa Papua, sebagai bangsa yang besar dan memiliki tanah yang besar harus mempersiapkan diri untuk membantu rakyat Melanesia dan Pasifik yang hidup di pulau-pulau kecil yang mungkin saja akan menghadapi masalah dengan dampak perubahan iklim.

“Bangsa Papua harus mengambil peran dalam pembangunan ekonomi, pembangunan kapasitas pekerja medis, dokter hingga upaya menghadapi dampak perubahan iklim,” ujar Mote.

Menurutnya, saat ini bangsa dan rakyat Papua memiliki kapasitas untuk membantu bangsa dan rakyat Pasifik dan Melanesia.

Terpisah, Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda berharap ULMWP mendapatkan status anggota penuh di Melanesia Spearhead Groups (MSG).

“Kami optimis. Saat ini dukungan dari bangsa-bangsa Melanesia dan Pasifik sangat kuat. Ini memberikan harapan besar bagi kami untuk menjadi sebuah negara bebas,” kata Wenda.

Ia menambahkan, perjuangan saat ini bukan untuk dirinya atau para pejuang Papua Merdeka, namun untuk masa depan bangsa dan rakyat Papua.

“Perjuangan ini, perjuangan bangsa dan rakyat Papua agar bisa bebas dari penindasan Indonesia,” kata Wenda.

Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manaseh Sogavare, kepada wartawan usai pertemuan Pacific Islands Development Forum (PIDF) menggambarkan perjuangan bangsa dan rakyat Papua sebagai perjuangan yang menarik perhatian bangsa-bangsa Melanesia dan Pasifik.

“Kesadaran bangsa Papua Barat sebagai bagian dari Melanesia dan Pasifik serta kesadaran untuk membantu bangsa-bangsa Pasifik yang menghadapi ancaman perubahan iklim adalah langkah positif karena menunjukkan kepada Indonesia bahwa Bangsa Papua sangat serius dalam memandang dirinya dan siap dalam mengelola kekeyaan sumberdaya alamnya,”

jelas Sogavare.

Sogavare menambahkan, MSG Summit akan membahas aplikasi ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG agar bangsa Papua Barat bisa menyelesaikan masalah dengan Indonesia, terutama pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi terus menerus di Papua.

“Kepedulian masyarakat internasional terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua juga ditunjukkan oleh Australia, Selandia Baru, Papua New Guinea, Fiji dan Vanuatu baik pemerintah maupun masyarakat sipilnya. Saat ini masalah Papua mendapatkan momentumnya,”

kata Sogavare. (*)

Delegasi ULMWP Tiba di Kepulauan Solomon Jelang KTT MSG

Penulis: Melki Pangaribuan 17:01 WIB | Sabtu, 09 Juli 2016

HONIARA, SATUHARAPAN.COM – Anggota delegasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dikabarkan tiba di Honiara, Kepulauan Solomon pada akhir pekan ini, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Melanesian Spearhead Group (MSG) yang akan dilaksanakan pada minggu depan.

Hal ini dibenarkan oleh Ben Didiomea, salah satu juru kampanye ULMWP di negara Kepulauan Solomon.

“Mereka tiba di Honiara dengan penerbangan terpisah,” kata Ben Didiomea sebagaimana dikutip solomonstarnews.com, hari Jumat (8/7).

KTT MSG awalnya dijadwalkan di Port Vila di Vanuatu pada awal Mei lalu, tapi kemudian dipindahkan ke Port Moresby, Papua Nugini, menjelang akhir Juni.

Namun, kemudian ditunda lagi karena para pemimpin tidak bisa menemukan waktu yang tepat untuk bertemu selama pertemuan Asia Caribbean Pacific (ACP) di Port Moresby.

KTT MSG sekarang akan diadakan kembali bersamaan dengan Pacific Islands Development Forum (PIDF) yang juga dijadwalkan akan diselenggarakan di Honiara, minggu depan juga.

Solomonstarnews.com melaporkan akan ada rencana demonstrasi damai selama KTT MSG minggu depan yang dilaksanakan oleh para pendukung Papua Barat untuk mengecam pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia terhadap orang Papua.

Sebuah konser musik juga akan dipentaskan untuk mendukung perjuangan ULMWP untuk menentukan nasib sendiri dari Indonesia.

Jaminan dari Ketua MSG

Seperti diberitkan sebelumnya, Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Hon Manasye Sogavare selaku Ketua MSG saat ini, memberikan jaminan peningkatan status keanggotaan ULMWP menjadi anggota penuh di MSG.

Hal itu disampaikan Sogavare ketika bertemu dengan delegasi pemimpin ULMWP di Port Vila, ibu kota negara Kepulauan Solomon, pada hari Kamis (12/5). Mereka meminta dia untuk mempertimbangkan dua isu utama untuk diputuskan oleh MSG.

Isu-isu itu di antaranya MSG memberikan keanggotaan penuh kepada ULMWP, yang saat ini memegang status peninjau (observer) dan mendesak MSG untuk meminta intervensi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Papua untuk segera menetralisir apa yang mereka klaim sebagai genosida terhadap kemanusiaan di Papua.

Delegasi menyampaikan apresiasi kepada Perdana Menteri Sogavare karena MSG memberikan Status Observer untuk ULMWP pada saat mengambil posisi kepemimpinan MSG pada bulan Juni 2015.

Namun mereka mengatakan sejak ULMWP diberikan status observer dari MSG, situasi di Papua Barat menjadi tegang, meninggalkan orang-orang pribumi yang sekarang di ambang kepunahan.

Dikatakan situasi ini telah mendorong mereka membawa dua poin petisi untuk dipertimbangkan oleh Perdana Menteri Sogavare sebagai Ketua MSG agar menjadi prioritas MSG untuk segera diatasi.

Perdana Menteri Sogavare mengatakan jumlah genosida yang semakin meningkat di Papua Barat disampaikan kepadanya oleh delegasi dalam pertemuan itu. Dia juga menegaskan sebagai Ketua MSG, ia akan mengizinkan rekannya PM Vanuatu, Menteri Charlot Salwai, untuk mengusulkan dinaikkannya status ULMWP menjadi anggota penuh dan Sogavare akan mendukungnya dalam KTT itu.

Perdana Menteri Vanuatu mengatakan kepada Perdana Menteri Sogavare bahwa ia akan melakukan perjalanan ke Kaledonia Baru minggu depan untuk bertemu dengan Juru Bicara FLNKS, Victor Tutugoro, dalam upaya memperoleh dukungan menjadikan ULMWP sebagai anggota penuh MSG.

Dia mengatakan Indonesia mendapatkan keanggotaan Associate MSG untuk memungkinkan dialog antara Jakarta dan Pemimpin MSG membahas masalah Papua Barat. Namun penolakan Presiden Indonesia Joko Widodo terhadap permintaan untuk bertemu dengan dia mengenai posisi MSG terhadap Papua Barat merupakan indikasi yang jelas bahwa itu memiliki alasan lain untuk bergabung dengan MSG.

Perdana Menteri Sogavare mengatakan penolakan Indonesia terhadap permintaannya untuk dialog memberinya semua alasan untuk membawa masalah ini kembali ke MSG. Dia menambahkan bahwa “Indonesia telah melewati batas sehingga kita perlu mengambil beberapa sikap keras.”

Delegasi pemimpin ULMWP yang bertemu dengan Perdana Menteri Sogavare termasuk Jacob Rumbiak, Andy Ayamiseba dan Edison Waromi, Mama Yosepha Alomang. Delegasi didampingi oleh anggota Asosiasi Free West Papua di Port Vila.

Indonesia Menolak

Di sisi lain, Indonesia dengan tegas menolak keinginan ULMWP dan menyebutnya sebagai kelompok separatis.Menurut Direktur Jenderal Asia Pasifik Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya, tidak benar bahwa ULMWP akan mendapat peningkatan status menjadi anggota penuh.

“ULMWP adalah gerakan separatis di sebuah negara berdaulat. Gerakan itu tidak memiliki legitimasi dan tidak mewakili rakyat Papua,” kata dia pada pertemuan tingkat menteri MSG di Lautoka, Fiji, belum lama ini.

Oleh karena itu, menurut Desra Percaya, dalam pertemuan tingkat menteri di Fiji, MSG hanya mencatat permohonan ULMWP dan membetuk komite untuk membicarakan kriteria keanggotaan. Menurut dia, sejumlah anggota MSG lebih memilih Indonesia sebagai anggota penuh ketimbang ULMWP.

Editor : Eben E. Siadari

Juru Bicara ULMWP Benny Wenda Tiba di Honiara Solomon Islands

Juru bicara ULMWP (Benny Wenda, Amatus Douw dan seorang pendukung Papua Merdeka tiba di Bandara Internasional Honiara pada pukul 1:40 Siang ini tanggal 9 Juli 2016.

Dalam kedatangan ini, Solomon Islands in Solidarity fro Free West Papua telah melakukan penjemputan di Bandara Internasional di Honiara dengan menanimpilkan spanduk, Bendera Bintang Fajar.

Solomon Islands Solidaritas kerja keras, siang dn malam untuk melakukan dukungan, dimana memasang Spanduk yang bertuliskan selamat datang, dan juga poster-poster bendera Bangsa Papua yaitu Bintang Fajar dan juga bendera Bangsa Solomon Islands di ruas jalan utama dari Bandara ke Ibu Kota Honiara.

Spabduk utama yang telah di pasang di Bandar Internasional di Honiara, telah diturunkan oleh sekuriti Airport, dicurigai atas permintaan Konsulat Indonesia atas kerja sama dengan seorang Polisi.

Tetapi, dipasang kembali. Perang mulut terjadi antara Polisi dan Pendukung Papua merdeka di Honiara, karena Spanduk Selamat datang itu dipasang atas petunjuk Perdana Menteri Slomon Islands Hon. Menasseh Sogavare.

Hampir 90% Delegasi Papua barat telah tiba dalam keada aman dan sehat. Semangat Solidaritas yang luar biasa di Solomon Islands. Sudah satu minggu Solidaritas kerja kerjas untuk Papua harus menjadi anggota penuh di forum MSG.

Demikian info terkini dari Hoiara, Solomon Islands.

Writed, Translated and publishing by,
Sebby Sambom
West Papuan Human Rights Defender
(Former West Papuan Political Prisoner)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny