KNPB : Tuduhan Polisi Tak Benar, Polisi Yang Serang dan Bubarkan Aksi KNPB Secara Brutal

Logo KNPB - IST
Logo KNPB – IST

Jayapura, Jubi – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Yahukimo, Papua mengatakan belum tahu soal tiga warga sipil dan satu anggota polisi yang dianiaya oleh massa aksi KNPB dan senjata api laras pendek milik Ipda Budi yang hilang saat dikeroyok massa KNPB, karenanya KNPB mengatakan, tanya saja langsung kepada aparat kepolisian.

“Kemarin itu aparat secara brutal melakukan pembubaran paksa aksi massa KNPB yang melakukan penggalangan dana untuk mendukung diplomasi ULMWP. Jadi, KNPB tidak tahu dan belum bisa pastikan hingga saat ini tentang pelakunya, apakah anggota KNPB atau bukan. Karena yang mengacaukan situasi itu aparat sendiri yang memulai,”

ujar Serius Suhuniap, ketua KNPB Yahukimo kepada Jubi dari Yahukimo, Jumat (20/3/2015)

Lanjut Suhuniap, mereka sedang berupaya juga untuk mencari tahu siapa yang merampas senjata milik pak Budi. Kalau empat warga yang menurut polisi dianiaya oleh massa KNPB, sampai dengan saat ini mereka juga tidak tahu. Karena kemarin itu situasinya memang sangat mencekam.

“Saya sudah berusaha untuk mencari tahu di kalangan semua suku yang ikut dalam aksi penggalangan dana, tapi tidak ada,” jelasnya.

Menurutnya, satu guru SD dan satu anggota KNPB yang terkena peluru dari aparat kemarin pun diketahui setelah 20 menit pembubaran paksa aksi KNPB,

“Jadi, kami sarankan untuk aparat mencari tahu dan mengungkap siapa yang merampas senjata itu sebenarnya. Karena kami anggota KNPB dan warga tidak tahu, sebab setiap suku yang kemarin turut berpartisipasi dalam aksi pun sudah kami cek dan tidak ada,”

jelasnya.

Katanya, jadi perlu disampaikan bahwa pihak aparat menuduh KNPB yang lebih dulu melakukan penyerangan itu tidak benar. Yang benar adalah aparat kepolisian dari Polres dan Brimob yang dikirim dari Wamena yang lebih dulu melakukan penyerangan dengan membubarkan aksi KNPB secara paksa dan brutal.

“Jadi tuduhan polisi itu tidak benar. Mereka yang serang dan kasih bubar paksa aksi damai KNPB dengan brutal,” tegas Suhuniap.

Sementara itu, seperti dilansir kantor berita Antara, pascapembubaran paksa terhadap aksi pengumpulan dana yang dilakukan anggota KNPB yang merupakan kelompok pro-kemerdekaan, Rabu (19/3) di Dekai, anggota (KNPB) melakukan penyerangan dan melukai empat warga sipil yang bermukim di ibukota Kabupaten Yahukimo.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Patrige di Jayapura, Kamis, mengatakan sesaat setelah membubarkan massa yang dilakukan anggota Brimob dan Polres Yahukimo sekitar pukul 10.30 WIT dengan mengeluarkan tembakan peringatan, massa kemudian menyerang sejumlah warga di tempat yang berbeda.

Dari catatan kepolisian, korban penganiayaan yang di lakukan anggota KNPB itu yakni Ani (35) mengalami luka sobek di bibir bawah serta luka lebam di muka, Yohanes Palapesi mengalami luka di keempat jari tangan kanan dan Acep Syaiful Hadi (28) yang merupakan karyawan perusahaan penerbangan Susi Air mengalami luka lebam akibat sabetan parang di bagian belakang. Noi Efrat Surirat (26) yang merupakan karyawan RSUD Dekai, diserang saat berjalan menuju mobil ambulans.

Kerusuhan yang terjadi di Dekai ini juga menyebabkan Kasat Intel Polres Yahukimo Ipda Budi Santoso mengalami luka-luka. Bahkan senjata api laras pendek milik korban Ipda Budi dilaporkan hilang saat korban dikeroyok massa KNPB, jelas Kombes Pol Patrige.

Sementara korban dari massa aksi seperti yang ditulis sebelumnya oleh Jubi adalah Isai Dapla (37) yang merupakan anggota KNPB Yahukimo kena tembakan di dada, Salomon Pahabol, ((47) yang merupakan seorang guru SD kena ditembakan di kaki kiri. Penembakan dilakukan oleh aparat kepolisian dari satuan Brimob yang dikirim dari Wamena.

Dikabarkan pula, satu anggota KNPB Yahukimo atas nama Elias Kabak (40) ditangkap oleh aparat kepolisian di Yahukimo saat KNPB melakukan aksi penggalangan dana untuk membantu diplomasi The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group(MSG). (Arnold Belau)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Arnold Belau on March 20, 2015 at 19:20:46 WP [Editor : Victor Mambor]

Masyarakat Yahukimo Minta Komnas HAM dan DPR Papua Investigasi

KNPB, ULMWP, MSG
Aksi pengumpulan dana oleh KNPB Yahukimo untuk mendukung lobby ULMWP di MSG yang berakhir bentrok dengan polisi – wordpress.com

Jayapura, Jubi – Pasca pembubaran massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Yahukimo, Kamis (19/3/2015) lalu ketika menggalan dana, dan berakhir pada penangkapan sejumlah warga, membuat situasi di wilayah itu memanas.

Salah satu tokoh pemuda setempat, yang tak ingin disebutkan namanya melalui teleponnya kepada Jubi, Minggu (22/3/2015) malam mengatakan, hingga kini warga masih ketakutan. Toko – toko belum buka.

Pihaknya meminta tim Komnas HAM turun ke Yahukimo, serta DPR Papua segera membentuk tim investigasi ke lapangan. Katanya, sangat jelas ada pelanggaran HAM.

“Sejak kejadian hingga Sabtu (21/3/2015), ada warga yang ditangkap. Beberapa sudah dibebaskan, dan masih ada dua atau tiga yang ditahan. Warga kini ketakutan. Listrik sudah menyala tapi bandara masih ditutup dan dijaga Brimob,”

kata sumber Jubi itu.

Katanya, ketika polisi membubarkan massa, ia berada di lokasi. Menurutnya, ketika itu, polisi sudah bergerak menuju lokasi. Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso menggunakan baju preman sendiri berada di lokasi. Saat pembubaran, ada yang berteriak “kita diserang”.

“Saat itu Kasat Intel langsung dikerokoyok, dan senpinya hilang. Ketika pembubaran, ada nenek pendatang usia kurang lebih 50 tahun kena parang. Kemarin kami tandatangan surat pernyataan pembebasan warga yang ditahan polisi,”

ucapnya.

Dikatakan, aktivitas mencari sumbang yang dilakukan oleh massa KNPB Yahukimo sebenarnya sudah berjalan empat hari sebelum pembubaran. Di hari kelima, polisi akhirnya datang membubarkan massa.

“Polisi kasi ijin juga hanya lewat lisan. Bupati juga terkesan membiarkan dan tak turun tangan. Dia kini ada di Jayapura,” katanya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Komisaris Besar (Pol) Patriger Renwarin mengatakan, laporan yang diterima pihaknya, ada lima orang yang ditangkap ketika itu. Namun empat diantaranya sudah dilepas.

“Situasi sudah kondusif. Pistol Taurus dengan nomor senpi XK 255659 milik Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso yang dirampas saat pembubaran juga sudah ditemukan,” kata Patrige.

Menurutnya, senpi itu ditemukan di tempat yang diduga sekertariat KNPB. Ketika itu, tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) wilayah Yahukimo yang dipimpin oleh Kapolres Yahukimo AKBP Ade Djadja Subagdja memimpin tim, Sabtu (21/3/2015) dengan sasaran penyisiran markas KNPB wilayah Yahukimo di Jalan Pasar Baru, Kabupaten Yahukimo.

“Setelah menguasai markas dan menggeledah tempat yang diduga sekertariat atau markas KNPB, tim menemukan senpi itu,” ucapnya. (Arjuna Pademme)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Arjuna Pademme on March 22, 2015 at 23:34:16 WP [Editor : -dominggus a mampioper]

4 Korban Anarkis Massa di Dekai Dirujuk ke Wamena

JAYAPURA – Sebanyak empat orang warga Dekai, Kabupaten Yahukimo yang menjadi korban kekerasan dari simpatisan dan massa KNPB, Kamis (19/3) lalu, kini telah dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Aksi anarkis massa tersebut juga mengakibatkan 1000 warga Yahukimo terpaksa mengungsi ke Mapolres dan tempat-tempat ibadah.

Kepala Kepolisian Resort Yahukimo, AKBP Ade Djadja Subagja ketika dikonfirmasi wartawan melalui telephone selulernya, membenarkan kondisi tersebut. Dikatakan dari kasus ini 1000 warga dilaporkan mengungsi ke Mapolres dan tempat-tempat ibadah, dan 4 warga mengalami kekerasan. Ke empat korban warga tersebut sempat mendapat perawatan di RS Dekai Yahukimo. Namun karena kondisi mereka belum bisa pulih, akhirnya dirujuk ke RSUD Wamena untuk mendapat perawatan secara intensif.

Sebab menurutnya, dari keempat warga tersebut akan membahayakan keselamatan mereka. Seperti, Ibu Ani yang terkena pukulan dari simpatisan KNPB, termasuk petugas penerbangan di Bandara Dekai Yahukimo.

“Kami himbau kepada masyarakat Dekai Yahukimo agar mensikapi secara arif dan tenang aksi anarkis yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan simpatisan yang menamakan diri Komite Nasional Papua Barat,”

kata Kapolres AKBP Ade.

Kata dia, pihaknya akan berjuang untuk menenangkan situasi Dekai Yahukimo atas adanya tindakan anarkhis dari simpatisan KNPB.

“Kami akan jaga situasi agar tetap kondusif dan kami harap masyarakat tetap tenang dan arif atas kondisi yang terjadi. Serahkan semuanya kepada kami agar bisa ditangani dengan baik,”

ucapnya.

Kapolres Ade mengatakan, pihaknya sudah melakukan penyisiran pasca kejadian itu dan masyarakat juga merespon bagus dan sangat positif tindakan kita dari kepolisian. “Mereka mengancam bukan saja warga non pribumi, tetapi pribumi juga mendapatkan ancaman yang sama,” lanjutnya.

Sementara itu, empat warga yang terkena imbas kekerasan dari massa KNPB yaitu Ani (35), Yohanes Palapessy, Acep Syaiful Hamadi (28) dan Noi Efrat (26). Mereka mendapat tindakan kekerasan dihari yang sama, hanya beda waktu dan tempat. Kemudian, Ani (35 tahun) pekerja swasta, alamat Jalan Paradiso mengalami luka sobek di bibir bawah serta luka lebam di muka akibat dipukuli massa simpatisan KNPB.

Selanjutnya, di Bandara Nop Goliat Dekai simpatisan massa KNPB lainnya menyerang pegawai perhubungan atas nama Yohanes Palapessy dengan luka akibat tebasan parang di empat jari tangan kanan.

Sementara korban atas nama Acep Syaiful Hamdi (28) pekerjaan pegawai penerbangan maskapai Susi Air dengan alamat Kalibonto yang mengalami luka lebam akibat sabetan punggung parang dibagian punggung.

Kemudian pegawai rumah sakit setempat, atas nama Noi Efrat Surirat (26) pekerjaan PNS dengan alamat Kompleks Perumahan Kesehatan Dekai saat menggunakan ambulance menuju ke basecamp PT Bintang Timur Mandiri juga mengalami nasib yang sama, dari massa simpatisan KNPB.

Noi Efrat dikira intel sehingga dihajar simpatisan KNPB dan mengalami luka serius di telinga bagian kanan.

Soal adanya warga yang mengungsi pasca peristiwa itu, lanjut Kapolres Ade mengakuki adanya warga yang mengungsi itu.

“Ya, ada 1.000 orang yang mengungsi di Mapolres dan rumah ibadah, seperti Masjid dan gereja pasca tindakan anarkis yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan simpatisan yang menamakan diri KNPB,”

katanya.

Menurut dia, para pengungsi itu tediri dari kaum perempuan dan anak-anak yang ketakutan karena diancam oleh kelompok masyarakat yang menamakan diri Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Yahukimo.

“Pengungsi ini, paling banyak di Mapolres sekitar 700 orang, mereka sudah amankan mobil atau harta benda mereka lainnya. Dan yang di rumah ibadah seperti masjid dan gereja ada sekitar 300-400 orang,” katanya. (loy/don/l03)
Source: Senin, 23 Maret 2015 03:12, BinPa

Jokowi Didesak Bentuk KPP HAM Kasus Paniai

JAYAPURA – Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja di Papua mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)  membentuk KPP HAM untuk menyelesaikan kasus penembakan warga sipil di Paniai pada 8 Desember 2014 lalu. Desakan itu muncul, karena hingga saat ini belum ada sinyal terungkapnya siapa pelaku kasus penembakan tersebut. ”Hingga memasuki bulan keempat, pelaku penembakan terhadap para pelajar di Paniai yang terjadi 7-8 Desember tahun lalu, belum juga ada tanda-tanda ditemukan. Terkesan penyelidikan tidak memberikan titik terang.” ujar Ketua Sinode Persekutuan Gereja-gereja Baptis di Papua Pendeta Socrates Soyan Yoman, Senin 16 Maret di Kantor Kingmi Jayapura.

Untuk itu, lanjutnya, karena penyelidikan yang dilakukan Kepolisian maupun institusi pemerintah lainnya terkesan tidak serius, Gereja-gereja di Papua mendesak Presiden segera membentuk KPP HAM, karena peristiwa itu adalah pelanggaran HAM berat. “Kami minta Presiden serius mengungkap kasus Paniai, dengan membentuk KPP HAM dengan mandat memeriksa semua pihak yang terlibat, dan itu harus dilaksanakan sebelum Presiden berkunjung lagi ke Papua,”tandas Pendeta Socrates.

Socrates menilai, penyelidikan yang sedang dilakukan Polda Papua selama ini terkesan tidak serius karena, laporannya berupaya melindungi anggotanya yang telah melakukan penembakan. “Juga berusaha memecah kasus yang utuh itu, yakni penembakan brutal menjadi kasus yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga kabur dan susah menemukan pelaku penembakan. Penyidik juga terkesan tidak membicarakan subtansi tuntutan, yakni mengenai lima orang korban, bahkan juga tidak netral dan pro kepada institusi tertentu dengan menggiring kasus pelanggaran HAM berat itu, menjadi kasus kriminal biasa,”paparnya.

Institusi TNI, tambahnya, terkesan diam, seakan tidak terlibat dalam penembakan Paniai. “TNI dan Polri baku tuding, dan tidak pernah memastikan dua orang yang ditempatkan diatas tower menara Bandara Enarotali, yang diduga sebagai pelaku,”tukasnya.

Gereja beranggapan, sambungnya kekerasan demi kekerasan masih terus terjadi dari tahun ke tahun, namun TNI/polri selalu berlindung atau menghindar sebagai pelaku. “TNI-Polri selalu mengubur pembantaian di Paniai, supaya nanti lanjut dengan peristiwa kekerasan lainnya,”kata dia.

Ketua Sinode Kingmi Pendeta Beny Giay mendesak selain membentuk KPP HAM, Presiden Jokowi harus menunjuk seseorang untuk menjadi mediator guna mewujudkan dialog Papua Jakarta. “Presiden harus menunjuk seseorang petinggi negara setingkat menteri untuk mengurus persoalan konflik Papua Jakarta lewat jalan dialog damai yang dimediasi pihak ketiga ditempat yang netral,”paparnya.

Kepada masyarakat sipil Papua, kata Beny Giay, diimbau supaya menjemput bola wacana dialog damai. “Caranya dengan Stop membeli/jual belikan senjata amunisi, yang diperjual belikan pihak TNI Polri di Tanah Papua sejak September hingga Desember 2014. Memberikan prioritas mengurus dialog Jakarta Papua yang sedang diwacanakan berbagai pihak dengan bekerja sama pada Jaringan Damai Papua untuk mencegah konflik berlanjut,”tandasnya.

Ia juga meminta kaum perempuan yang selama ini kerap menjadi korban kekerasan, supaya menjadi penggerak dalam proses terwujudnya dialog damai.

Sementara Ketua Sinode Gidi Dorman Wandikbo juga menyerukan hal yang sama, bentuk KPP HAM supaya terungkap siapa sebenarnya pelaku aksi penembakan Paniai. “Ayo mari buktikan, siapa yang benar atau salah, Gereja hanya ingin bicara tentang keadilan yang mutlak,”pungkasnya.

Menyikapi seruan gereja yang menganggap Kepolisian tidak serius, Juru Bicara Polda Papua Kombes Patrige Renwarin mengatakan, pihaknya selalu berterima kasih kepada semua element masyarakat, yang memberikan dorongan moril kepada penyidik, supaya tidak menyerah dengan berbagai kendala yang dihadapi dalam mengungkap pelaku maupun mencari bukti-bukti insiden penembakan Paniai. “Kami berterima kepada masyarakat juga pimpinan sinode gereja-gereja di Papua, tas dorongannya,”kata dia.

Lanjut Patrige, beberapa waktu lalu Polda Papua telah memaparkan hasil penyelidikan kasus Paniai di Komnas HAM Pusat. Dan saat ini masih menunggu tindak lanjutnya. “Kami berharap sebaiknya semua komponen masyarakat menyatukan persepsi dalam memandang peristiwa 8 Desember di Paniai, dan sebaiknya tidak saling menuding. Polri juga menghadapi kendala, dimana masyarakat tidak mau jadi saksi atas peristiwa itu,”tukasnya.

DPRP juga meminta kasus penembakan Paniai diungkap dengan secepatnya, karena ini mempertaruhkan kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah pusat. “Sudah 4 bulan kasus Paniai belum juga menunjukkan hasil yang baik, kita harap pihak berkompeten mengungkap siapa sebenarnya dibalik peristiwa Paniai,”tandas Ketua DPRP Yunus Wonda.

Sebenarnya, kata Yunus Wonda, rakyat Papua sudah mengetahui secara jelas siapa pelaku penembakan Paniai, namun yang ditunggu adalah pengakuan dari mereka. “Rakyat sudah tahu kok, tinggal apakah mau mengaku, sebaiknya ya mengaku saja, kasus Paniai bukan saja hanya jadi perhatian Papua dan Jakarta, tapi juga Internasional, jadi semua pihak harus transparan,”pungkasnya.

Yunus Wonda melanjutkan, Parlemen Papua yang dipimpinnya akan terus memantau sejauh mana hasil pengungkapan kasus penembakan Paniai. “Kami pantau terus, kami harap dalam waktu dekat sudah terungkap,”imbuhnya. (loy/jir/don)

Source: Selasa, 17 Maret 2015 09:47, BinPa

Mahasiswa Kembali Tuntut Penyelesaian ‘Paniai Berdarah’

JAYAPURA – Untuk kesekian kalinya, puluhan mahasiswa Papua dari berbagai universitas di Kota Jayapura mendatangi kantor DPR Papua, Rabu (18/2). Massa yang dikoordinir Septi Modga itu menuntut para legislator mendorong penyelesaian kasus penembakan yang menewaskan empat warga sipil di Paniai (baca: ‘Paniai Berdarah’) pada 8 Desember 2014 lalu.

Massa membawa sejumlah spanduk. Salah satunya berbunyi ‘Presiden RI, TNI. Polri Segera Mengungkap Pelaku Penembakan Paniai’.

Dalam orasinya Septi mengungkapkan bahwa Jokowi telah berjanji akan mengusut pelanggaran HAM di Papua, namun sampai kini belum jelas, sehingga meminta DPR Papua menjelaskan dan terbuka kepada masyarakat hasil investigasi yang dilakukan TNI/Polri di lapangan.

Adapun pernyataan sikap mereka antar lain, Kapolda Papua, Pangdam, Gubernur dan DPR Papua segera usut kasus penembakan. “Semua tim investigasi yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif segera mempertanggungjawabkan hasilnya di hadapan keluarga korban. Kami akan terus menuntut hingga kasus ini tuntas,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Fisip Uncen, Pontius Omoldoman dalam orasinya mengungkapkan, peristiwa penembakan di Kabupaten Paniai yang mengakitbatkan 4 warga sipil dibiarkan oleh Pangdam dan Kapolda terhadap pelaku penembakan tersebut.

“Kami tidak akan berhenti menyuarakan jika Pangdam dan Kapolda serta DPR Papua tidak menseriusi penembakan. Keluarga kami. Jika dianggap bagian dari NKRI, kenapa aparat harus meneror dan membunuh rakyat Papua tanpa jelas. Kami bukan bagian dari NKRI karena hak-hak kami selaku orang Papua diambil alih,” katanya disambut baik para pendemo lainnya.

Ia menyatakan, jikalau aparat pemerintah, Kodam, Polda Papua, Kodam dan DPRP, mempunyai hati dengan rakyat Papua maka tidak seharusnya membiarkan rakyat menderita dan berada dibawa penyiksaan serta penindasan.

Pontius Omoldoman juga menandaskan bahwa pernyataan Kapolda Papua yang meminta menggali mayat korban penembakan itu ditolak secara tegas, karena menggali mayat sama saja melanggar hukum adat di Papua, lebih khusus di daerah Paniai.

“Kami tau bahwa negara ini adalah negara hukum. Tapi, kenapa seseorang pelaku penembakan yang tak lain aparat itu sendiri dibebaskan dan tidak mau diungkap. Kami hanya butuh kejujuran, dan keadilan di negara ini” ungkap Pontius.

Salah satu anggota DPR Papua yang menemui massa, Tan Wie Long mengatakan, keprihatinan dari mahasiswa atas meninggalkan 4 warga Sipil di Paniai, DPR Papua juga turut prihatian atas peristiwa itudan kasus yang terjadi di Paniai merupakan kasus pelanggaran HAM. Kemudian apa yang diduga Mahasiswa bahwa penembakan itu adalah TNI/Polri, DPRP juga punya hal yang sama.

“Perisitwa penembakan di Paniai, kami dari tim investigasi DPR Papua sudah melakukan semua tahapan yakni, langsung turun ke lapangan, baik menemui keluarga korban untuk memintai keterangan serta melakukan tatap muka dengan tokoh agama, dan tokoh adat. Hasilnya sudah melakukan telaah namun kami tidak menjastis siapa pelaku karena kami tidak punya kewenangan dan tidak punya keahlian,”

ucapnya.

Kata dia, DPR Papua tidak tak bisa menuduh siapa pelaku karena itu bukan ranah kami, tapi hasil investigasi kami, apa yang diduga mahasiswa saudara-saudara mahasiswa itu juga yang kami duga. Bahwasanya oknum TNI/Polri. “Tapi kami lagi menunggu dari pihak berwenang. Kami sudah menyurati Kapolda dan Pangdam untuk bertemu, tapi ketika mau rapat dengar pendapat, mereka ke Timika,” kata Tan Wie Long.

Katanya, DPR Papua juga mempertanyakan sampai kapan penyelesain kasus itu. Parlemen Papua juga masih menunggu, sehingga meminta kepada mahasiswa dan masyarakat bersama-sama mendorong penyelesaian kasus itu.

“Kalau nanti tak ada hasil, kami tim investigasi meminta ketua DPR Papua menindaklanjuti ke lembaga lebih tinggi. Apa yang jadi tuntutan adik-adik kami juga prihatin dan ingin kasus itu segera terungkap siapa pelaku. Silahkan koreksi kami, dan kritik kami demi mencapai tujuan yang diinginkan rakyat Papua. Kami akan terus kawal ini,”

ucapnya.

Ditempat yang sama, Laurenzus Kadepa pernyataan Kapolda Papua untuk menggali Mayat para korban penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai dengan alasan untuk dilakukan Visum atau otopsi bukan solusi. “Penggalian Mayat sangat bertentangan dengan adat istiadat Suku Mee. Kami hanya tanggap dan Kapolda dan Pangdam siapa pelaku penembakan itu bukan dengan cara melakukan penggalian mayat,” ungkapnya. (loy/don/l03)

Souece: Jum’at, 20 Februari 2015 10:44, BinPa

Andreas Harsono: Negara Sedang Isolasi Persoalan HAM di Papua

Andreas Harsono dari Human Right Watch (HRW). Foto Ist.

Jakarta, MAJALAH SELANGKAH — Andreas Harsono dari Human Rights Watch (HRW) mengungkapkan saat ini negara terkesan mengisolasi rentetan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua dengan tidak menyelesaikan secara tuntas pelaku kejahatan untuk diadili dan diproses secara hukum.

“Kekerasan yang dialami orang Papua sedang ditutupi pantauan pihak luar. Wartawan independen dan jurnalis internasional dilarang meliput masalah Papua. Hal seperti ini tidak mesti terjadi di negara yang menganut sistem demokrasi,”

ungkapnya dalam diskusi pembacaan situasi Papua yang digelar di rumahnya, Jakarta, Senin (12/1/2015) sore.

Kata Andreas, hingga kini telah terjadi banyak kasus pelanggaran HAM di Papua.

“Yang masih hangat diperbincangkan saat ini adalah kasus di Enarotali, Paniai, di mana 5 pelajar ditembak mati dan 17 masyarakat sipil lainnya luka-luka. Sementara pelakunya masih belum diungkap ke publik,”

lanjutnya. (Baca: Penembakan di Paniai)

“Semua itu membuktikan bahwa negara melalui militernya sedang melakukan impunitas. Di mana rakyat dikorbankan, pelaku kejahatannya dilindungi dan tidak diberikan sanksi,”

kata Harsono.

Dalam kesempatan sama, aktivis HAM Papua, Marten Goo, mengatakan, wilayah Papua tidak pernah sunyi dari persoalan pelanggaran HAM. Militer (TNI/POLRI) menjadi biang di balik serangkaian persoalan di tanah Papua selama ini.

“Kasus HAM yang di Paniai belum selesaikan, kembali terjadi peristiwa penembakan yang dilakukan oleh Brimob dari Polda Papua terhadap salah satu siswa SMA YPPGI Timika, Melkias Nawipa di pos polisi Gorong-gorong Timika, Sabtu kemarin,”

jelas Goo.

Jadi, kata dia, situasi di Papua sulit dikendalikan, karena militer (TNI/POLRI) yang berkuasa di tengah masyarakat Papua.

“Orang Papua mau lakukan aktivitas selalu dipantau militer, rambut gimbal dicurigai, kumis panjang, distigma OPM,”

ujarnya.

Senada disampaikan oleh Ruth Ogetai, seorang aktivis Perempuan Papua di Jakarta. Kata dia, orang Papua diibaratkan binatang buruan.

“Kapan saja dan di mana saja, tanpa bersalah bisa tewas ditembak dengan alat negara. Jika kondisi ini dibiarkan berlangsung lama, orang Papua akan punah,”

kata Ogetai. (Mateus Badii/MS)

Mateus Badii | Selasa, 13 Januari 2015 22:18,MS

Pastor Jangan Takut Bicara Soal Pelanggaran HAM di Papua

Pastor Honoratus Pigai, Pr
Pastor Honoratus Pigai, Pr satu dari sepuluh pastor baru, saat membagikan hosti kepada Umat usai ditabiskan oleh Uskup Timika. (Jubi/Arnold Belau)

Hal ini ditegaskan oleh pastor Paroki Kristus Raja (KR) Malompo, Nabire Papua saat menyampaikan sambutan usai uskup Timika menasbihkan 10 imam di gereja katolik paroki Kristus Sahabat Kita (KSK), Bukit Meriam, Nabire, Papua, Selasa (6/1).

Menurut pater, setiap pater yang ditasbihkan untuk mewartakan injil dan melayani umat Tuhan di bumi ini. Juga ditasbihkan untuk menyuarakan suara-suara orang-orang yang tak bersuara.

“Untuk pastor-pastor baru jangan anggap pentasbihan ini sebagai puncak pencapaian sebuah prestasi. Tetapi harus mengangkat banyak permasalahan yang terjadi di tanah papua. Terutama soal pelanggaran HAM di tanah Papua,” katan Pater Nato.

Lanjut Pater Nato, mereka jangan takut angkat masalah pelanggaran HAM di Papua. Karena untuk itulah para imam ini ditasbihkan.

“Maka jangan takut untuk menyuarakan suara-suara yang yang tidak mampu untuk suarakan suaranya di tanah ini (tanah Papua-red),” tegasnya.

Selain itu, Isaias Douw, bupati Kabupaten Nabire mengharapkan, dengan hadirnya pastor-pastor di Nabire, bisa menjadi motivator bagi umat di Nabire dan di keuskupan Timika pada umumnya. Sehingga iman umat di Nabire ini semakin kuat dan taat pada Tuhan.

“Dengan bertambahnya imam di Nabire ini, dapat menambah semangat pelayanan kepada umat. Supaya seluruh umat mendapatkan pelayanan dan sentuhan kasih Tuhan,” katanya.

Lanjut Douw, menjadi pastor adalah pilihan berat. Karena pastor dituntut memanggul salib Tuhan dalam mewartakan Injil di bumi ini sehingga jangan takut untuk mewartakan sabda Tuhan.

“Sabda Tuhan itu harus diwartakan kepada seluruh umat,” katanya.

DPRP Tak Sudutkan Polri Tapi Mengingatkan

JAYAPURA – Pernyataan Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi, Drs. Yotje Mende yang menyatakan, kasus Paniai agar jangan menyudut polri, ditanggapi serius oleh anggota Dewan Perrwakilan Rakyat Papua (DPRP).

“Kami sebenarnya bukan dalam posisi menyudutkan aparat TNI/Polri tapi statemen yang kami sampaikan hanya untuk mengingatkan kepada TNI/Polri, terutama kepada aparat yang bertugas di daerah pedalaman, baik di Pegunungan maupun di kawasan pesisir untuk bertindak profesional dan lebih mengedepankan pendekatan secara persuasif, tidak melakukan dengan cara yang akhirnya mengorbankan nyawa manusia,” ungkap Yunus Wonda selaku anggota DPR Papua kepada wartawan, Selasa (16/12).

Yunus Wonda menandaskan, senjata yang dimiliki aparat bukan untuk membunuh rakyat. Sebab aparat hadir diseluruh tanah Papua, bertujuan untuk melindungi rakyat. Namun kejadian-kejadian yang sudah terjadi, masyarakat kini meminta perlindungan kepada siap?.

Padahal menurutnya, rakyat hanya berharap aparat bisa melindungi mereka, tapi kenyataannya justru aparat membuat situasi hingga akhirnya rakyat trauma. “Sejak tahun 60-an trauma itu masih terbawa sampai hari ini, dimana rakyat Papua dan masyarakat di pelosok di Papua,” tandas dia.

Dengan peristiwa yang terjadi saat ini, masyarakat takut untuk mengadu.”Kami minta aparat keamanan harus bertindak bijaksana bukan dengan cara harus melakukan tembakan. Bagaimana kita melawan orang tidak dengan senjata. Terus senjata apakah membunuh orang atau kah membunuh warganya sendiri”

“Kalau memang latihan perang lebih bagus kita lewat jalur Gaza, Timur Tengah untuk melakukan latihan, bukan di Papua. Sekali lagi, nyawa orang Papua satu orangpun sangat mahal diatas tanah ini,” tegas Yunus politisi partai Demokrati itu.

Kata dia, jikalau datang melindungi orang Papua wujudkan dan bukti melindungan orang Papua seperti Apa. Bagaimana rakyat hari ini kita sedang mendorong mereka untuk mencintai bangsa ini, tetapi bangsa untuk mencintai orang Papua sehingga orang Papua mencintai bangsa ini.

“Hari ini bagaimana kita membuat rakyat Papua ini mencintai TNI/Polri dan ada rasa memiliki. Di tahun 80-90an masyarakat sangat dekat dengan aparat, akan tetapi di tahun 2000 ke atas ini, masyarakat semakin membenci aparat,” ucapnya.

Untuk itu diharapkan kepada Kapolda dan Pangdam agar merubah cara pendekatan yang dilakukan selama ini. “Kalau bicara Zona damai buktikan itu. Buktikan peluru itu milik siapa. Bertahun-tahun diatas tanah ini, peristiwa setiap peristiwa selalu katakan kami kirim ke pusat sana untuk melihat peluru milik siapa, tapi sampai hari ini tidak pernah dibuktikan kepada media,” katanya.

Yunus Wonda juga mengingatkan kepada Pangdam dan Kapolda agar anggotanya yang ditugaskan di pedalaman untuk tidak terlalu lama sehingga tidak stress.”Anggota yang ditempatkan disana, bisa dirotasi 1 atau dua bulan supaya mereka tidak stress. Apalagi mereka sulit untuk melakukan komunikasi kepada keluarga mereka,” ucapnya.

PCI Desak TNI-Polri Libatkan Tim Independen

Sementara itu, Papua Cirle Institute (PCI) melalui Direkturnya, Hironimus Hilapok, M.Si., ketika dihubungi Selasa, (16/12) mengatakan, apapun yang dilakukan aparat keamanan sebagai upaya pengungkapan kasus penembakan di Paniai itu harus dilakukan secara transparan agar rakyat Papua bisa mengetahuinya.

“Jangan ditutup-tutupi. Semuanya harus transparan dan terbuka sebab saat ini masyarakat Papua khususnya di Paniai sangat kecewa dengan kelambanan aparat membongkar kasus itu. Masyarakat masih menunggu hasil investigasi tersebut,”

tegasnya ketika dihubungi via ponselnya, Selasa, (16/12).

Kekecewaan itu hanya bisa diobati dengan ungkapan kasus yang benar-benar terbuka dan transparan.

Ditandaskan demikian, karena mengingat sebelumnya pihak Polda Papua sudah mengeluarkan pernyataan pers yang menyebutkan bahwa ada upaya masyarakat untuk mengaburkan bukti-bukti dengan menggantikan baju korban dengan seragam sekolah.

“Ini upaya pengaburan bukti dan pemutarbalikan fakta yang sangat disayangkan. Oleh sebab itu, saya meminta agar pencarian fakta oleh tim gabungan TNI-Polri harus terbuka dan melibatkan masyarakat,”

tukasnya.

Lanjutnya, pihak independen seperti Komnas HAM yang harus segera membentuk Fact Finding Team (Tim Pencari Fakta) untuk mengimbangi sekaligus mendampingi bukti-bukti yang ditemuka oleh tim gabungan TNI-Polri.

Dari Paniai dikabarkan situasi Kota Enarotali, sudah mulai kondusif pasca penembakan di Lapangan Karel Gobay yang menelan 5 korban siswa tersebut. Sementara tim investigasi gabungan TNI-Polri sejauh ini sudah memeriksa 30 saksi, diantaranya saksi mata dari pihak warga dan saksi anggota Kepolisian dan TNI.

Tim penyidik yang dipimpin Irwasda Polda Papua, Kombes Pol, I Gede Sugianyar bersama Asintel Kodam XVII Cenderawasih, Kol. Inf. Immanuel Ginting.

Lima lokasi utama yang menjadi fokus dari penyelidikan ini adalah tempat terjadinya penembakan di Gunung Merah dekat Pondok Natal Kampung Ipakije, Kantor KPUD Paniai, Kantor Polsek dan Koramil Enarotali, serta Lapangan Sepak Bola Karel Gobay.

Sampai berita ini diturunkan, tim gabungan TNI-Polri sudah mengumpulkan bukti-bukti di lokasi kejadian serta menerima serpihan logam yang bersarang di tubuh korban luka dan tewas dari pihak RSUD Paniai.(loy/nls/don)

Sumber: Sabtu, 20 Desember 2014 07:13, BP

Pelaku Mengelak, TPN-OPM Dituding

JAYAPURA – Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, Pdt. Benny Giay mengungkapkan, kekerasan dan perlakuan terhadap masyarakat Papua yang dilakukan Negara sejak tahun 1960-an dalam berbagai bentuk (terakhir di Paniai, 8 Desember 2014) sudah lama terjadi.

Kekerasan itu dalam berbagai wujud telah membentuk watak, filsafat dan orientasi hidup orang Papua. Seperti, watak orang Jawa dan Sumatera dalam tahun 1920-an yang dibentuk oleh kebijakan Belanda dalam jaman penjajahan.

Dalam keterangan pers, Pdt. Benny Giay mengatakan, yang dilakukan di Tanah Papua sebagai Pimpinan Gereja beberapa tahun terakhir ini tidak lebih dari apa yang telah dilakukan para pimpinan agama di Jawa dan Sumatera dalam tahun 1920-an berhadapan dengan kolonialisme Belanda.

Terbukti, kata Pdt Benny, pihak TNI yang diduga merujuk mobil rush milik komandan Timsus TNI yang dipakai pada saat penganiayaan seorang anak di pondok natal pada subuh, 8 Desember 2014 sebagai pelaku terus mengelak dan menuding berbagai pihak lain, seperti TPN-OPM dan Pemda Kabupaten, sementara TPN-OPM telah mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam penembakan.

Dengan berbagai permasalahan yang terjadi itu, maka pihaknya menilai bahwa Presiden Jokowi sebagai Panglima tertinggi belum juga mengeluarkan pernyataan terkait penembakan terhadap para pelajar oleh TNI-POLRI di Paniai.

“Kami menilai Pak Presiden “cepat kaki ringan tangan” menyatakan kesetia-kawanannya terhadap para korban bencana di Banjarnegara, JawaTengah dua hari lalu, tetapi diam seribu bahasa ketika umat kami/anak sekolah yang sedang mengikuti lomba kandang natal ditembaki aparat TNI / POLRI,”

katanya di Kantor Sinode Kingmi di tanah Papua, Rabu (17/12).

Untuk itu, kepada seluruh masyarakat, mengajak untuk melihat masalah Papua, termasuk penyerangan Paniai 8 Desember 2014 secara utuh, karfena sejarah dan perkembangan pemikiran/jati diri Papua tidak lepas dari sepak-terjang negara dan rakyat Indonesia sejak awal tahun 1960-an.

“Kami menyesal bahwa selama ini pemerintah dan rakyat Indonesia lipat tangan dan menolak semua masalah ke pihak Papua. Karena itu melalui pernyataan pers ini, kami ajak semua pihak untuk mengambil tanggung jawab terhadap masalah Papua. Tidak hanya bermasa bodoh dan menilai penyebab konflik Papua secara sepihak seperti yang terja di selama ini,”

ajaknya.

Pada kesemaptan itu juga, pihaknya menghimbau supaya tidak hanyut dalam permainan elit yang sedang memancing di air keruh. Akan tetapi meminta untuk mengambil waktu dalam bulan suci ini untuk periksa diri dan perilaku yang sudah kita tunjukkan dalam satu tahun yang lewat.

“Tinggalkan perilaku dan bahasa yang merusak. Mari ambil waktu dalam bulan ini untuk berbaikan di dalam keluarga, kampong dan gereja, doakan anak-anak kita yang lahir dalam suasana kekerasan ini supaya mereka selamat. Mari wujudkan “papua damai sejahtera” dengan menebar benih-benih kebaikan,”

imbuhnya. (Loy/don)

Sabtu, 20 Desember 2014 07:21, BP

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny