JAYAPURA [PAPOS]- Ketua Fraksi Pikiran Rakyat, Yan Mendenas,S.Sos meminta secara tegas agar aparat Kepolisian dan TNI bertanggung jawab atas terjadinya insiden KRP III beberapa waktu lalu, sebab tindakan aparat tersebut dinilai telah melukai hati orang asli Papua.
Apalagi kata politisi ulung Hanura ini masyarakat tidak menggunakan apa-apa. andaikan pun pada saat itu masyarakat ditemukan menggunakan senjata hendaknya dilakukan tindakan persuasive, bukan asal tangkap begitu saja dan melakukan kekerasan. ‘’Saya paling tidak setuju atas tindakan aparat terhadap masyarakat sipil,’’ kata Yan Mandenas kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin [24/10].
Tindakan aparat yang sampai melakukan penembakan dan diarahkan
kepada orang perorangan sudah masuk pelanggaran HAM berat. Insiden KRP III bukan masalah sepele, tetapi masalah yang menyangkut harga diri orang Papua, dimana sampai saat ini orang Papua masih mengakui dirinya sebagai warga Negara Indonesia.
Untuk itu, bangsa Indonesia perlu menghargai orang Papua dan bila memang bangsa Indonesia tidak menghargai orang Papua lebih baik orang Papua dibiarkan Merdeka diatas tanah sendiri. ‘’Tugas aparat keamanan khan melindungi, bukan menyakiti hati rakyat Papua,’’ imbuhnya.
Apa yang dilakukan aparat keamanan tersebut menurutnya, adalah pelecehan terhadap orang Papua. Itu menimbulkan ketersinggung bagi rakyat Papua. ‘’Tidak ada alasan TNI dan Polri untuk embuat rakyat Papua tersinggung karena, rakyat Papua masih bagian dari NKRI,’’ tegasnya.
Oleh karean itu, ia meminta kepada pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja aparat TNi dan Polri di Papua sehingga kedepan aparat kepolisian dan TNI dalam penanganan permasalahan yang terjadi di tanah Papua tidak menimbulkan korban jiwa.
Hentikan Kekerasan
Ditempat terpisah hal senada pula dikemukakan Solidaritas Rakyat Papua Anti Kekerasan [SORAKPAK], Izen Zuffi dari Forum Independent Mahasiswa menyebutkan peristia tersebut telah menodai perjalanan demokrasi dan Hak Azasi Manusia di Indonesia.
Sebelumnya kata dia, pihaknya sudah memprediksi akan terjadi kekerasan. hal ini bisa dilihat saat parade aparat keamanan memamerkan kekuatannya dengan senjata lengkap, 7 mobil Baracuda, 5 panser dilengkapi dengan senjata mesin caliber 50 mm, mobil tahanan dan mobil identifikasi korban hilir mudik melintasi jalan masuk menuju kongres. Ditambah lagi dengan dua ribuan aparat gabungan TNI dan Polri yang menyebar di sekitar areal Kongres. Itu semua bertujuan untuk meneror mental dan psikis atau menakut-nakuti peserta kongres yang hadir.“Sebenarnya pendekatan keamanan bukanlah pendekatan yang tepat, karena pendekatan keamaanan sering terreduksi menjadi keamanan pihak tertentu , bukan keamaanan masyarakat Papua,’ tegasnya dalam siaran pers yang diterima Papua Pos, kemarin.
Pada kesempatan yang sama Elias Petege, Aktivis HAM Independen yang juga anggota (SORAKPAK) mengatakan, peristiwa KRP III menganut asas kebebasan untuk berkumpul, mengemukakan pendapat dan menyebarkan gagasan, itu semua merupakan hak rakyat sipil dan berpolitik yang sudah diatur dalam undang-undang No 12 Tahun 2005. Jadi hak untuk mengemukakan pendapat dan menyebarkan gagasan adalah hak dasar bagi setiap warga Negara, itu semua demi memajukan setiap orang dan meningkatkan martabat manusia serta pintu bagi terpenuhinya hak manusia lainnya.
Oleh karean itu, pihaknya meminta penangkapan dan penahanan terhadap proses kebebasan berpendapat harus di hentikan, serta tahanan yang terlibat dalam KRP III juga harus di bebaskan karena kongres tersebut merupakan kebebasan berpendapat dan menyebarkan gagasan. ‘’Tidak seorangpun dapat ditangkap dan ditahan karena pikiran politiknya. Keamanan nasional hanyalah alasan bagi pemerintah untuk membatasi sikap kritis rakyat Papua,” katanya.
Bahkan pihaknya meminta secara tegas agar menghentikan tindakan dan kebijakan yang berpotensi mencabut rasa aman dan hak hidup seseorang, menghilangkan nyawa orang, penembakan dan perbuatan kejam tidak manusiawi harus di hentikan.
Polri Selidiki
Mabes Polri akan menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak kriminal dalam penanganan ricuh Kongres III Papua medio pekan ini, kata Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Sabtu.
“Kami sama sekali tidak menghendaki jatuhnya korban jiwa dalam setiap penanganan konflik, di pihak mana pun termasuk dalam penanganan ricuh pasca Kongres III Papua,” katanya kepada wartawan.
Kombes Boy menuturkan menjelang pelaksanaan Kongres III Papua, pihaknya sudah melakukan pendekatan dan langkah antisipasi agar pelaksanaan kegiatan itu berjalan aman dan tertib. “Namun dinamika di lapangan apa yang kami harapkan tidak terjadi, kadang harus terjadi tanpa kita kehendaki. Karena itu, kita akan selidiki dan evaluasi dinamika di lapangan saat itu dan penanganannya seperti apa,” ujar Boy.
Saat ini Kepolisian Negara RI telah menetapkan enam tersangka makar terkait Kongres Papua III di Jayapura yakni FY, EW, DS, AM, GW dan SB. “Keenam tersangka diduga kuat melanggar hukum positif negara kita pasal 106 dan 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai makar dengan ancaman pidana penjara. Sebanyak 18 orang diperiksa sebagai saksi dari 360 orang peserta yang mengikuti Kongres III Papua, “ujarnya.
Boy menambahkan “Keenam tersangka adalah pimpinan dari gerakan tersebut. Dan kita sudah menemukan beberapa barang bukti,”.Ia menjelaskan barang bukti yang ditemukan di antaranya kartu peserta, surat pemberitahuan pelaksanaan acara, surat perekrutan. Serta bukti lain berdasarkan fakta-fakta dari pemeriksaan 18 saksi.
Sementara itu terdapat pula 300 orang yang mengalami penyiksaaan dan beragam intimidasi serta perusakan sejumlah kendaraan roda empat dan dua, serta asrama di sekitar lokasi kejadian.
Menanggapi itu, Kombes Boy mengatakan pihaknya terus melakukan penyelidikan dan identifikasi terhadap warga yang diduga meninggal dunia, hilang atau mengalami luka-luka serta intimidasi.
“Jika ada perbedaan data dengan yang diperoleh lembaga swadaya masyarakat dan Komnas HAM, tentu kami akan pula bekerja sama. Yang jelas kami tidak menghendaki adanya korban jiwa di pihak mana pun. Kami telah berupaya mengantisipasi agar kegiatan dan penanganan rusuh tidak mengarah pada kekerasan, namun perkembangannya terjadi hal demikian,” ujarnya.
Boy menekankan, dalam penanganan beragam konflik atau insiden di Papua pihaknya harus bersandar pada penegakkan hukum, penegakkan keamanan dan penegakkan kedaulatan.[ant/cr-64/tom]
Written by Ant/Cr-64/Tom
Tuesday, 25 October 2011 00:00