Surat Untuk Gubernur Monyet

Kepada:
YTH Gubernur Papua Monyet Lukas Enenmbe,
Kapolda Papua Monyet Paulus Waterpauw dan Para Pimpinan Agama dan Adat yang ada yaitu Para Monyet

Dengan ini kami sampaikan sehubungan dengan kejadian yang menimpa mahasiswa monyet asal Papua di kota peradaban manusia NKRI Jogjakarta maka kami meminta bapak-bapak pimpinan masyarakat monyet Papua agar menyurati dengan resmi Presiden manusia NKRI agar dengan beradab mengirim pulang warga monyet di negeri mereka dan menarik kembali warga manusia NKRI yang ada di negeri para monyet.

Sekian dan terimakasih atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Kami yang bertanda tangan dibawah ini anak-anakmu monyet

 

Yoris Maran

AnginSelatan.com, Wednesday, July 20, 2016

Sumber Dari: http://www.anginselatan.com/2016/07/surat-untuk-gubernur-monyet.html#ixzz4F0XD9IDg

Tak Mau Ada Separatis, Komnas HAM Kecam Pernyataan Sultan

Rabu, 20 Juli 2016 | 18:34 WIB

TEMPO.CO, Yogyakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yang mengatakan tidak boleh ada separatis di Yogyakarta. Pernyataan itu dikeluarkan Sultan pada 19 Juli 2016 di Kepatihan menanggapi aksi sejumlah mahasiswa Papua di Yogyakarta yang menggelar dukungan atas United Liberation Movement For West Papua (ULMWP). Para mahasiswa Papua itu mendorong ULMWP menjadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).

“Itu sangat berbahaya. dalam konteks budaya Jawa, itu pengusiran secara halus, bahwa orang Papua tak boleh di Jogja,” kata Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai saat ditemui di Asrama Papua Kamasan sesaat sebelum bertolak ke Kepatihan Yogyakarta untuk menemui Sultan, Rabu, 20 Juli 2016.

Mengingat kedudukan Sultan tak hanya sebagai kepala pemerintahan, melainkan juga tokoh nasional dan Raja Jawa. Dan sebagai raja, lanjut Pigai, pernyataan Sultan akan diikuti semua rakyatnya. “Itu penyataan chauvinist pimpinan besar negara. Itu tidak boleh,” kata Pigai sembari mengingatkan adanya jaminan hukum dalam berekspresi dan menyatakan pendapat.

Selain ingin menanyakan ihwal maksud pernyataan Sultan, Pigai juga ingin meminta keterangan soal peran pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada para mahasiswa Papua di Yogyakarta.

Juru bicara Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) Roy Karoba pun menyesalkan pernyataan Sultan. “Itu menyulitkan kami di sini. Seolah label separatis itu melekat pada orang Papua,” kata Roy saat ditemui di Asrama Papua “Kamasan”.

Dia pun meminta Sultan menyampaikan secara tegas maksud dari pernyataannya soal tak boleh ada separatis di Yogyakarta itu. “Kalau benar itu pengusiran, kami akan angkat kaki dari Jogja,” kata Roy.

Sultan membantah maksud pernyataannya adalah tidak memperbolehkan mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta. Menurut Sultan, aspirasi untuk menentukan nasib sendiri yang dilakukan mahasiswa Papua boleh dilakukan, asalkan tidak disampaikan kepada publik. “Kalau di asrama, silakan. Kalau disampaikan ke publik, di tempat lain sana, tidak di Jogja,” kata Sultan di Kepatihan, Rabu, 20 Juli 2016.

Alasannya, masyarakat Yogyakarta itu untuk Indonesia, bukan Yogyakarta memberi ruang bagi separatis untuk memisahkan diri dari Indonesia. “Itu prinsip. Beberapa kali sudah terjadi dan sudah saya ingatkan. Saya tidak mau Yogyakarta menjadi tempat untuk aspirasi lain,” kata Sultan.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Bambang Widodo,Pengamat Kepolisian Mengatakan : Pengepungan Hambat Ruang Demokrasi

JAKARTA Google Papua–Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menyebutkan, dinamika Polri jangan sampai menghambat proses demokratisasi yang sudah berjalan. Polri harus memahami dirinya dekat dengan masyarakat sipil yang sifatnya terbuka dan tidak melakukan tindakan otoriter.

”Itu (pengepungan) cara kerja polisi yang jauh dari civilian police, militeristik. Bentuk ini harus diubah, kalau tidak demokrasi akan terhambat,” ucap Widodo, Senin (18/7).

Hal itu dibuktikan dengan tindakan polisi menghalang-halangi masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasinya. Menurutnya, polisi bertugas melindungi kemanusiaan, bukan malah membunuh kemanusiaan itu sendiri.

Widodo khawatir, tindakan polisi itu bisa memicu simpati dari masyarakat, sehingga menyebabkan protes yang lebih besar. Padahal, polisi bisa menggunakan pendekatan dengan cara dialog agar tidak menimbulkan sikap antipati dari masyarakat umum.

”Presiden harus turun tangan, perlu teguran kepada kapolri dari Presiden. Mempertahankan NKRI bukan dengan cara persatuan yang dipaksa,” tutur dia.

Amir Al-Rahab, pemerhati Papua, menilai, desakan agar Papua Barat merdeka bukan merupakan hal baru di Indonesia. Ia menyebutkan, protes ini sudah berlangsung hampir selama 50 tahun.

”Ini kan bukan barang baru, kok kayak baru menghadapi anak kemarin sore,” sesal dia.

Amir, menyatakan, tindakan polisi itu menunjukkan kecerdasan pemerintah tidak berkembang. Apa yang terjadi di Yogyakarta sangat riskan memicu kemarahan rakyat Papua.

Sebelumnya, Polda Yogyakarta membantah telah melakukan pembiaran terkait dugaan insiden penyerangan mahasiswa Papua. Kehadiran polisi di lokasi perkara justru untuk mencegah timbulnya keributan antara mahasiswa dan organisasi masyarakat setempat.

Kepala Biro Operasional Polda DIY Kombes Bambang Pristiwanto menjelaskan, tidak pernah melakukan aksi kekerasan, seperti informasi yang telah tersiar di sejumlah media massa dan media sosial.

“Kami melakukan penebalan pengamanan dan mengimbau mereka untuk tidak keluar dari asrama. Kegiatan mereka tidak ada izin dari kepolisian karena akan membawa simbol-simbol OPM,” katanya. rep: Eko Supriyadi, ed: Muhammad Hafil.

Copyright @Republika Online

Kapolri Diminta Jelaskan Soal Insiden Mahasiswa Papua di Yogyakarta

Monday, 18 July 2016, 19:28 WIB, Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan

nggota polisi berjaga saat aksi tolak OPM di depan Asrama Mahasiswa Papua, DI Yogyakarta, Jumat (15/7).
nggota polisi berjaga saat aksi tolak OPM di depan Asrama Mahasiswa Papua, DI Yogyakarta, Jumat (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak setahun terakhir, warga negara Indonesia asal Papua dinilai mengalami kekerasan berlanjut. Hal tersebut lantaran pelarangan menyampaikan aspirasi melalui demonstrasi dan kebebasan berekspresi lainnya.

Kejadian terakhir adalah peristiwa di Yogyakarta pada Jumat (15/7). Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, demonstrasi adalah bentuk kebebasan berekspresi apa pun tema yang disampaikannya.

Bahkan, aspirasi pembebasan Papua juga sah untuk disampaikan dalam sebuah demonstrasi sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dialami oleh warga Papua.

“Selama demonstrasi itu disampaikan secara damai dan tidak adanya tindakan permulaan yang menunjukkan adanya makar maka polisi apalagi ormas tidak boleh membatasi, melarang, dan menghakimi dengan kekerasan,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (18/7).

Ismail mengatakan, penggunaan ormas tertentu atau pembiaran ormas dalam menghadapi aspirasi masyarakat yang berbeda adalah modus lama yang ditujukan untuk membersihkan tangan polisi sebagai aparat keamanan.

Dengan melibatkan atau membiarkan ormas, maka polisi terhindari dari tuduhan melakukan kekerasan. “Padahal, membiarkan seseorang atau ormas melakukan kekerasan adalah tindakan pelanggaran HAM (violation by omission–Red),” kata pengajar hukum tata negara di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Menurut dia, Kapolri Tito Karnavian harus menjelaskan peristiwa di Yogyakarta secara gamblang agar kepercayaan publik tidak segera luntur di masa kepemimpinannya. Ismail menyebut Tito mempunyai pandangan agak konservatif perihal pembatasan HAM, seperti dalam kasus teorisme.

“Tetapi, membiarkan tindakan kekerasan terus-menerus terhadap warga Papua adalah tindakan pelanggaran HAM dan bertentangan dengan semangat Jokowi yang berkali-kali menegaskan hendak mengatasi persoalan Papua secara holistik,” ujarnya.

Polri harus bertindak adil dengan menghukum anggota ormas yang melakukan kekerasan. Menurut Ismail, apa pun argumen ormas tersebut, baik rasialisme, ujaran kebencian, dan kekerasan telah secara nyata diperagakan. Tindakan main hakim sendiri (vigilantisme) adalah pelanggaran hukum.

Uskup agung kecam penangkapan ratusan warga Papua

 ucanews.com, 15/07/2016

Uskup agung kecam penangkapan ratusan warga Papua thumbnail
Sekitar 260 warga Papua ditahan di Merauke, namun mereka telah dibebaskan.

Para pejabat Gereja Katolik di wilayah Papua telah meminta lembaga penegak hukum memungkinkan orang Papua lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan diri, dan tidak melihat setiap aksi damai sebagai tindakan provokasi.

Uskup Agung Merauke Mgr Nicholaus Adi Saputra MSC mengatakan demonstrasi tersebut adalah pilihan terakhir ketika saluran untuk ekspresi individu tertahan.

“Negara menjamin demokrasi bagi semua warga negara,” kata Uskup Agung Saputra, 14 Juli, setelah ratusan orang ditangkap selama protes damai di banyak kota di seluruh Papua hari itu.

“Jika ruang tidak diberikan kepada mereka, mereka akan turun ke jalan,” kata prelatus itu.

Aksi damai pada 13 Juli menyuarakan dukungan untuk penggabungan Papua ke dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) yang sedang mengadakan KTT di Kepulauan Solomon, 14-16 Juli.

MSG meliputi Kepulauan Solomon, Fiji, Papua Nugini dan Vanuatu bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di antara para anggotanya. Indonesia merupakan anggota asosiasi.

Papua menginginkan status yang sama dalam pengelompokan sebagai New Caledonian Kanak dan Sosialis National Liberation Front, aliansi faksi-faksi yang menginginkan kemerdekaan dari Perancis.

Lebih dari 500 orang ditangkap, termasuk perempuan dan anak-anak pada unjuk rasa damai, 23 Juli.

Sebagian besar warga kemudian dibebaskan, tetapi sejumlah orang masih ditahan hingga 16 Juli untuk diinterogasi lebih lanjut.

0715gPolisi bersenjata menjaga ruang di mana para demonstran ditangkap dan ditahan di Merauke, Papua.

Yoseph Novaris Apay, sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Merauke, mengatakan aksi itu bertujuan memberitahu DPR RI bahwa rakyat Papua mendukung keanggotaan MSG.

“Tapi, aksi kami dihentikan dan ditangkap oleh polisi bersenjata,” kata Apay.

Mengakui polisi tidak menggunakan kekerasan, katanya, “Secara psikologis, orang merasa terintimidasi ketika mereka dipaksa masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa ke kantor polisi.”

Pastor John Djonga dari Keuskupan Jayapura mengatakan kepada ucanews.com bahwa polisi seharusnya tidak mengintimidasi, teror atau penyiksaan warga Papua, karena situasi di Papua telah menjadi perhatian serius di wilayah Asia Pasifik.

MSG secara terbuka mendukung Papua menjadi anggota, katanya.

Papua Nugini, yang sebelumnya mendukung pemerintah Indonesia telah bergeser mendukung Papua Barat sebagai anggota penuh MSG, tambahnya.

“Ini harus memacu pemerintah Indonesia mencari solusi untuk masalah Papua,” kata Pastor Djonga.

Panggrasia Yeem, anggota Parlemen Rakyat, sebuah organisasi hak yang dilarang oleh pemerintah Indonesia dan penyelenggara aksi damai itu, mengatakan tindakan represif polisi merupakan upaya untuk mengekang demokrasi.

Mereka harus tahu bahwa Papua adalah masalah internasional dan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan hukum Indonesia.

“Kami adalah bagian dari Melanesia,” katanya.

Kapolres Merauke, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Taufik Irpan Awaludin, mengatakan para demonstran ditangkap karena mengambil bagian dalam unjuk rasa yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok terlarang – Komite Nasional Papua Barat dan Parlemen Rakyat.

“Kami tidak memberikan izin untuk kelompok-kelompok tertentu untuk menggelar aksi unjuk rasa,” katanya.

Sumber: ucanews.com

Anggota KNPB Sentani ‘Diculik’ Lima Orang Berpakaian Preman

Jayapura, Jubi – Seorang anggota KNPB wilayah Sentani, Anton Hubusa (23th) mengaku diculik dan diikat oleh lima lelaki berpakaian preman dan dibawa dengan Estrada, Rabu (15/6/2016), dari titik aksi Hawai, Sentani, Kabupaten Jayapura.

Lima laki-laki berpakaian preman yang menggunakan mobil Estrada hitam tersebut menghampiri Anton yang sedang mengambil foto untuk dokumentasi aksi.

Menurut Anton kepada Jubi, salah seorang dari mereka menghadangnya sambil mengatakan: “kau bikin apa? Perintah Kapolda itu KNPB tidak boleh demo.”

Lalu Anton menjelaskan bahwa demo damai yang dilakukannya adalah hak azasi untuk perjuangan bangsa Papua.

Tanpa mengindahkan pernyataan Anton, lima orang tersebut langsung memborgol dan memasukkannya ke dalam Estrada. Anton protes dan meronta di dalam Estrada yang tertutup rapat. Ketika itu mobil masih diparkir dalam keadaan gelap karena tertutup kaca.

Anton mengatakan, dirinya terus meronta dan melawan sekitar 30 menit sambil berteriak agar dibiarkan bergabung dengan kawan-kawannya. Karena terus meronta, dia lalu dilempar ke bak belakang mobil, sambil mobil bergerak.

Di bak belakang mobil, kakinya diikat keatas dalam keadaan tangan masih diborgol. Mereka mengatakan akan membawanya ke Polsek Doyo. Namun mobil yang berjalan berputar-putar membuat Anton panik dan terus berteriak karena tidak tahu dia akan dibawa kemana.

Karena terus berteriak, mulut Anton lalu dilakban dan kepalanya sempat dipukul.

Anton mengetahui bahwa dirinya dibawa ke arah Genyem, dan seseorang dengan motor Supra x mengikuti dari belakang. Sambil meronta terus menerus, Anton berhasil melompat dari mobil yang melambat, dan jatuh ke tengah jalan.

Dia masih terus berteriak minta tolong untuk diserahkan pada polisi, “saya bukan binatang, saya berjuang untuk Papua,” ujarnya. Keenam orang tersebut mengelilinginya ditengah jalan dan terus mengancam keras.

“Untung ada seorang mahasiswa asal Wamena dia lewat di jalan itu, dia datangi kami dan bilang pada mereka untuk berhenti, dan tidak boleh lakukan itu, karena melanggar hukum”, Anton menjelaskan.

Baru setelah mahasiswa itu pergi untuk melaporkan kejadian, kelima orang tersebut membawa Anton ke Polres Doyo. Itupun setelah dibawa berputar lagi beberapa kali.

Saat ini Anton menderita luka-luka lecet di tangan, kaki dan kepala, serta kepala pusing. Dia dan teman-temannya di KNPB menolak dirujuk ke RS Youwari oleh Polisi, dan memilih ditangani secara mandiri oleh organisasi.(*)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny