KNPB Wilayah Byak Supiori Melakukan Sosialisasi di Sektor KNPB Marawaf Byak Utara

Byak 30 April 2017 Knpb Wilayah byak melakukan sosialisasi untuk Memobilisasi bahkanpula memberikan pemahaman tentang sejarah perjuangan Papua Merdeka di sektor Knpb  marawaf Byak Utara, sosialisasi tersebut di pusatkan di balai kampung Marawaf berjalan aman dan lancar, Maka dalam sosialisasi tersebut dihadiri seluruh masyarakat kampung marawaf, Dan dalam sosialisasi  tersebut memberikan Pemahaman tentang bagaimana sistem orang Papua harus bersatu demi menuju Kebebasan hak penentuan nasib bangsa Kami (West Papua), memberikan Pemahaman di awali oleh Ketua 1 Knpb wilayah Byak, di pesankan agar tidak boleh terpengaruh dengan semua kerja-kerja Bin, Milisi, Pemimpin daerah, bahkan Program Nkri dalam realita sosial saat ini karena sebuah ini jika kita memahami maka dimaksud tersebut Cuma hanya di pengaruhi/ di bunuh  Nasionalisme, tegas Ketua 1 knpb wilayah Biak-Supiori

Sosialisasi KNPB Wilayah Byak Utara
Sosialisasi KNPB Wilayah Byak Utara

Selajutnya Sek Knpb wilayah Biak Yudhas Kossay menambahkan pemahaman tentang perkembangan Knpb dalam perjuangan Pembebasan Manusia Papua Di West Papua dari kolonial Indonesia, bahwa Knpb adalah Media Rakyat untuk mengungkap fakta dan mendorong/memberikan dukungan terhadap faksi-faksi Utama yang telah bersatu dalam United Liberation movment for West Papua (ULMWP) Berkata demikian sebab banyak rakyat West Papua yang maasih belum Tahu lahirnya ULMWP di vanuatu, di jelaskan agar masyarakat dapat memahaminya bagaimana Jalan menuju kebesan penentuan nasib bangsa (self determination)

Melihat Realitas Sosial, Saat ini di kota biak bahwa kota biak telah di kuasai Tni dan Polri tanah adat hak ulayat masyarakat adat di rampas habis oleh TNI Di kota biak ini benar benar TNI telah di langgar Isi undang undang yang di buatnya bersama perserikatan bangsa bangsa Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa  Atas Hak-Hak Asasi Masyarakat Adat (United Nations Declarations on the Rights of Indigenous Peoples),Semuanya tidak sesuai dengan pasal 1-45 ini adalah fakta yang telah terjadi di kota biak, begitupun pemerintah juga hanya memperindah wajah kota tidak di perhatikan segala fasilitas umum dan ekonomi masyarakat,katanya Melpa”

Tanggapan masyarakat Mereka senang ada sosialisasi ini karena sebelumnya belum pernah melakukan sosialisasi, dan di karena selalu terjadi kecelakaan banyak di jalan lintas biak supiori maka masyarakat sangat di butuhkan kamera untuk menyambil gambar tangapan kepala desa  marawaf

Rakyat Aborigin Australia Ingin Miliki Negara Sendiri

 Michael Mansell, pengacara dan aktivis hak-hak rakyat Aborigin, mengusulkan kepada pemerintah Australia agar membentuk negara bagian tersendiri bagi rakyat Aborigin. (Foto: abc.net.au)
Michael Mansell, pengacara dan aktivis hak-hak rakyat Aborigin, mengusulkan kepada pemerintah Australia agar membentuk negara bagian tersendiri bagi rakyat Aborigin. (Foto: abc.net.au)

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM –  Pemerintah Australia diminta membentuk negara bagian ketujuh yang dikelola oleh warga Aborigin, yang merupakan penduduk asli Australia. Negara bagian itu harus sama dengan negara bagian lainnya di Australia, yang memiliki pemerintahan, parlemen dan sistem pengadilan sendiri.

Usulan ini dikemukakan aktivis dan pengacara Aborigin, Michael Mansell dari Tasmania, sebagaimana dilansir dari abc.net.au.

Menurut Mansell, pembentukan negara bagian ketujuh untuk Aborigin, akan menjadi sebuah hadiah berharga menuju penentuan nasib sendiri bagi rakyat Aborigin.

Ia mengatakan, negara bagian ketujuh itu harus dijalankan seperti negara-negara bagian yang sudah ada.

“Ini akan memiliki wewenang untuk memungut pajak, mengelola jalan, kelistrikan, pendidikan, kesehatan, perumahan dan sebagainya,” kata dia.

“Dengan kata lain, ini akan memberikan rakyat Aborigin secara penuh tanggung jawab di dalam federasi Australia untuk melakukan yang terbaik di dalam sistem federasi itu sendiri,” kata dia.

Pria beretnis Palawa ini baru saja menerbitkan buku berjudul Treaty and Statehood, dan ia mengatakan negara bagian ketujuh itu dapat didirikan di tanah yang saat ini dikuasai oleh rakyat Aborigin, tanpa mengubah konstitusi Australia.

Kendati demikian, ia mengakui bahwa apa yang dia usulkan ini tidak bisa terwujud dalam waktu dekat. Menurut dia, setidaknya diperlukan satu atau dua dekade lagi agar kesepakatan ini diperoleh.

“Anda harus melihat ke 20 atau 30 tahun ke depan untuk model yang kita tuju secara bertahap,” katanya.

“Jika kita mencoba untuk membawa orang-orang Aborigin ke posisi kedaualatan secara politik seperti sebelum invasi tahun 1788, maka anugerah besar yang bisa diberikan (oleh Australia) adalah sebagai negara bagian ketujuh.”

Seruan bagi adanya negara bagian ketujuh ini muncul setelah pemerintah negara bagian South Australia mengumumkan rencananya untuk mencapai kesepakatan dengan kelompok-kelompok Aborigin di dalam negara bagian itu.

South Australia telah menyiapkan dana  4 juta dolar AS dalam anggaran pemerintah untuk mencapai kesepakatan.

Menteri Negara Urusan Aborigin, Kyam Maher, mengatakan ia ingin pembahasan terkait dengan itu dimulai hari Rabu mendatang dan berharap perjanjian pertama akan selesai dalam waktu 12 bulan.

MSG Perlu Perjanjian untuk Melindungi Budaya dan Pengetahuan Tradisional Melanesia

Jayapura, 26/4 (Jubi)- Negara-negara Melanesia maupun kelompok budayanya sedang merencanakan untuk merumuskan sebuah perjanjian, agar mampu melestarikan pengetahuan tradisional atau traditional knowledge (TR) dan ekspresi budaya atau expression of culture (EC). Perlindungan dan pelestarian ini sangat penting bagi masyarakat budaya Melanesia akibat pengaruh globalisasi.

Guna mengejar target ini, konsultasi nasional tentang kerangka perjanjian MSG tentang Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya belum lama ini digelar di Suva, Fij.

Apisalome Movono, Sekretaris Deputy Menteri Pendidikan, Culture and Heritage saat menyampaikan sambutan pembukaan konsultasi ini sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi negara-negara MSG dan kelompoknya untuk melindungi serta mempromosikan budaya-budaya Melanesia.

Dia mengingatkan para peserta bahwa ada kebutuhan yang kuat untuk melindungi tradisi dan budaya yang unik di negara-negara MSG atau kelompok-kelompok budaya Melanesia.

“Konsultasi ini akan membahas isu-isu hak kekayaan intelektual yang diwariskan dari generasi ke generasi dengan cara pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya, kepemilikan hak intelektual, praktek dan tantangan yang akan dihadapi akibat perubahan globalisasi,”

kata Movono yang dikutip tabloidjubi.com Sabtu(26/4) dari Pacnews online.

Tujuan dari perjanjian memerlukan perlindungan dan menjaga pemilik tradisional dan kustodian terhadap penyalahgunaan, salah urus dan penyalahgunaan TK dan EC mereka, mendukung anggota Pemerintah MSG untuk melaksanakan TK nasional mereka sendiri dan legislasi EC dan pembentukan Otoritas Kompeten Nasional.

Sebuah resolusi akan disampaikan kepada Menteri yang bertanggung jawab membentuk dasar untuk ratifikasi Fiji atau mempersiapkan diri untuk Fiji TK nasional sendiri dan undang-undang EC yang saat ini sedang disusun oleh kantor Negara Hukum.

Lokakarya yang berlangsung dua hari di Suva, Fiji juga membahas isu-isu kesepakatan regional dan hubungan dengan Fiji, hubungan Perjanjian pada Konvensi internasional yang diratifikasi Fiji seperti tahun 2003 Konvensi Warisan Budaya Takbenda. Tujuan dari perjanjian MSG dan relevansinya dengan Instruments Hukum National, saat ini sedang dikembangkan dan Otoritas Kompeten yang akan mengelola TK dan Perjanjian EC untuk Fiji. (Jubi/dominggus a mampioper)

Enhanced by Zemanta

Diam-DIam Pemerintah dan Freeport Tandatagani Kontrak

Jayapura, 7/4 (Jubi) – 51 persen saham yang diminta pemerintah pada Freeport menjadi isapan jempol. Freeport hanya memberikan 30 persen saja.

Pemerintah Indonesia dikabarkan secara diam-diam melakukan renegosiasi kontrak kerja dengan Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia. Situs berita kontan.co.id melansir pemerintah akan kembali memperpanjang kontrak Freeport dan Vale. Yakni dua kali 10 tahun atau 20 tahun, sesuai dengan permintaan dua perusahaan itu. Ini artinya, kontrak karya Freeport tidak akan habis di tahun 2021 tapi hingga tahun 2041. Begitu pula dengan Vale, kontraknya tidak akan habis pada tahun 2025 tapi akan diperpanjang hingga 2045,

Sabtu, 5/4 lalu, R. Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui pemerintah akan mengabulkan permohonan perpanjangan kontrak Freeport dan Vale.

“Para pengusaha ini minta kepastian perpanjangan karena telah membenamkan dana investasi besar. Ini poin titik temu kami,” ujar Sukhyar seperti dilansir kontan.co.id.

Padahal beberapa hari sebelumnya, media massa memberitakan renegosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport belum selesai. Bahkan, isu Freeport ini diharapkan menjadi komoditi para tokoh yang berani maju jadi calon presiden (capres). Jokowi pun, mendapatkan pertanyaan ini di lapangan PTC, Entrop Jayapura ketika berkampanye, menolak untuk memberikan jawaban.

“Saya kira itu nanti setelah pileg. Nanti setelah pileg,” ujar Jokowi kepada wartawan di Lapangan Karang PTC Entrop, Jayapura, Sabtu sore (5/4).

Sehari sebelumnya, Jumat (5/4) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini mengatakan pada media massa, belum ada kesepakatan antara pemerintah dan Freeport mengenai divestasi tersebut. “Kalau cuma mau segitu (20%) ya renegosiasi berhenti dan kontraknya cuma sampai 2021,” kata Sukhyar di Jakarta, Jumat (4/4), menyinggung divestasi 20 persen saham yang ditawarkan Freeport Indonesia kepada pemerintah dari 51 persen yang diinginkan pemerintah Indonesia.

Hanya berselang sehari kemudian, ternyata diketahui bukan hanya kontrak yang diperpanjang, beberapa poin juga telah disepakati. Divestasi adaah salah satu poin yang disepakati oleh para pihak. Pemerintah menjilat ludahnya sendiri. 51 persen saham yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, menjadi isapan jempol belaka. Alasan yang diberikan oleh pemerintah, Freeport memiliki tambang bawah tanah (underground), sehingga kewajiban divestasinya hanya 30 persen saja. Sementara PT. Vale Indonesia wajib melepas 40% sahamnya lantaran bisnisnya sudah terintegrasi dari hulu dan hilir.

Mengenai tambang bawah tanah ini, Vice President Corporate Communications PTFI, Daisy Primayanti kepada Jubi menjelaskan pada tahun 2013 Freeport tidak membayar dividen PTFI kepada semua pemegang saham (termasuk kepada perusahaan induk PTFI dan Pemerintah RI). Hal ini menurut Daisy dikarenakan beberapa faktor, antara lain volume penjualan tembaga dan emas yang lebih rendah karena kadar bijih yang rendah, gangguan operasi tambang, penurunan harga komoditas global, dan penggunaan arus kas untuk investasi sekitar 1 Miliar US Dollar, guna mendukung pengembangan tambang bawah tanah yang pada tahun 2017 dan selanjutnya akan menjadi tumpuan kegiatan penambangan PTFI.

“Proyek tambang bawah tanah ini akan memakan biaya investasi signifikan sekitar 15 Miliar US Dollar selama sisa umur tambang. Selain itu arus kas juga digunakan untuk menjaga keberlanjutan tingkat poduksi saat ini,” papar Daisy.

Sedangkan soal kontrak kerja, Daisy mengaku belum mengetahui apakah prosesnya sudah mendekati final atau belum.

“Saya belum dengar bahwa proses tersebut sudah mendekati final.” tulis Daisy lewat pesan singkatnya kepada Jubi, Senin (7/4).

Pelepasan saham PT Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia ini, menurut Sukhyar akan dilakukan lewat replacement cost, yakni harga saham dihitung berdasarkan investasi perusahaan. Tidak melalui bursa saham. Pemerintah pusat jadi pihak pertama yang harus mendapat penawaran. Ia juga optimis, renegosiasi kontrak akan rampung sebelum pergantian pemerintahan. (Jubi/Victor Mambor)

Papua Dalam Expert Meeting Tentang Masyarakat Adat Di Jenewa, 19 Maret

Jeffrey Bomay (kanan) dalam Expert Meeting (Dok. Jubi)

Jayapura, 23/3 (Jubi) – Sebagaimana tradisi yang berlangsung dalam setiap sidang Dewan HAM PBB (UNHRC), sebuah expert meeting selalu diselenggarakan untuk memperluas penggunaan standard internasional Hak Asasi Manusia yang lebih efektif. Selama beberapa tahun terakhir, Expert Meeting ini dilakukan oleh Geneva for Human Right (GHR).

Tahun 2014 ini, Expert Meeting ini mengambil tema Masyarakat Adat: Menjelang Konferensi Dunia. Expert Meeting ini secara umum dilakukan untuk meninjau tindakan PBB terhadap masyarakat adat, dan persiapan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat. Sementara tujuan khususnya adalah untuk menyadarkan orang-orang yang berpartisipasi dalam Dewan HAM PBB mengenai keberadaan standar dan mekanisme hak asasi manusia  internasional tentang masyarakat adat. Juga untuk berbagi pengalaman dan keahlian pada tren terbaru tentang perlindungan masyarakat adat dan untuk menyadarkan peserta tentang tantangan utama dalam proses persiapan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Adat itu sendiri.

Masyarakat Adat Papua menjadi salah satu topik dalam Expert Meeting ini. Jeffrey Bomay, aktivis Papua yang hadir sebagai perwakilan rakyat Papua mengatakan kepada Jubi, expert meeting ini didukung oleh Dewan HAM PBB, Switzerland, Norwegia dan Mexico, serta badan gereja-gereja sedunia (WCC) yang berpusat di Genewa. Selain dirinya yang hadir sebagai pembicara dalam expert meeting hari Rabu, 19 Maret 2014 itu, hadir juga Dr. Olav Fykse Tveit, SG (WCC), Amb. Luis Alfonso de Alba (Mexico), John Henriksen (Norway), Penny Parker (Advocates for Human Rights), Perwakilan Dewan HAM PBB, David Matthey-Doret (DOCIP), Suhas Chakma, ACHR (India) dan Ngawang Drakmargyapon (UNPO).

Poster expert meeting (Dok. Jubi)

Poster expert meeting (Dok. Jubi)

“Untuk sesi saya, saya menekankan soal pembunuhan di Timika penangkapan dan pemenjaraan ketua DAP Forkorus, Fillep Karma dan Victor Yeaimo dan penyisiran masyarakat sipil di Puncak Jaya. juga isolasi Papua dari perhatian international seperti NGOs atau pelapor khusus PBB dan badan-badan international lainnya,”

kata Jeffrey Bomay saat dihubungi Jubi, Sabtu (22/3).

Bomay mengatakan ia mendapatkan 18 pertanyaan menyangkut masyarakat asli Papua. Salah satunya adalah pertanyaan dari Perwakilan Norwegia, tentang sejarah Papua Barat, terutama Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969.

“Saya katakan Pepera harus di uji secara hukum international karena dilakukan dalam keadaan Papua sudah dianeksasi oleh Indonesia. Pepera dilakukan pada tahun 1969 kontrak pertambangan PT. Freeport sudah dilakukan pada tahun 1967, dua tahun sebelum pelaksanaan PEPERA 69. Inilah akar masalah yang membuat rakyat Papua tetap menolak hasil Pepera itu. Pelaksanaannya juga tidak mematuhi prosedur international bahwa satu orang satu suara, tetapi Indonesia mengubah itu dengan tekanan militer sehingga yang memilih hanya 1025 orang saja.”

kata Bomay.

Srilanka dan Norwegia, lanjut Bomay menanyakan tentang Otonomi Khusus di Papua. Lebih khusus mereka menanyakan, mengapa Otonomi Khusus disebut Solusi Diskriminasi oleh rakyat Papua.

“Saya berikan gambaran pada mereka bahwa Otonomi Khusus telah menghadirkan 60 kabupaten di Papua dan akan bertambah lagi 12 jika Daerah Otonomi Baru disetujui oleh DPR RI. Ini tidak masuk akal bagi penduduk Papua yang hanya berjumlah 3,6 juta dengan populasi masyarakat asli Papua sekitar 1,2 juta jiwa saja.”

ujar Bomay.

Ini, tambah Bomay lagi, telah memberikan peluang bagi penduduk Indonesia lainnya untuk masuk ke Papua, karena pemekaran daerah akan membutuhkan banyak sumberdaya manusia. Sementara masyarakat asli Papua sendiri belum dipersiapkan untuk pemekaran-pemekaran ini.

Mengenai Expert Meeting ini, Geneva for Human Right menjelaskan kepada Jubi melalui surat elektronik, bahwa dalam proses konsultasi dengan NGO dan pembela HAM, yang bekerja di bawah kondisi yang sulit, semua menuntut implementasi langsung dari standar HAM internasional. Mereka menyoroti prioritas mereka terhadap hukum kemanusiaan, isu-isu makro ekonomi, perjuangan melawan impunitas hingga perlindungan pembela HAM.

“Bahkan, baru-baru ini dalam hubungan kerja dengan mitra GHR, kekhawatiran lain muncul: hak-hak masyarakat adat dan kekerasan terhadap perempuan. Ini masalah spesifik isu-isu prioritas di semua Program GHR.”

tulis sekertariat GHR dalam surat elektronik yang dikirimkan kepada Jubi.(Jubi/Victor Mambor)

  on March 23, 2014 at 11:56:42 WP,TJ

Wone yi a’nduk mbanak me, Password erilek mbanggo, a’nduk pekorak ake

Wone ye agak nde agak wage logonet, ninoba tobak togon unggwi wororak negen erambe age me, ninone paga liru mbanirak konggorak yi, nit Papua Merdeka News nen kit ap kinegin worak eyonggame monggotak inom, enege liru wakwe monggotak inom, tawe apit ome wonogwe inom, apit aret, nit kunume wonogwe inom, ninawone ambet nggaru kawok nduk, wone man ninone paga endage “Popok wone yogwe nogogwarak!” yogwe nogo yogondak ya agak nda agak arit nogwe, Indonesia mu’neren ekwe logonet, o eyom inom, o nggeme inom abu arupok, mandenom popok wone mbanubok age ti kenok, nit mbakwe logonet, Lani ninone paga aret mbanumunggurak me, ye ap nde ap yororak kenok, nit ninone paga mbanak ti aret ndi-ndi tumburogo nonggwe logowak mbakorak.

Lani ninone ti ebe “Bahasa Melanesia terbesar penurut aslinya” togop aret yogwe me, Lani wone yi lek age kero, ake inom konggwe logonet, Internet yi paga mbanggo.

Ye wone nde wone kit ambe yurak mbakotak kenok, kote wone, kurumbi wone kenok, email erogo pinanino: koteka@papuapost.com, ata papuapost@yahoo.com ata info@freewestpapua.org ata newsdesk@infopapua.org

Wone ambik aret wonage me, pelarit-palarit awo kagak paganirak mea o. Ata logonet yuwok nduk, kit mendek email pino. Email yahoo atau gmail paga mbo puwok, ata email nit mendek domain paga mendek kero. Wakagal yogop: info@papuapost.com, ata info@knpbnews.com, ata info@bintangpapua.com togop mendek kero mban layani eriyak mbako, nde gmail atau yahoo mendek kenok, email ebe pu’lit mendek kagak erukwak me.

Wa, wa, wa! Kingor akem ! Ninogur Akem! Wa

 

WPNews Group Servies Online
Collective Editorial Board of the Diary of Online Papua Mouthpiece

UU Desa, Lalu Selanjutnya Apa?

Jakarta – Setelah proses legislasi sangat panjang, akhirnya RUU Desa disahkan menjadi UU oleh DPR. Pengesahan UU ini dipercaya akan memberikan perubahan signifikan bagi pembangunan Indonesia ke depan. Jelas, ada harapan perubahan orientasi pembangunan dari sebelumnya cenderung meng-anak-emas-kan kota, kini diharapkan bisa melihat desa sebagai tulang punggung pembangunan manusia dan ekonomi Indonesia. Dengan pengesahan ini desa akan memiliki perangkat yang dijamin kesejahteraannya oleh pemerintah, pendirian badan permusyawaratan desa (BPD), potensi transfer tunai dari pemerintah pusat maupun daerah hingga Rp 1 miliar per desa, dan ada kesempatan bagi warga desa untuk menentukan penggunaan anggaran yang dimiliki oleh desanya.

Saya melihat, dua nilai luhur Indonesia, musyawarah dan gotong royong akan menjadi kunci dari suksesnya implementasi UU Desa. Keberadaan BPD yang diharapkan sebagai wadah menampung aspirasi warga akan penggunaan anggaran untuk pembangunan desa seharusnya mampu menumbuhkembangkan semangat bermusyawarah dengan bijak dan adil. Saya kira, sudah saatnya perangkat desa juga memiliki kapasitas untuk melakukan perencanaan partisipatif yang melibatkan warga secara aktif.

Sebuah contoh sukses tentang partisipasi warga dalam perencanaan dapat merujuk pada kota Puerto Alegre di Brazil, di mana walikota memberikan kesempatan bagi warga untuk menuliskan prioritas pembangunan yang diinginkan dan hasil dari proses partisipatif ini menjadi keputusan penetapan alokasi anggaran dan arah pembangunan. Setelah sebuah konsensus hasil musyawarah terbentuk, tentu diharapkan gotong royong warga juga lahir untuk turut mendukung program yang telah disepakati. Saya kira, warga desa memiliki keterikatan sosial yang erat, sehingga semangat ini bisa muncul dengan sentuhan bijak dari perangkat desa yang berwenang.

Dalam dekade terakhir, ada beberapa program pemerintah yang telah mencoba mensimulasikan implementasi UU Desa, salah satunya adalah PNPM Mandiri Perdesaan. Tentu dari program yang telah berjalan ini, pemerintah bisa memetik pembelajaran hal apa saja yang perlu didukung agar UU Desa ini menuai hasil efektif dan efesien, seperti pelatihan penganggaran, skema perencanaan partisipatif, dan juga pola pengawasan dalam desa.

Kita tentu berharap dengan keberadaan UU Desa ini dapat memberikan kekuatan kepada desa agar semakin berdaya dan mampu menarik warga muda untuk berkarya dan mengembangkan desa. Besar harapan dari proses penganggaran di desa bisa menelurkan program bersifat produktif dan berorientasi jangka panjang, seperti inisiasi potensi ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan, dan perbaikan infrastruktur dasar. Saya percaya, bila UU Desa ini berjalan dengan baik, akan terjadi pergeseran perpektif dari para pakar Indonesia agar lebih berpikir tentang desa: seorang arsitek yang mampu mendesain tata desa yang humanis, seorang ahli pemerintahan yang bisa membuat model tata pemerintahan desa yang modern, atau seorang insinyur yang mampu membuat perangkat teknologi aplikatif untuk skala desa.

UU Desa telah disahkan, ini bukanlah akhir dari perjuangan untuk membangun Indonesia dengan kekuatan desa. Justru ini adalah babak baru yang perlu disiapkan secara komprehensif oleh seluruh potensi keilmuan dan kebijakan Indonesia. Tidak hanya warga desa yang perlu musyawarah dan gotong royong, kita yang tinggal di kota pun perlu turun tangan untuk bersama membangun 72.000 desa Indonesia.

Tepian Sungai Pesanggrahan, 22 Desember 2013

Keterangan: Penulis adalah seorang pemerhati politik ekonomi.

Senin, 23/12/2013 21:35 WIB. Ridwansyah Yusuf Achmad – detikNews

Pemalangan Kembali Terjadi di Manokwari

Manokwari (Sulpa) – Masyarakat pemilik hak ulayat kantor Uji Kelayakan Kendaraan Dinas Perhubungan Manokwari di Jalan Essausesa Sowi, distrik Manokwari Selatan memalang kantor itu karena belum melunasi hutangnya.

Koordinator aksi, Isak Indou dalam aksi itu mengatakan, dari Rp 1.650.000 total harga tanah seluas dua hektar ini, Pemda baru membayar Rp 13 juta.

“Persoalan ini sudah cukup lama, tapi seakan-akan Pemda malas tahu,”

katanya.

Mereka memberikan waktu lima hingga sepuluh hari ke depan kepada Pemda agar melunasi hutang itu. Pihaknya mengancam akan mengambil lahan itu jika Pemda belum membayar.

“Jika dalam waktu lima hingga sepuluh hari, pemda belum membayar, kami akan kembalikan uang Rp 13 juta yang telah dibayar. Dan kami akan ambil kembali tanah kami,”

katanya.

Isak melanjutkan, pemalangan ini sudah dilakukan kedua kalinya. Tahun lalu mereka memalang kantor ini, tetapi pemerintah tidak gubris.

“Jika aksi ini tidak juga mendapat respon, maka kami tidak akan lagi mentolerir,”

katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Manokwari Beni Boneftar mengaku, akan segera berkomunikasi dengan bupati Manokwari. Pihaknya mengupayakan agar persoalan ini dapat terakomodir pada APBD 2014.

“Kami akan segera sampaikan ke pimpinan, karena cuma beliau yang dapat mengeluarkan kebijakan,”

katanya.

Beni menilai, hal ini wajar, sebab, persoalan ini cukup lama. Menurut dia, Pemda harus segera membayar hak masyarakat. Ia mengakui jika Pemda baru membayar Rp 13 juta dari total harga tanah tersebut. (b/k4/r5)

Thursday, 19-12-2013, SulPa

5 Pemimpin Tanah Tabi Cetuskan 7 Butir Deklarasi ‘Metu Debi’

Tabi, an indigenous community affected by clim...
Tabi, an indigenous community affected by climate change (Photo credit: Oxfam International)

JAYAPURA—Pertemuan kedua, 5 kepala daerah di Tanah Tabi akhirnya menghasilkan sebuah kesepakatan yang diberi nama “Deklarasi Metu Debi”.

Dalam pertemuan yang digelar di Para Para Adat Hamadi Kampung Tobati Sabtu (09/03) lalu, 4 kepala daerah hadir, yaitu Walikota Jayapura Drs. Benhur Tommy Mano, MM, Bupati Jayapura Mathius Awoitouw, SE, M.Si, Bupati Keerom Yusuf Walli, SE, MM, dan Bupati Sarmi Drs. Mesak Manibor, M.MT. sementara Bupati Membramo Raya berhalangan hadir karena alasan kesehatan dan diwakilkan oleh Ketua Sinode Papua Pdt. Fran Albert Yoku.

Sebelum menghasilkan kesepakatan seluruh kepala daerah yang juga turut membawa 15 orang delegasinya diberi kesempatan untuk menyampaikan pikirannya untuk kesatuan Tanah Tabi.

Yang menarik dari 5 kepala daerah tidak ada yang menyinggung wacana pemekaran Provinsi Tabi yang sebelumnya gencar dikabarkan akan menjadi isu utama yang akan dibicarakan dalam pertemuan ini, terkecuali Bupati Sarmi yang secara lantang mengatakan pembentukan Provinsi Tabi merupakan sebuah hal yang posisitif.

Manbor dalam kesempatannya berbicara mengatakan semua orang sepakat untuk mencari cara untuk bagaimana mensejahterahkan seluruh masyarakat yang tinggal di Tanah Tabi, bukan hanya orang asli Papua, dan wacana pemekaran Provinsi Tabi bukanlah hal yang negative dan harus terjadi.

Tetapi Bupati keerom Yusuf Walli, SE, MM, ketika diberi kesempatan berbicara menilai wacana pemekaran bukan hal yang paling penting, tetapi bagaimana menyelamatkan rumah yang mau runtuh (masyarakat di Tanah Tabi) adalah hal yang lebih krusial untuk dibahas.

Pertemuan yang dipandu oleh ketua Klasis GKI Jayapura Pdt. Wilem Itaar, S.Th akhirnya dilanjutkan dengan acara makan siang sebelum akhirnya dilanjutkan dengan pertemuan tetutup.

Pada akhirnya setelah pertemuan tertutup itu usai pada malam hari, tim perumus yang telah dibentuk sebelumnya bekerja untuk merangkum semua hal yang telah dibicarakan dan disepakati dengan hasilnya dibuatlah 7 butir kesepakatan yang bernama “Deklarasi Metu Debi”.

Deklasrasi ini sendiri dibacakan dan ditandatangani oleh seluruh kepala daerah di tanah Tabi pada saat perayaan pekabaran Injil di Tanah Tabi pada Minggu (10/03) di Kampung Enggros.

Berikut salinan dari Deklarasi Metu Debi.

Deklarasi Metu Debi

Pada hari ini, Minggu 10 Maret 2013 bertempat di Pulau Metu Debi. Kami bupati/Walikota dan seluruk komponen masyarakat Tabi, dengan ini menyatakan hal-hal sebagai berikut :

  • Pertama : Tuhanlah yang memilih dan menetapkan Metu Debi sebagai tempat dimulainya peradaban baru orang Tabi, oleh karena itu Pulau Metu Debi ditetapkan sebagai SITUS PEKABARAN INJIL di Tanah Tabi.
  • Kedua : Menjadikan kawasan Tanah Tabi sebagai kawasan pembangunan terpadu.
  • Ketiga : Dalam rangka menjaga dan melestarikan eksistensi Orang Tabi ditanah leluhurnya, maka perlu dlakukan tindakan protektif regulatif.
  • Keempat : Kami sepakat Bahwa Proses pembangunan di Tanah Tabi dilakukan melalui peran yang seimbang antara Adat, Agama dan Pemerintah, “Satu Tungku Tiga Pilar”.
  • Kelima : Kami menegaskan bahwa kawasan tanah Tabi adalah melingkupi Kabupaten Keerom sampai Kabupaten Membramo Raya termasuk Distrik ToweKabupaten Keerom dan Distrik Airu Kabupaten Jayapura.
  • Keenam : Kami sepakat untuk membentuk Forum Komunikasi Pembangunan Masyarakat Tabi.
  • Ketujuh : Hal-hal lain yang berkembangan dalam pertemuan akan dibahas pada pertemuan Forum Komunikasi Pembangunan Masyarakat Tabi diwaktu yang akan datang.

Demikian Deklarasi Metu Debi.

“Kami Dapat Memegang Kemudi, Tetapi Tidak Dapat Menentukan Arah Angin dan Arus”
Metu Debi, 10 Maret 2013

Selanjutnya deklarasi tersebut ditandatangani oleh seluruh kepala daerah yang hadir.

Pada acara pertemuan sehari seelumnya ada beberapa hal menarik yang tertangkap dilapangan, seperti terdapat beberapa spanduk dukungan pemekaran Provinsi Tabi yang dibawa rombongan asal Kampung Nafri. (ds/don/l03)

Sumber: Papos

Enhanced by Zemanta

Rencana MRPB Teliti Silsilah Orang Asli Papua Perlu Dikaji

MANOKWARI , cahayapapua.com─Rencana Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP-PB) melakukan

Papua Merdeka
Papua Merdeka (Photo credit: Roel Wijnants)

penelitian tentang sejarah marga dan silsilah orang asli Papua boleh jadi merupakan langkah yang tepat dalam perspektif pelurusan sejarah orang asli Papua.

Namun, sebaiknya MRP-PB perlu mengkaji terlebih dahulu mekanisme dan pendekatan yang akan dipergunakan dalam penelitian sejarah tersebut.

Hal ini penting agar niat baik lembaga kultural masyarakat asli Papua itu bisa mencapai hasil yang maksimal, terutama agar hasil dari penelitian itu bisa diakui oleh orang asli Papua.

Jika kedua hal tersebut tidak ditata dengan baik, upaya MRP-PB tersebut kemungkinan tidak akan mendapat hasil yang maksimal, bahkan bisa gagal total.

“Sebab, kepercayaan masyarakat adat terhadap kinerja MRPB saat ini cenderung menurun,” tulis dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Papua Richard S. Waramori dalam siaran pers yang diterima Selasa, (18/12).

Pada awal 2013 nanti, sejumlah LSM di Papua Barat telah berencana melakukan kajian yang kurang lebih sama dengan apa yang akan dilakukan MRP-PB itu. Yakni terkait pemetaan batas-batas wilayah adat suku-suku di tanah Papua termasuk suku-suku di Papua Barat.

Karenanya, Richard menyarankan, MRP-PB berkoordinasi dengan sejumlah LSM tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih terutama dalam hal data.

Ini juga penting, karena menuruntya, masyarakat adat termasuk yang ada di wilayah paling terpencil sekalipun sudah mulai tidak percaya terhadap berbagai kegiatan penelitian termasuk kalangan akademisi maupun Pemerintah Daerah.

Hal ini karena masyarakat adat jarang merasakan hasil positif dari kegiatan-kegiatan penelitian itu. Dirinya berharap MRP-PB memetakan secara jelas untuk kepentingan apa dan kepada siapa kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan.

“Sebaiknya MRPB menyerahkan kepada lembaga yang berkompeten, seperti LSM atau perguruan tinggi, khususnya jurusan Antropologi,” anjurnya. |Zack Tonu Bala

Women in the Indonesian province of "Papu...
Women in the Indonesian province of “Papua Barat” (“West Irian”) Permeso estas donita de aŭtoro de la fotografio por publikigi ĝin en Vikipedio. (Photo credit: Wikipedia)

December 18th, 2012 by admin, CP

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny