Dari Makar ke Makar; Ambrosius Elopere dan Devio Tekege Didakwa Pasal Makar

(Selasa, 04 April 2023)

Pada, Selasa 04 April 2023, Sidang Perdana Mahasiswa Papua, pengibar Bintang Fajar di halaman Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura ( 10 November 2022) atas nama Ambrosius Elopere dan Devio Tekege berlangsung di Pengadilan Negeri Jayapura, Abepura. Ambros dan Devio didakwa melakukan MAKAR oleh Jaksa Penuntut Umum.

Hari: Selasa, 04 April 2023

Tempat: Pengadilan Negeri Jayapura-Abepura

Waktu: 14.40 – 18.05 Waktu Papua

Agenda: Pembacaan Dakwaan JPU.

Dalam sidang perdana ini, JPU mendakwa Ambros dan Devio dengan Dakwaan pasal Makar 162 KUHP 110 KUHP Junto 55 KUHP. Alasan Dakwaan itu tidak berbeda dengan Ernest Matuan, yaitu membawa Spanduk dan Pamflet yang bertuliskan sebagai berikut;

1. Self Determination for West Papua

2. Referendum

3. Free West Papua

4. Membentang Bintang Fajar

5. Menolak Dialog versi Komnas HAM RI

6. Masalah Papua, Masalah Internasional

Keterangan Tambahan;

1. Sidang perdana terhadap Ernesto Yosep Matuan telah dilaksanakan pada, Selasa, 28 Maret 2023, di Pengadilan Tinggi Abepura – Jayapura. Pada Sidang Perdana ini, Tuntutan Papua Merdeka, Referendum dan Pengibaran Bintang Fajar menjadi materi dakwaan.

2. Ernesto Yoseph Matuan, Ambrosius Elopere dan Devio Basten Tekege adalah 3 Tahanan Politik Mahasiswa West Papua pengibar Bintang Fajar di halaman Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) pada 10 November 2022.

2. 3 Tahanan Politik Mahasiswa West Papua ditahan di Rutan Polda Papua kerena mengibarkan Bintang Fajar di halaman Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), 10 November 2022. Pengibaran itu dilakukan dalam Aksi Mimbar Bebas Kampus memperingati 21 Tahun Penculikan dan Pembunuhan Alm. Dortheys Hiyo Eluay serta Menolak Dialog Jakarta-Papua versi Komnas HAM RI.

3. Perlu diketahui juga bahwa, 3 Mahasiswa Tahanan Politik West Papua tersebut adalah juga mantan Tahanan Politik Pengibar Bintang Fajar di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih Jayapura, pada 01 Desember 2021. Saat itu mereka ditangkap bersama 5 Mahasiswa lainnya dan diproses hukum Makar. Mereka divonis 10 bulan penjara. Pada, 27 September 2022, dibebaskan.

4. Setelah 1 bulan 13 hari, 27 September – 10 November 2022, Ernesto, Devio dan Ambros ditangkap dan dikriminalisasi dengan delik yang sama, yaitu MAKAR. Alasan utama MAKAR adalah karena Mengibarkan BINTANG FAJAR.

5. Terhitung sejak dipindahkan, 11 Maret 2023 – 04 April 2023, sudah 24 hari 3 Tapol Mahasiswa West Papua ditahan dan diisolasi di LP Abepura.

6. Sidang lanjutan rencananya akan dilaksanakan pada, Selasa 11 April 2023

Mohon Pantauan dan Advokasi

Pelapor

Chris Dogopia

Demonstran Referendum Papua: Kami Dipukuli Aparat

Demonstran Referendum Papua: Kami Dipukuli Aparat
Koordinator FRI Surya Anta mengatakan pemukulan diduga dilakukan oleh aparat keamanan dalam aksi demonstrasi pada hari ini. (REUTERS/Beawiharta)

Jakarta, CNN Indonesia — Front Rakyat Indonesia (FRI) mengecam keras aksi pemukulan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap pedemo warga Papua dalam aksi damai soal referendum Papua Barat pada hari ini.

Koordinator FRI Surya Anta mengatakan pemukulan diduga dilakukan oleh aparat keamanan dan dirinya pun menerima pukulan di bagian kepala dan leher bagian belakang. Padahal, sambungnya, aksi tersebut dilakukan dengan damai tanpa ada keinginan untuk membuat kerusuhan.

“Aksi ini damai dan kami juga menyampaikan ke kawan-kawan jangan terjadi pemukulan. Bahkan ketika sepuluh orang kami dipukuli, kami juga berteriak kami tidak melawan,” kata Surya di Polda Metro Jaya, Kamis (1/12).

Aksi yang dilakukan sekitar pukul 08.00 itu dimulai dari lokasi LBH Jakarta, kawasan Pangeran Diponegoro,  menuju Bundaran Hotel Indonesia dan Istana Negara. Namun, pihak kepolisian mengadang massa saat tiba di Jalan Imam Bonjol sebelum sampai ke Bundaran HI.

Surya mengatakan keinginan demonstran menuju Bundaran HI menjadi alasan dibubarkannya aksi itu. Padahal, menurutnya, Bundaran HI merupakan fasilitas publik yang dapat digunakan untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat.

Melaporkan Pemukulan

Hal yang sama juga disampaikan oleh pengacara publik LBH Jakarta Veronica Koman. Menurutnya, peraturan gubernur yang melarang aksi di Bundaran HI tidak sesuai dengan Undang-Undang.

“Di situ (Pergub) tidak ditulis larangan, jadi hanya tempat yang disediakan, tapi kan bukan berarti tidak boleh. Itu hanya pergub, tidak ada apa-apanya dibanding perangkat UU,” ucapnya.

Dengan terjadinya aksi pemukulan itu, Veronica berencana akan melaporkan oknum yang telah melakukannya. Sepuluh demonstran yang dipukul itu akan divisum sebagai alat bukti.

Kuasa Hukum yang akan diperbantukan berasal dari LBH Jakarta, LBH Pers dan LBH Keadilan Bogor Raya.

Atribut Bintang Kejora

Selain melakukan aksi di tempat yang dilarang, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan, demonstan diamankan karena membawa bendera Bintang Kejora. Lambang itu merupakan lambang dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

“Diamankan karena membawa atribut berlambang Bintang Kejora. Kami sita karena bukan lambang negara,” ucapnya.

Meski demikian, Hendy mengatakan, demonstran yang ditahan akan segera dipulangkan.  Mereka, sambungnya, dibawa ke Polda untuk memberikan keterangan.

Hendy mengatakan, meskipun ditahan untuk beberapa saat namun pihak kepolisian dengan demonstran dapat bekerjasama dengan baik.

“Pengamanan supaya tidak ricuh, kami juga di sini memberikan makan dan minum. Jadi diperlakukan dengan baik,” tuturnya.
​ (asa)

Dihadang water canon, ratusan aktifis pro Papua Merdeka ditahan

Jakarta, Jubi – Sekitar dua ratusan orang ditahan pihak kepolisian Jakarta saat aksi 1 Desember yang dilakukan bersama FRI (Front Rakyat Indonesia) West Papua dengan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) se Jawa dan Bali.

“Sekitar dua ratusan orang. Mereka dibawa ke Polda Jakarta. Tapi sudah mau dilepaskan,” kata Veronika Koman, pengacara Papua Itu Kita yang mendampingi pelaku aksi, Kamis (1/12/2016).

Diantara mereka yang ditahan, terdapat juga Surya Anta, juru bicara FRI West Papua dan Jefry Wenda, Ketua Umum AMP.

 Surya Anta dalam mobil tahanan polisi - IST
Surya Anta dalam mobil tahanan polisi – IST

“Pada saat dorong-dorongan, saya jatuh. lalu saya ditarik oleh polisi menjauhi kerumunan massa aksi. Setelah lepas dari massa aksi, saya ditarik ke barisan polisi. Disitu saya dipukul menggunakan pentungan 2 kali ke bagian kepala dan tubuh. setelah itu saya diseret ke mobil tahanan. saat akan dimasukkan ke mobil tahanan, saya ditendang di bagian punggung,” ungkap Surya tentang bagaiman ia ditahan.

Polisi menghadapi para pelaku aksi dengan semburan air water canon saat berorasi di sekitar Bundaran HI setelah berjalan dari kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

 Massa aksi saat dihadang oleh polisi - IST
Massa aksi saat dihadang oleh polisi – IST

Selain di Jakarta, aksi di Yogyakarta yang dilakukan dalam rangkaian peringatan 1 Desember ini juga berakhir dengan penangkapan

“Sekitar 14 orang peserta aksi dan ada tiga orang  dari PBH dan LBH Yogyakarta dalam aksi di Yogyakarta yang ditahan polisi,” kata Karon, aktivis Papua Itu Kita.

 Massa aksi yang ditahan di Polda Jakarta - IST
Massa aksi yang ditahan di Polda Jakarta – IST

1 Desember diperingati oleh rakyat Papua sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua sebab tanggal tersebut pada tahun 1961 ditetapkan pengibaran Bendera Bintang Fajar atau Kejora. Waktu itu Nieuw Guinea Raad atau Dewan Perwakilan Rakyat New Guinea menetapkan pengibaran bendera antara 1 November dan 1 Desember tetapi akhirnya diputuskan 1 Desember 1961. (*)

Seluruh Pendemo Referendum Papua Ditangkap

Kamis, 01/12/2016 13:08, Reporter: Raja Eben Lumbanrau, CNN Indonesia

Seluruh Pendemo Referendum Papua Ditangkap
Seluruh peserta demo dari Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua ditangkap dan diproses di Polda Metro Jaya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Jakarta, CNN Indonesia — Seluruh peserta demo yang berasal dari Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua ditangkap oleh polisi.

Tim kuasa hukum Aliansi Mahasiswa Papua dan Free West Papua, Veronika Koman mengatakan, pedemo sekarang berada di Polda Metro Jaya.

“Semua massa peserta demo, sekitar 150 orang ditangkap. Diangkut ke Metro,” kata aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (1/12).

Veronika menambahkan saat ini pedemo sedang menjalani pemeriksaan, berupa pendataan, mungkin dibuat berita acara pemeriksaan (BAP).

Penangkapan itu, menurut Veronika, merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

“Kami sedang mendampingi, kami akan berusaha semaksimal mungkin dilepas semua,” katanya.

Sejak pagi tadi, massa FRI berkumpul di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan melanjutkan aksi longmarch ke Bunderan HI. Ketika massa tiba di lampu merah Imam Bonjol yang berjarak sekitar 50 meter dari Bunderan HI terjadi gesekan.

FRI merupakan organisasi yang terdiri dari sejumlah kelompok masyarakat Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, dan Perkumpulan Solidaritas Net.

Rencananya, selain mendukung referendum Papua, massa FRI mendukung keanggotaan United Liberation Movement fof West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group, Pacific Island Forum dan memperjuangkan keanggotaan ULMWP di Perserikatan Bangsa-bangsa.

FRI juga mendesak militer ditarik dari Papua agar referendum berjalan damai, adil dan tanpa tekanan. Hal ini juga supaya masyarakat Papua mendapatkan kebebasan informasi, ekspresi dan berorganisasi.

Tanggal 1 Desember selama ini dikenal sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan dianggap istimewa bagi sebagian kelompok di Papua karena dinilai sebagai hari kemerdekaan. Setiap tahunnya pada tanggal ini petugas keamanan selalu memperketat pengawasan di Papua lantaran kerap ada pengibaran bendera bintang

Legislator sebut Polda ijinkan keluarga temui terduga anggota OPM

Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan Kepolisian Daerah (Polda) Papua mengijinkan pihak keluarga menemui Jemmy Magai Yogi, Damianus Magai Yogi dan Aloisus Kayame, empat warga Paniai yang ditangkap bersama Jona Wenda beberapa pekan lalu oleh Tim Khusus Polda Papua.

Keempat orang ini ditangkap lantaran diduga sebagai anggota OPM wilayah Paniai dan disebut-sebut polisi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Hukum dan HAM itu mengatakan, kini keempatnya sedang dalam penyelidikan Polda. Namun keluarga ingin bertemu tiga terduga asal Paniai dan mendengar penjelasan kepolisian secara langsung apa penyebab ketiganya ditangkap.

“Saya sudah tanyakan ke Kapolda bagaimana kalau keluarga ke Polda agar mendapat penjelasan. Kapolda mengijinkan dan menyarankan bertemu bertemu Direktur Reserse dan Kriminal. Kapolda mengijinkan pihak keluarga bertemu jika memang ingin,”

kata Kadepa ketika dihubungi Jubi, Rabu (26/10/2016).

Ia mengingatkan agar kepolisian bekerja profesional dalam menangani dugaan terhadap empat orang itu. Katanya, ia tak mengintervensi kepolisian, namun Kadepa menilai, mereka ini hanya warga sipil yang diduga terlibat dalam kelompok bersenjata, terutama tiga warga Paniai.

“Kalaupun mungkin benar mereka terlibat dalam kelompok tertentu seperti yang disangkakan kepolisian, saya pikir tak perlu ditangani serius karena mereka ini tidak berbahaya. Kalau mereka disebut DPO, DPO dalam kasus apa? Jika disebut berbahaya, berbahaya karena apa? Jadi kalau mau diproses hukum, proses hukum dengan benar,”

ucapnya.

Menurutnya, Jemmy Magai Yogi, Damianus Magai Yogi dan Aloisus Kayame mendapat pendampingan hukum dari pengacara HAM, Gustaf Kawer. Sementara Jona Wenda mendapat pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua.

“Saya konfirmasi ke Gustaf Kawer dan beliau membenarkan melakukan pendampingan hukum kepada tiga warga Paniai. Kalau Jona Wenda oleh LBH. Saya menghargai keterbukaan Kapolda Papua dalam komunikasi dengan kami di DPR Papua. Beliau merespon baik,”

katanya.

Jemmy Magai Yogi ditangkap Timsus Polda Papua, Selasa, (11/10/2016). Damianus Magai Yogi dan Aloisus Kayame serta Jona Wenda ditangkap, Kamis (13/10/2016).

Kapolda Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw mengatakan, keempatnya ditangkap di lokasi berbeda di Kota Jayapura. Jemi Magai Yogi, ditangkap di Perumnas IV, Blok D, Nomor 27 Padang Bulan, Kota Jayapura. Tiga orang lainnya, Demianus Magai Yogi, Jona Wenda dan Aloysius Kayame ditangkap di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura ketika hendak berangkat ke Timika.

“Keempatnya cukup kooperatif. Kami tetap melakukan proses hukum. Saya sudah himbau agar ajak saudara-saudara yang lain dengan kesadaran turun dan tentu akan diamankan dengan baik tidak akan diproses hukum,” kata Kapolda Waterpauw. (*)

Gubernur Menegaskan Tak Ada Rakyat yang Minta Papua Merdeka

Gubernur Papua, Lukas Enembe usai Rapat Koordinasi Presiden RI dengan Para Gubernur Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, hari Kamis (20/10). (Foto: Melki Pangaribuan)
Gubernur Papua, Lukas Enembe usai Rapat Koordinasi Presiden RI dengan Para Gubernur Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, hari Kamis (20/10). (Foto: Melki Pangaribuan)

Penulis: Melki Pangaribuan 19:06 WIB | Kamis, 20 Oktober 2016

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur Papua, Lukas Enembe, mengklaim bahwa masyarakat Papua tidak ada yang meminta Papua merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Lukas menegaskan, Papua sudah merdeka bersama dengan Indonesia yang telah merdeka pada 17 Agustus 1945. Jadi, kata dia, tidak ada yang namanya rakyat Papua meminta merdeka dari Indonesia.

“Sudah pastilah (rakyat Papua tidak ingin merdeka). Kita sudah merdeka, Indonesia sudah merdeka. Tidak ada yang minta Papua merdeka,” kata Lukas Enembe kepada satuharapan.com usai Rapat Koordinasi Presiden RI dengan Para Gubernur Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, hari Kamis (20/10).

Sementara mengenai persoalan gerakan diplomasi internasional ULMWP, Lukas mengaku itu bukan menjadi urusan Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Papua.

Lukas mengatakan, tugasnya sebagai gubernur hanyalah untuk mengupayakan kesejahteraan rakyat Papua.

“Itu (ULMWP) bukan urusan kita (Pemda). Itu soal urusannya diplomasi internasional dan ini kan perkaranya ke luar negeri. Jadi kita tidak punya kapasitas atau kewenangan untuk mengurus itu,” kata dia.

Lukas menilai Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) itu telah masuk dalam kewenangan diplomasi internasional.

“Kami punya kapasitas mengurus bagaimana menyejahterakan rakyat Papua. Karena ULMWP kan urusannya sudah kewenangan diplomasi internasional,” dia menambahkan.

Terhadap rakyat Papua yang terlibat gerakan ULMWP, Lukas mengatakan, hal itu juga bukan menjadi urusannya Pemda Provinsi Papua. Dia menilai, rakyat Papua yang tergabung dalam perjuangan Papua Merdeka di luar negeri itu merupakan gerakan yang berada di luar kendalinya sebagai Gubernur Papua.

“Itu kan orang-orang yang berjuang di luar. Itu tidak ada urusan dengan kita,” lanjutnya.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja

Empat KKB DPO Polda Ditangkap

Foto : Empat anggota KKB yang jadi DPO, saat digelandang di Mapolda Papua, Sabtu (15/10/2016) akhir pekan kemarin untuk menjalani proses hukuman. (Loy/Binpa)
Foto : Empat anggota KKB yang jadi DPO, saat digelandang di Mapolda Papua, Sabtu (15/10/2016) akhir pekan kemarin untuk menjalani proses hukuman. (Loy/Binpa)

JAYAPURA – BinPa – Empat orang anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Papua, berhasil diciduk oleh anggota Direktorat Reskrim Umum Polda Papua berhasil menangkap.

Keempatnya ditangkap di tempat yang berbeda di Kota Jaypaura. Dimana, tiga orang diantaranya berinisial DMY, JW dan AK ditangkap di area Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (13/10/2016) lalu.

Sementara JMY sebelumnya ditangkap aparat di kawasan Perumnas IV Blok D Padang Bulan, Distrik Heram-Kota Jayapura, pada Selasa (11/10/2016) lalu, dan kini keempat orang tersebut telah digelandang ke ruang tahanan Mapolda Papua untuk menjalani proses hukuman.

Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Paulus Waterpauw dalam keterangan persnya mengatakan, JMY dan MDY merupakan pimpinan kelompok kriminal bersenjata di wilayah Paniai.

“Kedua ditangkap terkait sejumlah aksi kekerasan dan pemerasan di Paniai, yang melibatkan AK,” tukas Kapolda Papua sambil memperlihatkan empat anggota KKB di ruang Cenderawasih Mapolda Papua, pada Sabtu (15/10/2016) akhir pekan kemarin.

Kapolda mengemukakan, pelaku JMY dan MDY bisa dibilang memiliki hubungan darah dengan Tadius Yogi, pimpinan KKB di Paniai yang lama.

Sementara JW yang ditengarai sebagai juru bicara dewan militer TPN-PB. Terbukti, saat ditangkap memiliki pemalsuan dokumen. “JW ini juru bicara kelompok TPN, dia punya identitas ganda yang berarti dikenai pemalsuan dokumen,” jelas Waterpauw.

Adapun pasal yang dikenakan kepada keempatnya, sambung Waterpauw, DMY dan JMY dikenai pasal 365 ayat (1) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan serta pasal 368 KUHP tentang pengancaman dan pemerasan.

Keduanya juga terancam UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 dan pasal 55 atau 56 KUHP.

“Untuk AK hanya dikenai pasal 368 KUHP karena melakukan pengancaman dan pemerasan. Untuk JW dikenai pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen,” jelas Waterpauw.

Ia menambakan, saat ini keempatnya telah ditahan di rumah tahanan Mapolda Papua. “Mereka masih akan dimintai keterangannya, kami masih akan dalami terus,” tegasnya.

Sekedar diketahui, JMY dan DMY merupakan pimpinan tertinggi kelompok Kriminal bersenjata di wilayah Paniai. Dimana, sejak tahun 2011 silam, mereka diduga terlibat dalam beberapa kasus kriminal.

Kasus yang krminal yang dilakukan diantaranya, kasus pengancaman dengan menggunakan senjata api yang terjadi pada tanggal, 29 Juli 2011 di kampung Madi, distrik Paniai Timur kebupaten Paniai.

Kedua, kasus pengancaman yang terjadi pada tanggal, 13 Juni 2011 di kampung Uamani kabupaten Paniai., ketiga, kasus penodongan pemerasan dan pengancaman camp PT.Bongi Alo indah pada tanggal 25 Juli 2012, gancaman dengan kekan yang terjadi di kampung Bagumoma pada tanggal, 17 Juni 2014.

Kemudian, kasus pemilikian amuni yang terjadi pada tangga, 298 Januari 2014 dan kasus pemerasan dan pengamcanan dengan menggunakan senjata api yang terjadi pada tanggal 31 Januari 2015. (Loy/don)

Demo New York Agreement di Papua, 6 Anggota KNPB Ditangkap

TEMPO.CO, Jayapura – Polres Jayapura Kota menangkap enam orang pengunjukrasa yang diduga melakukan tindakan anarkis di sepanjang jalan perumnas, Distrik Waena, Kota Jayapura. Aksi pembakaran ini diduga dilakukan di sela aksi demonstrasi seribuan warga dan mahasiswa Papua yang mengatasnamakan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Senin 15 Agustus 2016.

“Ada sejumlah anggota KNPB yang kami amankan, tapi identitasnya belum diketahui pasti,” kata Kapolres Jayapura Kota AKBP Tober Sirait kepada Antara.   “Kami masih di lapangan dan belum mendapat laporan resmi tentang identitas pendemo yang ditangkap,” kata Sirait.

Pengunjukrasa ditangkap setelah diduga melakukan aksi pembakaran di ruas jalan perumnas dengan membakar ban bekas, membakar lapak para pedagang serta memotong pohon yang ada di sepanjang jalan di kawasan perumnas itu. Aksi itu membuat arus lalu lintas  di kawasan tersebut lumpuh. Banyak pertokoan yang  memilih menutup tokonya.

Semula, massa demonstran hanya berorasi di kawasan rusunawa. Belakangan, massa bergerak sekitar 10 km sampai di depan pusat perbelanjaan “Ramayana” yang terletak di jalan raya Abepura. Selama di sana, pimpinan massa secara bergantian melakukan orasi hingga polisi akhirnya mengalihkan arus kendaraan yang melintas depan pusat perbelanjaan di Kotaraja, untuk menghindari kemacetan kian parah.

Meski begitu, Juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) membantah massa aksinya melakukan pembakaran.  “Kami tidak tahu siapa yang bakar-bakar itu. Yang jelas bukan kami. Karena massa KNPB yang pertama lewat di sekitar Perumnas II Waena itu ditangkap. Lalu tiba-tiba ada yang bakar-bakar itu. Massa KNPB selanjutnya lewat dengan kawalan polisi,” kata Bazoka Logo, Juru bicara KNPB kepada Jubi, Senin  15 Agustus 2016.

Dari pemantauan, tampak bahwa titik api terlihat di di sepanjang jalan utama Abepura, dimulai dari depan jalan masuk gang Jati, Perumnas II Waena sampai di depan asrama Mimika, Perumnas I Waena. Empat gerobak jualan milik para pedagang kali lima yang disimpan di pinggiran jalan ikut dibakar oleh massa.

Massa juga membakar kayu dan ban mobil. Selain itu massa juga memalang jalan dengan menghamburkan batu-batu dan botol-botol minuman.

Polisi dari satuan Brimob melakuan penyisiran yang dimulai dari jalan masuk ke lapangan Futsal CNI, perumnas II Waena. Aparat juga menyisir  massa yang lari dari jalan masuk ke perumahan Graha Yotefa. Beberapa kali aparat mengeluarkan tembakan.

“Ada orang melakukan pembakaran di beberapa titik jalan, ketika polisi sudah ada di tempat itu. Kenapa polisi membiarkan mereka bakar-bakar? Kami tidak bertanggungjawab,” kata Logo.

Seorang warga di Perumnas II Waena mengaku ia melihat ada sekelompok orang yang mendorong gerobak gorengan yang biasa ditaruh di pinggir jalan ke tengah jalan lalu membakarnya.

“Tidak tahu siapa mereka, tiba-tiba saja ada yang dorong gerobak ke jalan terus dibakar,” kata Simon, warga Perumnas II, Waena, Jayapura ini.

Logo meminta polisi membuktikan dan mengungkap siapa pelaku pembakaran tersebut.

“Orang bakar-bakar karena  ada sebab dan akibat. Silahkan pihak kepolisian buktikan dan ungkap pelakunya. KNPB tidak bertanggungjawab atas pembakaran itu. Kami hanya minta pihak aparat menghargai kami untuk sampaikan aspirasi kami ke DPR Papua. kami tidak minta yang lain. Itu saja,” tegas Bazoka Logo.

ANTARA | TABLOID JUBI

Ketua Pansus RUU Terorisme: Kenapa Santoso Dicap Teroris Sementara Papua yang Ingin Merdeka Bukan Teroris?

KIBLAT.NET, Poso – Ketua Pansus Revisi Undang-undang (RUU) Tindak Pidana Terorisme DPR-RI, Muhammad Syafii menegaskan definisi teroris dan terorisme masih belum jelas. Menurutnya, saat ini RUU Tindak Pidana Teroris sudah dirancang namun mencapai jalan buntu untuk dijadikan undang-undang ketika definisi kata teroris belum jelas .

“Kita ingin undang-undang itu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Karena itu semua pasal yang ada di situ arahnya harus melindungi bangsa. Tidak kemudian seperti rancangan RUU Tindak Pidana Terorisme ini, tidak ada definisinya apa itu teroris,”

kata Syafii kepada wartawan di gedung Torulemba, Poso pada Kamis (21/07/2016).

Syafii mencontohkan, jika seseorang ingin membantu orang Filipina memerdekakan diri dari Filipina, maka dalam definisi saat ini seseorang tersebut bisa disebut sebagai teroris.

“Tapi, jika Anda menghasut negara ini supaya merdeka misalnya di Poso ini, Anda minta bantuan asing (untuk) dikasih senjata, dikasih uang, Anda tidak disebut teroris. Itukan tidak melindungi bangsa malah melindungi bangsa lain. Itu menurut saya. Nah ini yang harus kita luruskan dengan RUU ini,” tegasnya.

Syafii juga mengatakan kenapa Santoso dicap teroris sementara Papua yang ingin merdeka tidak dicap teroris. Ia menyampaikan bahwa Santoso menjadi besar karena dibesar-besarkan oleh media. Sehingga, bahaya Santoso ini seolah-olah bahayanya lebih besar dari Papua yang mau merdeka. Padahal di Poso kondisinya sangat aman dan kondusif.

Reporter: Ahmad Sutedjo
Editor: Fajar Shadiq

Akademisi : Gunakan Pasal Makar, Indonesia Menjajah Papua

Jayapura, Jubi – Pengamat Politik Papua dari Universitas Cendrawasih Jayapura, Marianus Yaung menilai pemerintah Republik Indonesia menjajah orang Papua di negerinya sendiri.

“Wilayah kolonial, kalau pasal makar dikenakan kepada aktivis,” tegas Yaung dalam keterangan persnya, menanggapi penetapan dua aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) sebagai tersangka Makar Pasca pembubaran Ibadah di Mimika Papua beberapa waktu lalu.

Baca: Pembubaran Ibadah di Timika : 15 Orang Diperiksa, Dua Ditetapkan Tersangka

Kata Yaung, penggunaan pasal makar terhadap aktivis KNPB itu tidak kena konteks, dan terkesan dipaksakan. Karena organisasi yang KNPB dukung, Melanesia Spearhead Group itu berada di wilayah Pasifik bukan di Papua. Juga, aktivitas ibadah itu tidak bertentangan dengan UU, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

“Karena itu salah gunakan pasal makar. Makar hanya dikenakan kepada kegiatan organisasi yang ada dalam negeri. Menggunakan pasal makar, itu sama saja Indonesia menjajah Papua,” tegasnya.

Kata dia, pasal makar yang digunakan itu pasal produk pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Pemerintah Belanda, saat ini, sudah tidak lagi menggunakan pasal makar. Hanya Indonesia saja yang masih mengunakan pasal makar untuk orang Papua.

“Negara asal pasal makar ini saja sudah menghapusnya. Pemerintah Belanda sadar kebebasan berekspresi menyampaikan pendapat itu penting,” ungkapnya serius memuji pemerintah Belanda.

Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw, di Jayapura, mengatakan, dua orang ditetapkan sebagai tersangka. Kedua tersangka itu masing masing Steven Itlay yang menjabat Ketua KNPB dan Jus Wenda anggota KNPB yang juga diduga pelaku penganiayaan terhadap Kapolres Mimika AKBP Yustanto.

Menurut Kapolda, Steven Itlay akan dikenakan pasal makar yakni primer pasal 106 KUHP jo pasal 53 KUHP dan subsider pasal 160 KUHP, sedangkan Jus Wenda dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dan pasal 212 KUHP.

Adapun barang bukti yang disita yakni spanduk bertuliskan referendum dan gambar bendera bintang kejora, kata Irjen Waterpauw lagi.

Ones Suhuniap Sekretaris KNPB pusat, membantah pernyataan Kapolres Mimika, yang mengaku dipukul aktivis KNPB.

Baca KNPB : Pemukulan Kapolres Mimika itu Fitnah

“Pernyataan Kapolres itu tidak benar. Itu fitnah. Tidak ada yang memukul dia. Itu modus untuk mengkriminalisasi KNPB,” kata Ones Suhuniap, Sekretaris Umum KNPB, Rabu (6/4/2016).

Ia menambahkan, ibadah di Timika yang dimediasi KNPB itu pun tidak mengganggu aktifitas umum.

“Kami lakukan di halaman gereja bukan halaman kantor polisi,” kata Ones. (Mawel Benny)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny