PM Vanuatu, Moana Carcasses Kalosil bersama tokoh perjuangan Papua di Vanuatu (Dok. MSG)
Jayapura – Perdana Menteri (PM) Vanuatu yang baru, Moana Carcasses Kalosil menegaskan Vanuatu akan mendukung dan mendorong Papua Barat untuk didaftarkan sebagai anggota tetap dalam Melanesian Spearhead Groups (MSG).
Kepada Jubi, melalui rilis yang diterima hari ini (Rabu, 08/05), PM Vanuatu yang baru ini mengatakan peningkatan dukungan terhadap hak penentuan Papua Barat dari Vanuatu akan dirilisnya dalam waktu dekat, saat ia mengumumkan program 100 hari kerjanya.
“Bekerja sama dengan Edward Natapei sebagai Deputi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri, prioritas pemerintahan baru Vanuatu adalah meninjau kembali hubungan dengan Indonesia dan mendorong Agenda Kemerdekaan untuk Papua Barat di MSG.”
tulis Kalosil.
Sebagai Perdana Menteri, Kalosil dikabarkan sudah menjadi anggota Parlemen Internasional untuk Papua Barat. Pemerintahan Kalosil akan mengakhiri atau memutuskan perjanjian dengan Indonesia di mana Vanuatu menerima bantuan dari Kepolisian dan Militer Indonesia. Perjanjian kerjasama ini dibuat antara pemerintah sebelumnya dengan pemerintah Indonesia.
“Sudah waktunya untuk mengakui perjuangan West Papua, seseorang harus melakukan sesuatu buat hal itu. Kita tidak bisa hanya menutup mata dan menolak, mengatakan bahwa tidak ada yang terjadi di sana, karena ada banyak masalah hak asasi manusia terjadi di sana. Kami ingin Papua Barat menjadi anggota penuh dari Melanesia Spearhead Group – ini adalah sesuatu yang akan kita lobi”,
tulis Kalosil.
Moana Carcasses Kalosil menggantikan PM Vanuatu sebelumnya, Sato Kilman, melalui proses pemilihan bulan Maret lalu. Sebelumnya, Kalosil menjabat sebagai Mentri Keuangan dan Sekretaris Parlemen di masa kepemimpinan Sato Kilman. (Jubi/Victor Mambor)
Vanuatu – Perdana Menteri Vanuatu yang baru, Moana Carcasses Kalosil mengatakan dirinya akan membekap dan mendorong West Papua untuk didaftarkan sebagai anggota tetap dalam Melanesian Spearhead Groups (MSG). Kepada Radio New Zealand international hari ini (5/4), Moana juga mengatakan bahwa peningkatan dukungan terhadap hak penentuan nasib sendiri bagi West Papua akan diumumkan secara nasional dalam pernyataan rencana 100 hari kerja di kantor.
“Sudah waktunya untuk mengakui perjuangan West Papua, seseorang harus melakukan sesuatu tentang hal itu. Kita tidak bisa hanya menutup mata dan menolak, mengatakan bahwa tidak ada yang terjadi di sana, karena ada banyak masalah hak asasi manusia terjadi di sana. Kami ingin Papua Barat menjadi anggota penuh dari Melanesia Spearhead Group – ini adalah sesuatu yang kita akan melobi”,
kata Koloran kepada radio RNZI.
Moana Carcasses Kalosil yang juga merupakan anggota dari International Parliamentarians for West Papua (IPWP) mengatakan Pemerintahannya akan mengakhiri atau memutuskan perjanjian yang dibuat antara pemerintah sebelumnya dengan Indonesia di mana Vanuatu menerima bantuan dari Kepolisian dan Militer Indonesia. Bukan saja itu, Moris juga mengatakan bahwa akan membentuk unit khusus pada Departemen Luar Negeri yang berfokus pada masalah West Papua.(wd)
Moana Kalosil bersama Benny Wenda dan Ketua ILWP Melinda Jankie saat Peluncuran IPWP di London
Moana Kalosil, Andy Ayamiseba, Otto Ondowame & Paula Makabory
Solidaritas Vanuatu dengan Juru Kampanye Papua Barat (dailypost.vu)
Jayapura – “Saya ingin melihat Papua Barat diakui dalam MSG dalam pertemuan MSG mendatang di New Kaledonia bulan Juli tahun ini,” kata Deputi Perdana Menteri Vanuatu, Ham Lini kepada Vanuatu Daily (19/3) ketika Kampanye Pembebasan Papua Barat oleh Benny Wenda ditujukan pada anggota parlemen Vanuatu di Parliament House.
Lini mengatakan masyarakat Papua Barat telah mencari bantuan ini cukup lama dan sekarang saatnya mereka diakui dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).
“Kami telah mendengar tangisan penderitaan mereka untuk bebas dari Indonesia, terlalu lama. MSG akan memberi mereka sebuah platform kuat dan platform yang sah untuk membuat suara mereka didengar, “
kata Lini saat ia berjabat tangan dengan Benny Wenda.
Wakil Perdana Menteri Vanuatu ini ingat bahwa selama masa pemerintahan Perdana Menteri Michael Somare di Papua New Guinea dan Perdana Menteri Vanuatu, Pastor Walter Lini, masalah kebebasan Papua Barat adalah salah satu prioritas dari negara-negara Melanesia. Tetapi saat ini hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada perjuangan rakyat Papua Barat.
Menjawab pertanyaan tentang Papua Barat yang menjadi anggota penuh dari MSG, Lini menjawab:
“Ya, kami ingin MSG untuk menerima Papua Barat ke dalam keanggotaan penuh dalam Rapat MSG mendatang di Noumea, Kaledonia Baru pada bulan Juli tahun ini”.
PMNews mencatat Radio New Zealand International, Vanuatu Daily Post dan disambut Tabloid Jubi seperti telah kami teruskan lewat Papua Press Agency (www.westpapua.net) memberitakan peristiwa bersejarah dalam sejarah perjuangan Papua Merdeka yaitu bahwa Kantor Sekretariat MSG (Melanesian Spearhead Group) menerima lamaran West Papua (diwakili oleh WPNCL – West Papua National Coalition for Liberation) untuk menjadi anggota MSG.
Walaupun lamaran ini harus disetujui oleh Ketua dan anggota MSG, penekanan dan ulasan disampaikan bahwa West Papua menurut kodrat ialah bagian dari keluarga besar Melanesia, jadi tidak ada alasan untuk mengabaikan eksistensi dan keanggotaan West Papua dalam keluarga Melanesia. Sementara Indonesia yang bukan bagian dari keluarga Melanesia saja telah diberikan status peninjau baru-baru ini, maka ditegaskan oleh politisi senior pendukung Papua Merdeka, Barak Sope bahwa West Papua memang pantas dan harus diterima sebagai anggota MSG.
MSG saat ini berkantor pusat di Port Vila, ibukota Republik Vanuatu, salah satu dari segitiga Port Capitals (Port Numbay, Port Moresby dan Port Vila).
MSG ialah badan resmi di bawah PIF (Pacific Islands Forum), yaitu lembaga resmi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
PBB sebagai lembaga internasional selalu ketat dengan prosedur dan birokrasi organisasi. MSG merupakan wadah birokrasi PBB di kawasan Melanesia, yang menyampaikan resolusi dan keputusannya kepada PIF, yang kemudian diteruskan kepada Sidang Umum PBB dan sesi-sesi dengar pendapat dan rapat-rapat Komisi serta Sub-Komisi di Kantor PBB.
Bila West Papua didaftarkan sebagai anggota MSG, maka secara resmi dalam birokrasi dan prosedur administrasi PBB isu West Papua menjadi bagian dari isu-isu PBB pada tingkat kawasan, yang kemudian akan meningkat ke tingkat PIF, lalu ke tingkat Komisi dan Sidang Umum.
Dalam berbagai kesempatan dan lewat berbagai media Menteri Luar Negeri penjajah NKRI telah berulangkali dengan bangga pertama-tama melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pemerintah kolonial di Jakarta bahwa dukungan terhadap perjuangan Papua Merdeka dari negara-negara kawasan Pasifik Selatan, terutama Republik Vanuatu telah melemah.
Menanggapi perkembangan ini, PMNews menghubungi Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP).
Pada intinya TRWP lewat Sekretaris-Jenderalnya, Leut. Gen. Amunggut Tabi katakan menanggapi lirik lagu Menlu penjajah NKRI Marty Natalegawa, “Memang itu tugas Menlu NKRI untuk harus menyatakan mereka telah berhasil membungkan PM Sato Kilman, dan Vanuatu. Kalau tidak sukses berarti bukan Menlu penjajah namanya.” Akan tetapi, menurut Tabi, lagi, “Kita harus tahu bahwa memang secara pribadi kita tahu Sato Kilman itu tidak pernah mendukung perjuangan Papua Merdeka. Jadi, kalau sekarang tidak mendukung, itu bagi Indonesia merupakan hasil kerja Menlu penjajah NKRI, tetapi kalau dilihat pribadi Sato Kilman, maka lirik lagu itu kelihatannya perlu dirubah kembali.”
Berikut petikan wawancara per Email sebanyak tiga kali email:
PMNews: Bagaimana pendapat Anda tentang pernyataan-pernyataan yang belakangan ini dibuat Menlu penjajah NKRI bahwa Vanuatu telah menarik dukungan terhadap perjuangan Papua Merdeka?
Leut. Gen. Amunggut Tabi (TRWP): Pendapat saya ya, biasa-biasa saja, dan sangat pantas dan harus dikatakan begitu oleh seorang Menlu. Kalau tidak begitu, itu namanya bukan Menlu. Apalagi Menlu dari negara yang sedang menjajah bangsa dan negara lain. Memang harus begitu. Tugasnya ke sana-kemari di seluruh dunia, bahkan sampai ke surga dan neraka sekalipun untuk mencari dukungan dan kemudian mengkleim dukungan dimaksud. Jadi itu bukan cerita baru dan bukan sesuatu yang aneh atau yang membanggakan bagi siapapun.
PMNews: Apakah pernyataan Menlu penjajah NKRI Natalegawa ini menunjukkan kekalahan telah dari para diplomat Papua Merdeka di kawasan Pasifik Selatan?
TRWP: Saya boleh katakan dua-duanya. Di satu sisi kewajiban pemerintah dan negara penjajah untuk selalu berkelana ke sana-kemari mencari, menyogok, membujuk dan merayu dukungan lalu pulang dengan kleim-kleim. Di sisi lainnya memang terlihat jelas, orang Papua bermain politik sangat pragmatis dan sporadis, tidak sistematis dan strategis sehingga dukungan-dukungan yang sudah ada tidak dipelihara dan dipupuk dengan baik, sibuk dengan membangun jaringan baru dan malahan pandai merusak apa yang sudah dibangun.
Saya sebenarnya tidak mau katakan “Vanuatu menarik dukungan terhadap perjuangan Papua Merdeka, tetapi lebih tepat, Vanuatu saya mau katakan Vanuatu minta orang Papua lebih banyak berkomunikasi dan berkonsultasi dengan mereka. Membangun hubungan yang harmonis dan meneruskan kerjasama, diskusi, konsultasi seperti sedia-kala.”
PMNews: Apa yang Anda maksud dengan “pragmatis dan sporadis, tidak sistematis dan strategis sehingga dukungan-dukungan yang ada tidak dipelihara dan dipupuk dengan baik” dalam email sebelumnya?
TRWP: Ya, itu maksudnya begitu. Contoh yang sangat sederhana: Masih ada, dan saya harap jumlahnya sedikit tetapi lumayan orang Papua yang masih percaya bahwa kalau orang Papua kibarkan bendera Bintang Kejora selama 1 X 24 jam di Kota Port Numbay tanpa diturunkan oleh NKRI, maka Indonesia pasti keluar dari Tanah Papua. Mungkin di kota Port Numbay terlalu ekstrim, tetapi katakan saja mengibarkan bendera Bintang Kejora di Abe Gunung, Jayapura, di tengah-tengah kebun selama 24 jam saja masih dianggap bisa mengundang dukungan dari negara lain. Ini kedengarannya lucu, tetapi ini masih dipercaya oleh orang Papua sampai detik ini.
Contoh kedua: Masih ada orang Papua yang percaya bahwa solusi masalah Papua ada di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York sehingga setiap menjelang Sidang Umum PBB selalu saja ada pengumuman-pengumuman atau gerakan-gerakan atau pernyataan-pernyataan tentang PBB dan West Papua, tentang agenda isu West Irian telah masuk ke agenda PBB, dan sebagainya.
Jadi, berpikir politik Papua Merdeka ini seolah-olah barang sederhana dan mudah, padahal cerita sebenarnya bukan begitu.
Tidak strategis misalnya kita berputar-putar dari 1960 sampai 2012 di sekitar kegiatan-kegiatan bikin kongres, bikin KTT, bikin Sidang; disusul mengkleim diri Panglima Tertinggi, Panglima Tinggi, Presiden, Panglima, Komandan, Pimpinan ini dan itu. Jadi, semua yang berjuang untuk Papua Merdeka sebenarnya sedang berputar dalam Lingkaran Setan yang sama tanpa kita keluar dari lingkaran dimaksud.
Operasi-operasi militer ataupun kegiatan politik yang kita lakukan sejauh ini juga sangat amatir dan sporadis, tidak tertata dengan baik. Bagaimana bisa tertata baik sementara kita sendiri sibuk setiap saat urus Kongres, KTT dan Sidang Umum, lalu mengangkat dan mengkleim diri, berputar keluar-masuk dari Port Numbay ke Wutung lalu balik lagi seolah-olah dari misi luar negeri dengan janji-janji bohong pendropan senjata, pembahasan Agenda West Papua di Sidang Umum PBB dan sebagainya.
Malahan ada isu-isu pula Presiden S.BY sudah siap memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua.
Ini semua cara berpikir dan cara bermain anak-anakan. Sangat disayangkan.
Saya juga katakan bahwa apa yang sudah ditanam tidak dipelihara dengan baik. Misalnya dukungan Vanuatu yang tidak pernah kita pelihara dengan baik. Sebelum itu, hubungan keluarga bersama sebangsa dan setanah air di sebelah Timur dari pulau kita ini saja kita hancurkan sendiri, bahkan kita bunuh dukungan itu. Apalagi kita tidak punya kesanggupan untuk memelihara hubungan dengan teman-teman Melanesia lain di luar pulau dan bangsa kita ini.
PMNews: Anda menyinggung dukungan Papua New Guinea. Baru-baru ini ada dukungan atau pernyataan resmi dari Perdana Menteri PNG bahwa ia akan menyampaikan Nota Diplomatik ke Jakarta. Bagaimana pendapat Anda?
TRWP: Sudah disebutkan tadi. Penting untuk Anda catat, bahwa kita tidak perlu dukungan dari Papua New Guinea, karena kita bicara tentang satu bangsa, satu pulau, satu nasib, yaitu nasib dari bangsa Papua di pulau New Guinea atau di Tanah Papua (Sorong sampai Samarai), bukan Sabang-Maroke.
Jadi, orang Papua yang sekarang ada di pulau New Guinea bagian Timur dan bagian Barat ialah korban, yang sedang menderita, yang sedang dijajah. Kita lepaskan atribut Negara, kita lihat Papua dari sisi pulau dan manusianya, hutan, laut dan suku-bangsanya. Yang dijajah, yang diteror, yang dibunuh, yang disebut orang OPM, dikejar, ditembak, itu orang Papua, dan peristiwa-peristiwa ini terjadi di Tanah Papua. Dan Tanah Papua itu mulai dari Sorong sampai Samarai. Itu harus dicatat. Itu sudah diketahui oleh orang Papua dari Sorong sampai Samarai.
PMNews: Kami mau kembali kepada topik Menlu negara penjajah mengkleim dukungan Vanuatu terhadap pendudukannya atas tanah Papua. Apa harapan TRWP untuk ke depan?
TRWP: Harapan dari TRWP, yaitu harapan dari General TRWP Mathias Wenda ialah agar semua Panglima dan pasukan serta gerilyawan, semua organisasi perjuangan yang beroperasi di seluruh dunia supaya mempelajari kebijakan-kebijakan yang telah diturunkan oleh Markas Pusat Pertahanan TRWP lewat Kantor Sekretariat di Wewak, Papua New Guinea.
PMNews: Tanggapan terhadap pernyataan Menlu kolonial Natalegawa?
TRWP: Saya sengaja tidak sebutkan sebelumnya karena memang tidak perlu. Perjuangan kita tidak tergantung kepada apa yang dikatakan Natalegawa, apalagi dia berbicara sebagai Menlu negara kolonial, apalagi itu kewajiban dia. Kita tidak bisa mengharapkan Menlu kolonial NKRI menyatakan, “Aduh menyesal sekali, kami gagal membungkam dukungan Vanuatu terhadap Papua Merdeka.” Itu bukan politisi namanya. Dia harus menyatakan begitu.
Menanggapi itu, kami juga tidak harus merasa dia telah menang telak. Memang itu tugas Menlu NKRI untuk harus menyatakan mereka telah berhasil membungkan PM Sato Kilman, dan Vanuatu. Kalau tidak sukses berarti bukan Menlu penjajah namanya. Akan tetapi, kita harus tahu bahwa memang secara pribadi kita tahu Sato Kilman itu
Español: Prime minister Vanuatu (Photo credit: Wikipedia)
tidak pernah mendukung perjuangan Papua Merdeka. Jadi, kalau sekarang tidak mendukung, itu bagi Indonesia merupakan hasil kerja Menlu penjajah NKRI, tetapi kalau dilihat pribadi Sato Kilman, maka lirik lagu itu kelihatannya perlu dirubah kembali.
TRWP sudah ada di Vanuatu mulai tahun 2004, dan bergerilya di sana sampai hampir dua tahun, lalu meninggalkan negara itu untuk tugas-tugas lain di dalam negeri dan di negara lain. Jadi, peta politik di sana kami tahu dari diri kami sendiri, bukan dari pernyataan pemerintah kolonial dan juga bukan dari organisasi lain.
Kami tahu pribadi lepas pribadi dari setiap politisi di Vanuatu. Kita jangan bertanya-jawab terlalu jauh tentang kondisi celana dalam kita, karena itu tidak tepat. Kita sebaiknya bertanya-jawab tentang dukungan Australia atau Amerika Serikat. Saya tidak sanggup melayani pertanyaan lanjutan tentang dukungan Vanuatu.
Maaf, tetapi saya rasa ini penting untuk menjaga integritas kita sebagai sesama orang Melanesia. Kita tidak boleh larut ke dalam permainan orang asing di tengah-tengah kita.
Anda perhatikan saja, selama ini TRWP sudah tahu di mana para kaum Papindo seperti Ohee, Karubaba, Korwa dan sebagainya tinggal, kami sudah sering bertmu-sapa, tetapi apakah TRWP berbuat sesuatu terhadap mereka? Mereka menyampaikan banyak sekali pernyataan membela NKRI karena mereka bagian dari Barisan Merah-Putih, tetapi apakah TRWP pernah mengancam mereka? Tidak pernah dan tidak akan pernah! Mengapa? Karena mau dan tak mau, setuju dan tak setuju, dari nenek moyang sampai kiamat, mereka adalah anggota dari keluarga besar Melanesia dan bangsa Papua yang bertanah-leluhur di pulau New Guinea.
PMNews: Maaf, kami tidak akan tanya lebih lanjut tentang pernyataan Menlu pemerintah kolonial Indonesia. Kami mau TRWP menyampaikan pesan terakhir khususnya menghadapi berbagai peristiwa penembakan dan pembunuhan belakangan ini.
TRWP: “Papua Merdeka Harga Mati! NKRI Bangkrut! Indonesia Keluar! Papua Merdeka!, demi dan karena KEBENARAN saya berdoa, Ya Tuhan Pencipta Langit dan Bumi, Tuhan Abraham, Ishak dan Yakub, Tuhan Nenek Moyangku, Tuhan Ayahku dan Ibuku, dan Tuhanku yang Aku Percaya!
Berikanlah kiranya pikiran yang tenang, damai dan jernih kepada setiap pejuang dan aktivis, pimpinan dan panglima, agar kami semua memahami Rencana dan Tuntunan-Mu, sehingga kami tidak melangkah melampaui atau melenceng dari kehendak-Mu, dan kami tidak egois mengikuti kemauan kami sendiri, mengesampingkan atau mengabaikan perjuangan, eksistensi dan keinginan sesama pejuang kami.
Berikanlah kami pencerahan ilahi, agar kami memahami tanda dan peringatan-Mu, sehingga kami mewujudkan kemerdekaan West Papua bukan berdasarkan kebencian kepada agama apapun, ras apapun atau suku-bangsa manapun, tetapi berdasarkan keyakinan kepada KEBENARAN! yang telah dimanipulasi dan dibelokkan pada saat Penentuan Pendapat Rakyat 1969 karena kerakusan dan ketamakan manusia atas sumberdaya alam negeri ini, dan demi melindungi dan membela pandangan politik mereka yang seolah-olah dalam rangka membela kehendak dan jalan-Mu tetapi sebenarnya tidak, mereka hanya mencari makan dan memenuhi nafsu kemanusiaan yang duniawi.
Engkau tahu KEBENARAN telah dimanipulasi, kami-pun tahu itu, Indonesia-pun tahu itu, Amerika Serikat dan Inggris-pun tahu itu, Belanda, apalagi, tahu itu. Iblis-pun sebagai Bapa segala Pendusta dia tahu.
Sekarang bukan masalah siapa yang tahu dan siapa yang tidak tahu Pepera 1969 itu salah, tetapi masalahnya kami orang Papua sendiri tidak percaya bahwa KEBENARAN, di manapun, kapan-pun, oleh siapapun dan bagaimanapun, tidak pernah dan tidak akan pernah terkalahkan dan dikalahkan. Ampunilah kami, ya Tuhan, karena kami suku-bangsa yang tidak percaya bahwa KEBENARAN ialah Pemenang Abadi.
“Papua Merdeka Harga Mati! NKRI Bangkrut! Indonesia Keluar! Papua Merdeka!, demi dan karena KEBENARAN saya berdoa, Ya Tuhan Pencipta Langit dan Bumi, Tuhan Abraham, Ishak dan Yakub, Tuhan Nenek Moyangku, Tuhan Ayahku dan Ibuku, dan Tuhanku yang Aku Percaya!
Ketua Vanuatu Christian Council (VCC) , Anglikan Uskup James Ligo (IST)
Jayapura—Ketua Vanuatu Christian Council (VCC) , Anglikan Uskup James Ligo, mengatakan VCC akan membawa kasus Papua Barat dalam Rapat Umum Tahunan VCC pekan depan. VCC akan menekankan perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan Pemerintah baru untuk menjadikan Papua Barat sebagai prioritas.
Kepada tabloidjubi.com, Kamis (15/11) Uskup Ligo mengatakan VCC perlu membawa kasus ini karena sangat jelas Pemerintah caretaker, Perdana Menteri Sato Kilman telah keluar dari jalur asli Bapak Pendiri Perjuangan Vanuatu yang meminta agar rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Sebagai Ketua VCC, Uskup mengatakan dia tidak melihat alasan mengapa pemerintah belum menentukan sikap atas nasib “saudara dan saudari” di Papua Barat.
Perdana Menteri caretaker menggunakan metafora untuk mengatakan bahwa jika Anda ingin menjinakkan singa, Anda tidak harus mengisolasi tapi tetap dekat dengan Anda. Tapi saya ingin menambahkan bahwa singa tidak dapat diprediksi dan sangat berbahaya, dan akan menyerang Anda dan membunuh Anda jika Anda membiarkannya berkeliaran di lingkungan, ” kata Uskup Ligo.
Dia mengatakan VCC ingin tahu apa jaminan Indonesia yang telah diberikan kepada MSG (Melanesian Spearhead Group) sehingga bisa memperoleh status pengamat di pertemuan tersebut. “Kita tidak bisa menghibur orang yang membunuh saudara-saudara kita sehari-hari kemudian membawanya sebagai pengamat pada Grup negara-negara Melanesia,” katanya.
“Kami yang membentuk VCC akan bekerja sama dengan Pemerintah baru untuk berkonsultasi dan mengejar cara untuk membebaskan rakyat Papua Barat yang menjadi korban setiap hari oleh militer Indonesia,” ujar Uskup Ligo.
Uskup Ligo mengatakan VCC akan menempatkan masalah Papua Barat kepada Dewan Pertemuan Gereja Pacific di Honiara, Kepulauan Solomon tahun depan dan bahkan lebih jauh lagi, VCC akan membawa masalah Papua ini ke Dewan Gereja Dunia dan Komite Dekolonisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Jubi/Victor Mambor)
REPUBLIKA.CO.ID, Bergejolaknya ‘bumi’ Papua belakangan ini ternyata mendapatkan perhatian serius dari dunia internasional. Bahkan, bagi beberapa negara yang memang kerap menyatakan dukungannya terhadap Papua agar memisahkan diri dari Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Australia.
Dan kini, informasi terbaru mengungkapkan bahwa sejumlah anggota Parlemen dari Australia dan sekitar Pasifik membuka sebuah babak baru, yakni semacam kelompok politisi internasional yang tujuannya cuma satu: mendukung Papua untuk Merdeka.
Wakil-wakil dari Vanuatu, Selandia Baru, Papua New Guinea dan Australia telah diundang untuk ikut bergabung dalam International Parliamentarians for West Papua. Kelompok ini menurut rencana akan diluncurkan di Australia pada awal pekan depan.
Senator Partai Hijau Australia Richard Di Natale mengatakan pihaknya mengundang menteri-menteri di Australia dan seluruh Pasifik untuk ikut bergabung dalam forumt tersebut. “Kami ingin lebih banyak orang ikut bergabung dan berikrar bahwa rakyat Papua Barat berhak untuk menentukan nasib sendiri,” katanya menandaskan.