Tantangan penentuan nasib sendiri West Papua, ULMWP harus kerja keras

Masyarakat Papua melakukan pengucapan syukur untuk kerja ULMWP hingga tahun 2016 - Dok. Jubi
Masyarakat Papua melakukan pengucapan syukur untuk kerja ULMWP hingga tahun 2016 – Dok. Jubi

Jayapura, Jubi – Sinyal positif akan diterimanya ULMWP sebagai anggota penuh MSG pada Desember 2016 mendatang adalah pengakuan paling signifikan terhadap identitas politik West Papua sejak administrasi United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) 1960-an.

Patrick M. Walsh, peneliti di Observer Research Foundation, seperti dilansir eastasiaforum.org Sabtu (5/11/2016), mengatakan hal itu seiring meningkatkan pembicaraan isu West Papua di kawasan Pasifik.

“Peluang keputusan oleh MSG itu kaya makna politik sekaligus menambah rumit mosaik hubungan (antar negara) yang memang sudah rumit di kawasan Pasifik,” ujar peneliti yang berbasis di New Delhi, India tersebut.

Menurut dia, kampanye Free West Papua terhadap hak penentuan nasib sendiri disamping sudah menunjukkan kemajuan nyata, juga harus cermat karena berada di tengah MSG yang sekaligus sedang bergelut dalam politik internalnya.

Dinamika baru di Forum Kepulauan Pasifik (PIF) akibat masuknya French Polynesia dan Kaledonia Baru, juga harus diperhitungkan, yang tampaknya tak berdaya atas isu West Papua.

“Meskipun kampanye Free West Papua telah mendapatkan momentum dan dukungan popular beberapa tahun belakangan ini, namun tuntutan penentuan nasib sendiri telah lama dan cukup tragis diabaikan oleh komunitas internasional, bahkan hingga saat ini,” ujar Walsh.

Hal itu, kata dia, disebabkan oleh pengabaian komunitas internasional terhadap pelanggaran Act Of Free Choice (Pepera), atau yang biasa disebut juga ‘Act of No Choice’  1969 akibat tidak adanya pilihan dan
partisipasi bebas.

“Sejak Pepera, kedaulatan Melanesia di West Papua dikucilkan menjadi sekadar memori  dan pergerakan perlawanan pinggiran. Hak rakyat untuk kedaulatan seperti yang dijamin PBB ditumbangkan oleh politik perang dingin, kontrak tambang bawah meja dan teror atas agresi,” ungkap Walsh.

Terlepas dari situasi yang menantang tersebut, Walsh meyakini bahwa peluang diterimanya West Papua sebagai anggota penuh di MSG akan membuat MSG menjadi kekuatan regional penting pendukung penentuan nasib sendiri, sekalipun PNG dan Fiji kemungkinan besar tidak akan mendukungnya.

“Sangat jelas bahwa rakyat West Papua telah berhasil menarik perhatian publik terhadap isu yang terus menggantung di berbagai Forum tersebut, yaitu pendirian kolektif mereka atas dekolonisasi,” tegas Walsh.

Terpisah, Budi Hernawan, peneliti di Abdurrahman Wahid Centre, seperti dilansir liveencounters.net meramalkan status keanggotaan penuh di MSG tersebut masih rentan. “Perkembangan terkait isu ini menunjukkan perbedaan tak terdamaikan di dalam MSG seiring keputusan yang harus diambil berbasis konsensus,” ujar Hernawan
.
Dalam konteks ini, lanjutnya, ditambah dengan tidak adanya perubahan respon dari Jakarta, membut ULMWP harus kerja lebih keras.

“Di satu sisi, mereka (ULMWP) harus mengarahkan negosiasi dengan kekuatan politik di Jakarta dan Pasifik, secara domestik mereka juga harus menjawab ekspektasi konstituennya. Jika pemimpin ULMWP bisa menjawab tantangan ini, mereka akan bisa membuktikan kesolidannya. (*)

Menuntut NKRI Selesaikan Soal HAM Papua sama dengan Minta Ikan Terbang ke Udara

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi kembali memprotes wacana dan pandangan pejuangan Papua Merdeka  Khususnya tokoh Papua Merdeka yang pernah ditahan dan dipenjarakan oleh NKRi mentuntut supaya NKRI menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang pernah dilakukan penjajah Indonesia terhadap orang Papua.

Tabi mengatakan,

Bagaimana bisa mengharapkan, dan memaksa ikan terbang ke udara? Masing-masing makhluk punya habitat, masing-masing negara punya kemampuan dan ketidak-mampuan. DNA NKRI tidak sanggup menyelesaikan pelanggaran HAM, jadi memaksa NKRI menyelesaikan kasus-kasus HAM, di mana saja di Indonesia, tidak bisa pernah diselesaikan, jangankan kasus-kasus HAM di Papua.

Berikut wawancara singkat.

PMNews: Belakangan ini sudah ramai ada Tim Pencari Fakta, ada tuntutan penyesaian kasus-kasus HAM disampaikan oleh tokoh Papua Merdeka, ada wacana dialog, ada Tim Pencari Fakta bentukan pemerintah kolonial Indonesia dan ada Tim Pencari Fakta Komnas HAM, ada Time Pencari Fakta Gereja, ramai, tetapi semuanya tidak melaporkan hasil yang jelas.

Amunggut Tabi (TRWP): Minta maaf, kami tidak punya keahlian atau tugas yang kami emban untuk bicara pelanggaran HAM. Tanya kepada Tokoh Gereja atau orang-orang LSM.

PMNews: Ya benar, kami sangat paham. Minta maaf, tetapi ada tokoh Papua Merdeka yang sekarang ini sudah ramai minta Jakarta untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM. Itu sebabnya kami minta tanggapan.

TRWP: OK jelas sekarang. Tetapi prinsipnya masih tetap, kami tidak punya kewenangan bicara masalah HAM. Cuman kami mau kasih tahu, “Jangan paksa ikan terbang, dan jangan paksa burung menyelam dan tinggal di dalam air. Itu kesalahan fatal.”

PMNews: Maksudnya mohon diperjelas.

TRWP: Ada beberapa negara di dunia, seperti Inggris dan Perancis, Jerman dan Swedia, dan lain sebagainya, mereka sudah dewasa berdemokrais, atau dengan ilustrasi tadi, mereka sudah bisa menjadi ikan dan pada waktu yang sama sudah bisa menjadi burung. Jadi kalau ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, maka pasti akan diselidiki, walaupun akhirnya negara harus bayar denda, walaupun akhirnya negara harus minta maaf, walaupun akhirnya ada resiko yang menimpa negara atau pemerintah secara institusi.

Hal itu tidak akan pernah terjadi di pemerintahan negara-negara berkembang. Jangankan Indonesia, Malaysia dan Singapura yang terlihat seperti lebih demokratis saja masih belum bisa melakukan apa yang dituntut orang Papua. Itu sebabnya kita bilang “Bagaimana bisa mengharapkan, dan memaksa ikan terbang ke udara?”

PMNews: Kalau kita tidak menuntut, siapa yang nanti menuntut?

TRWP: Setelah NKRI angkat kaki dari WestPapua, Negara West Papua yang akan tuntut kepada Negara KRI. Kesalahan Negara dituntut ganti-rugi atau permintaan maaf oleh Negara West Papua.

Jadi, biarkan masyarakat sipil bicara tentang pelanggaran HAM, walaupun kami tahu tidak akan ada penyelesaian. Pejuang Papua Merdeka fokus kepada agenda-agenda perjuangan Papua Merdeka dalam payung ULMWP.

PMNews: Ada dua hal muncul dari kalimat tadi. Pertama, biarkan masyarakat sipil bicara tentang HAM, dan kedua pejuang Papua Merdeka fokus kepada agenda ULMWP. Jadi apa agenda ULMWP sekarang?

TRWP: Untuk ULMWP, tanyakan kepada ULMWP, ada Motte dan Ada Benny Wenda, mereka yang bisa jawab agenda mereka sekarang apa? Hanya berputar-putar menunggu diterima menjadi anggota MSG atau ada agenda lain yang harus dijalankan oleh berbagai organisasi perjuangan dan para tokoh Papua Merdeka baik di luar negeri dan di dalam negeri.

Kita tidak punya platform dan program perjuangan Papua Merdeka sebagai Roadmap yang jelas. Masing-masing masih jalan seperti kebiasaan orang Papua di desa dan kampung. Padahal hari ini kita bermain di tingkat internasional.

Kalau untuk masyarakat sipil Papua, kami kasih tahu saja, NKRI tidak akan menyelesaikan itu pelanggaran HAM, tetapi daripada tidak ada pekerjaan, silahkan saja sibuk minta ini dan minta itu dari NKRI. Kami jamin, tidak akan dikasih apa-apa dari Jakarta.

Jakarta ada di Tanah Papua bukan untuk memberi, tetapi untuk mengambil.

Catat itu baik. Hafal itu di luar kepala sebelum berpikir, berharap atau bertindak meminta apa-apa kepada NKRI

PMNews: Terimakasih banyak atas waktu dan nasehat. Apakah ada saran penutup?

TRWP: Semua anak-anak bangsa Papua, semua pejuang Papua Merdeka, semua tokoh Papua Merdeka, semua orang Papua, kami harus sadar, sesadar-sadarnya, dan menerima realitas yang sebenarnya, bahwa kiblat perjuangan Papua Merdeka bukan menjaring angin ke Asia, tetapi ke Pasifik Selatan, bukan ke Melayo-Indos, tetapi ke Melanesia.

Hapus mimpi-mimpi kemerdekaan West Papua di dalam NKRI dan oleh NKRI. Buang ke tong sampah penyelesaian HAM oleh NKRI.

Kita tidak punya kekuatan apa-apa menuntut NKRI dengan kekuatan negara dan tentara terbesar di kawasan ASEAN untuk tunduk kepada masyarakat tradisional terisolir, suku-suku yang tidak ada hitungannya dalam hitungan negara-bangsa modern.

NKRI tidak punya belas-kasihan. NKRI sebuah negara, tujuan  utama negara bukan untuk melindungi HAM. Jadi, otak kita harus di-bolak-balik. Jangan salah berpikir. Jalan salah sangka.

Mari berkiblat ke Melanesia. Kita bukan sendirian di planet Bumi. Kita punya teman-teman yang sudah menukung kita. Mari kita menuntut penyelesaian pelanggaran HAM kepada PNG, kepada Solomon Islands, kepada Vanuatu, kepada Fiji, dan MSG sudah memberikan forum resmi kepada kita.

Kok, ada lagi orang Papua yang masih berkiblat Melayo-Indos? Itu mereka-mereka yang kita sebut Papindo, mereka Papua di kulit, tetapi NKRI darah mereka.

Port Vila may host MSG Leaders Summit on December 20

Dailypost.vu – Director General (DG) of the Melanesian Spearhead Group (MSG) Secretariat, Amena Yauvoli says the MSG Leaders Summit, which has been postponed from October, is scheduled for December 2016.

Speaking to Vanuatu Nightly News’ Kizzy Kalsakau recently before leaving for Fiji, MSG DG Yauvoli confirmed that if all MSG Leaders consent, the Leaders Summit will take place on December 20.

“At the moment, we are working with member countries to agree on the date which the chairman prescribed-which is the 20th of December,” he explained. “We are still waiting for confirmation from member countries for us to be able to confirm.”

When questioned on the possibility of the meeting postponed to 2017 in the absence of a consensus on the date, the DG says it depends on the MSG Leaders.

“That is a possibility, but as we all know the organisation is a member-driven organization where decisions are made by leaders and members,” he said. “The Secretariat does not make any decision whatsoever, we only facilitate, provide and recommend to the Leaders.

“If the majority of the Leaders vouch for the meeting to held on December 20, then it will be done.”

Commenting on the agenda, DG Yauvoli said, “One of the outstanding agenda is membership issues which will be discussed again. This was first discussed during the Special Leaders’ Summit in Honiara in July.

“In addition, an important agenda for me as the new DG is the Work Program and Budget for 2017, which we are currently working on and our governing body has to approve before we enter the New Year.”

Previously, the MSG Leaders Summit was scheduled to be hosted in Port Vila from October 3-4, 2016.

At that time the Vanuatu West Papua Association hosted the Wantok Summit, which brought together Free West Papua Civil Society Organisation support groups within Melanesia, including the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), hosted in Port Vila in parallel with the MSG Leaders Summit.

One of the main issues in the Wantok Summit then was to convince the MSG Leaders, to endorse the admission of ULMWP as a full member of MSG.

But this did not eventuate because the Leaders’ Summit was postponed without any explanation from the MSG Secretariat.

Earlier this year, the MSG Leaders Summit was scheduled for May 3-5, 2016 but then deferred due to the availability and commitments of the Leaders.

This was a blow to the Vanuatu Free West Papua Association, who had organized a public march to coincide with the MSG Leaders’ Summit.

Meanwhile, Minister of Foreign Affairs Bruno Lengkone, recently presented a cheque of Vt15 million to DG Yauvoli, part of the overall Vt28 million commitment pledged by each MSG Leader towards the Vt115 million MSG Rescue Package that was agreed during the MSG Leaders Meeting in 2015.

Fiji and Solomons have fully made their contributions of Vt28 million and DG Yauvoli is hopeful that PNG can make its contribution before the end of 2016.

The DG said the monies are intended for obligatory payments, which have been outstanding for several years, for instance severance entitlements for four officers that have left the organisation and to whom the MSG Secretariat still owe Vt20 million.

Other payments include Vanuatu National Provident Fund (VNPF) entitlements, which have to be cleared before the end of the year.

When questioned on the contribution of the Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), the DG replied that the Leaders agreed for the amount to be apportioned from the four member countries, FLNKS is an organisation even though it is a member of MSG.

“It does not take away their participatory rights in terms of decision making in the organisation,” he explained.

Pejabat Solomon: Ini bukan soal intervensi, tapi penegakan HAM

Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 - Jubi/Victor Mambor
Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 – Jubi/Victor Mambor

Jayapura, Jubi – Pernyataan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Racudu, yang memperingatkan para pendukung West Papua di kawasan Pasifik, khususnya Kepulauan Solomon, untuk tidak mengintervensi urusan Indonesia di Papua ditanggapi santai oleh pejabat tinggi pemerintahan Negara Kepulauan Solomon.

“Berita soal pemerintah Indonesia bertaruh melawan para pendukung West Papua bagi saya sama sekali tidak mengejutkan,” kata seorang pejabat tinggi senior tersebut yang tak disebutkan namanya kepada Solomon Times, Selasa (1/11/2016).

Dia juga mengatakan tidaklah bijaksana mengatakan pihaknya sedang mengintervensi urusan internal Indonesia. “Kami hanya mengangkat persoalan yang menjadi perhatian kami terkait situasi saudara-saudari Melanesia West Papua,” ujarnya.

Sebagai sama-sama anggota PBB, lanjut dia, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia(HAM) adalah salah satu kunci utama Piagam PBB. “Itulah sebabnya kami meminta PBB untuk mengirimkan tim penilai independen untuk mencari tahu fakta-fakta di lapangan dan untuk melaporkannya kembali ke seluruh anggota.” katanya.

Pihaknya sama sekali tidak menganggap permintaan itu mustahil, dan hal itu juga bukan hal baru di PBB karena menjadi bagian proses yang ditetapkan PBB. “Untuk itulah Kepulauan Solomon dan negeri-negeri Pasifik lainnya meminta PBB menggunakan mekanisme tersebut,” ungkap pejabat itu.

Pernyataan Menteri pertahanan Indonesia minggu lalu itu kini mendapat respon balik dari masyarakat sipil Australia dan Kepulauan Solomon.

Respon masyarakat sipil Australia

Ryamizard dalam Forum Dialog 2+2 yang keempat antar pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia, seperti dilansir CNN Indonesia Kamis (27/10/2016) lalu menyoroti ‘tangan-tangan’ dari negara lain yang dinilai mencampuri urusan Papua.

“Saya sampaikan kepada Australia, menegur saja, saya sudah bilang dari awal, saya tidak pernah ikut campur urusan negara lain. Negara lain juga tidak perlu ikut campur urusan kita (Indonesia),” kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (27/10/2016).

Hal itu dikritik sebagai salah paham oleh peneliti dari Universitas Nasional Australia, Program Society and Governance in Melanesia, Stewart Firth kepada RNZI, Selasa (1/11/2016).

“Mereka adalah negara-negara berdaulat. Khususnya terkait Kepulauan Solomon, negara itu berhak mengangkat persoalan West Papua sebagai negara berdaulat juga, dan Australia tidak berada dalam posisi yang baik untuk menganjurkan mereka hal berbeda,” ujar Dr. Firth.

Menurut dia bantuan bilateral Australia kepada negara itu tidak lantas membuat negaranya dapat menentukan kebijakan luar negeri negara lain.

Sementara Joe Collins, penggerak Australia Papua Association (AWPA)-Sydney juga angkat bicara terkait permintaan Jakarta tersebut. “Ini permintaan memalukan. Sudah jadi kewajiban seluruh bangsa di dunia yang peduli pelanggaran HAM tak saja di West Papua melainkan juga dimanapun itu terjadi,” kata dia seperti dikutip Solomon Star, Rabu (2/11/2016).

“Justru Kepulauan Solomon dan enam negara Pasifik lainnya yang sudah peduli mengangkat masalah pelanggaran HAM Papua ke Sidang Majelis Umum PBB ke-71 lalu itu harus dihargai dan karena telah berani berbicara untuk West Papua,” kata Collins.

Dia justru menyayangkan pemerintah Australia sendiri yang tidak mengikuti jejak Pasifik untuk turut mengecam pelanggaran HAM yang terus terjadi di Papua oleh militer Indonesia.

Isu MSG

Dr. Firth juga menduga sensitivitas Jakarta terkait isu West Papua ini sangat tampak dari banyaknya perwakilan dari kementerian yang berbicara terkait persoalan itu.

“Apa yang mengkhawatirkan Indonesia adalah persoalan keanggotaan di Melanesian Spearhead Group (MSG) belakangan ini mereka asumsikan memberi nilai politik simbolik bagi aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua,” ujarnya dengan mengambil contoh peningkatan penangkapan aktivis pro MSG di West Papua sebagai wujud nyata kekhawatiran tersebut.

Senada dengan itu, pejabat tinggi Solomon tersebut tetap menyerahkan keputusan keanggotaan West Papua di Melanesian Spearhead Group (MSG) kepada para anggota MSG sendiri.

“Ini kan sama saja dengan keanggotaan terhadap FLNKS-Kalaedonia Baru di MSG, persis, dan faktanya (keanggotaan) ini justru sejalan dengan pendirian MSG,” ujar pejabat senior itu.

Dia mengatakan Perancis juga pada awalnya tidak suportif terhadap gagasan FLNKS untuk bergabung ke MSG, “tetapi mungkin mereka sadar pentingnya membiarkan FLNKS mengangkat persoalan mereka di forum yang tepat,” ujarnya.

Solomon memiliki ikatan kebudayaan dan sejarah yang kuat dengan rakyat West Papua, sehingga, lanjut dia, “kami tidak bisa berpangku tangan ketika dugaan pelanggaran HAM mengemuka lagi dan lagi. Karena itu kami gunakan segala macam forum yang tepat untuk mengangkat masalah ini, bukan untuk intervensi tetapi mengingatkan diri kami sendiri atas kewajiban kami terhadap nilai-nilai dan prinsip unviersal tertentu.”(*)

Jakarta urges Canberra to deliver regional warning on Papua

RadioNZ – Indonesia’s Defence Minister has urged Australia to rebuke Pacific Island states who raise issues relating to West Papua in global fora.

Indonesian Defence Minister Ryamizard Ryacudu.

Indonesian Defence Minister Ryamizard Ryacudu looks on during the third Trilateral Defence Minister’s Meeting in Nusa Dua on Indonesia’s resort island of Bali on August 2, 2016. Photo: SONNY TUMBELAKA / AFP

Ryamizard Ryacudu met with Australian government representatives including Foreign Minister Julie Bishop in a meeting in Bali where the two countries reaffirmed security ties.

He pressed Australia to pass a message to Solomon Islands that it should refrain from interferring in the internal affairs of Indonesia, including the issue of West Papua.

World Humanitarian Summit Pacific Consultation. Hon. Julie Bishop, Minister for Foreign Affairs of Australia

World Humanitarian Summit Pacific Consultation. Hon. Julie Bishop, Minister for Foreign Affairs of Australia Photo: RNZ / Diego Opatowski

Solomon Islands’ Prime Minister Manasseh Sogavare, in his role as chairman of the Melanesian Spearhead Group, has been vocal about boosting West Papuan representation in the group.

He was also one of seven leaders of Pacific states who spoke out about rights abuses in Papua and on support for Papuan self-determination at last month’s UN General Assembly session.

The Prime Minister of Solomon Islands Manasseh Sogavare

The Prime Minister of Solomon Islands Manasseh Sogavare has been appointed chair of the Pacific Islands Development Forum. Photo: UN Photo/Kim Haughton

Ryamizard told media that he had implored Canberra to speak to Honiara on the matter because Australia contributes a big aid package in the Solomons.

Detik News reports the Minister saying Australia has accepted the request.

Ryamizard said friendly countries do not disturb each other by interfering in domestic issues.

Indonesian military guard the border with Papua New Guinea

Indonesian military guard the border with Papua New Guinea Photo: RNZ / Johnny Blades

He warned that Indonesia will not stay silent when its sovereignty is compromised. He described Indonesia as a tiger that can attack if disturbed.

The Minister urged Australia to pass on the message to Solomon Islands and other Pacific states that they should not invite West Papua to join the MSG.

A march through the streets of Honiara in support of West Papua's bid to join the MSG.

A march through the streets of Honiara in support of West Papua’s bid to join the MSG. Photo: Supplied

The MSG accepted the United Liberation Movement for West Papua into the group with observer status last year and is considering whether to elevate it to full membership.

An MSG leaders meeting on the matter is due before the end of the year in Vanuatu.

Indonesia has associate member status at the MSG.

Universitas Melbourne gelar kuliah umum sikapi West Papua di Pasifik

Suasana kuliah umum West Papua, Indonesia, and Pacifik di Universitas Melbourne, Selasa (25/10/2016) – Jubi/AA
Suasana kuliah umum West Papua, Indonesia, and Pacifik di Universitas Melbourne, Selasa (25/10/2016) – Jubi/AA

Jayapura, Jubi – West Papua, Indonesia dan Pasifik menjadi topik diskusi hangat dalam diskusi umum terbuka yang diselenggarakan oleh Universitas Melbourne, Selasa (25/10) di Sidney Myer Asia Centre Melbourne Australia. Diskusi tersebut membahas perkembangan politik di West Papua dan konflik ‘tak terdamaikan’ antara pemerintah Jakarta dan kelompok-kelompok perlawanan di Papua.

Perjuangan diplomatik antara pemerintah Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Melanesian Spearhead Group dan Forum Kepulauan Pacific (PIF), menurut situs kegiatan Universitas Melbourne itu, juga disiskusikan.

Acara yang dihadiri sekitar 60-an peserta berlatarbelakang dosen, mahasiswa, pejabat, konsulat Indonesia, dan aktivis itu menghadirkan Nic Maclellan dan Dr. Budi Hernawan sebagai pembicara.

Mclellan adalah seorang jurnalis dan peneliti di Kepulauan Pasifik. Dia adalah koresponden untuk majalah Islands Business dan kontributor untuk beberapa media asing terkait tema-tema seperti pembangunan, dekolonisasi dan demiliterisasi di Pasifik. Sementara Budi Hernawan adalah peneliti dari Abdurrahman Wahid Institut dan pengajar di Universitas Paramadina yang cukup lama berkecimpuang di persoalan HAM Papua.

“Peserta yang hadir itu cukup besar untuk ukuran acara-acara kuliah umum Universitas, karena biasanya dihadiri 12 orang saja. Saya rasa ketertarikan ini meningkat karena situasi di Pasifik dan respon Indonesia saat ini terkait West Papua,” ujar Hernawan kepada Jubi, Kamis (27/10/2016).

Berdasarkan keterangan panitia penyelenggara, tema tersebut dipilih karena perkembangan yang semakin menarik di Pasifik terkait MSG yang menjadi satu-satunya forum resmi dimana rakyat Papua melalui ULMWP, dan pemerintah Indonesia duduk di meja yang sama. Namun di dalam proses itu pula pelanggaran HAM di West Papua terus berlanjut dan pendekatan keamanan pemerintah Indonesia masih memanen kritik baik di West Papua, Pasifik bahkan hinga ke PBB.

“Sekarang situasi Pasifik lagi dinamis, makin seru. Tetapi politik tidak linear, baik Indonesia maupun Papua punya tantangannya masing-masing,” ujar Hernawan melalui pesan singkat.(*)

West Papua’s MSG membership expected by December

Radio NZ – Reports from Vanuatu say West Papua is poised to be granted full membership of the Melanesian Spearhead Group (MSG) in December.

The Daily Post said this was announced by the MSG chair, the Solomon Islands prime minister Manasseh Sogavare, in Port Vila at a meeting with West Papuan representatives.

Mr Sogavare reportedly said Solomon Islands, Vanuatu and New Caledonia’s FLNKS movement would admit West Papua at the next MSG Leaders Summit in Vanuatu even if Papua New Guinea and Fiji stay away.

An MSG summit planned for last week was cancelled without a reason being given after it had already been deferred earlier in the year.

The United Liberation Movement for West Papua has been seeking to become a full member of the MSG which last year made Indonesia as an associate member.

The Chairman of the Vanuatu Free West Papua Association Pastor Allan Nafuki said if Fiji and Papua New Guinea do not turn up for the next summit, the three other members will have no alternative but to go ahead and vote West Papua into full MSG membership.

Concern about human rights abuses by Indonesian forces in West Papua was raised by several Pacific Islands countries at the United Nations last month, triggering a rebuke from Jakarta for alleged interference in Indonesia’s domestic affairs.

ULMWP dijamin ‘Full Member’ di MSG

Jayapura, Jubi – Dengan maupun tanpa kehadiran PNG dan Fiji pada KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) Desember mendatang, pemimpin Vanuatu, Kepulauan Solomon dan New Caledonia akan menjamin keanggotaan penuh West Papua di MSG.

Jaminan tersebut diberikan oleh Perdana Menteri Kepulauan Solomon, sekaligus ketua MSG, Manasseh Sogavare, setelah bertemu Ketua Asosiasi Free West Papua Vanuatu (VFWPA), Pastor Allan Nafuki, dan para pemimpin ULMWP Jakob Rumbiak, Benny Wenda, dan Andi Ayamiseba minggu lalu.

“Sekarang saya bisa pulang ke rumah di Pulau Erromango dan tidur dengan damai bersama cucu-cucu saya,” kata Allan Naruki seperti dilansir Vanuatu Daily Post Sabtu, (9/10/2016).

Naruki mengatakan, West Papua telah menderita akibat brutalitas kolonial dan kematian selama 54 tahun dibawah kekuasaan Indonesia. “Saya percaya, masanya sudah tiba bagi rakyat Melanesia di West Papua untuk menikmati penentuan nasib sendiri,” katanya dengan dengan yakin.

Dia juga menegaskan semua organisasi masyarakat sipil di PNG, Kepulauan Solomon, Vanuatu, New Caledonia, dan Fiji 100% mendukung sikap pimpinan MSG ini. “Saya mau tekankan, rasio dukungan (terhadap keanggotaan penuh ULMWP di MSG) itu 100%, sekali lagi 100%.”

Sebelumnya seperti dilansir Radio New Zealand (3/10), mantan perdana menteri Vanuatu, Barak Sope mengatakan MSG menjadi tidak efektif akibat ulah permainan (pemerintah) Fiji dan PNG.

KTT MSG, yang seharusnya dilakukan minggu-minggu ini, ditunda tanpa penjelasan. Hal ini terjadi karena MSG berjuang untuk keanggotaan penuh ULMWP, yang ditolak oleh Indonesia.

Barak Sope, pendukung loyal kemerdekaan West Papua, mengatakan ketidakefektifan akibat ulah Fiji dan PNG ini, yang didukung Indonesia, telah membuat keputusan MSG terus tertunda-tunda terkait ULMWP.

“Saya kita ini permainan saja antara pemerintah PNG dan Fiji,” ujarnya. “Mereka bekerja sama dengan Indonesia, dan mereka tidak mendukung rakyat Melanesia di West Papua yang menghendaki kemerdekaan. Karena itu terus tertunda-tunda.”

Dia meminta agar ketiga anggota MSG lainnya, Vanuatu, Kepulauan Solmon, dan FLNKS-New Caledonia, harus terus jalan dan membuat keputusan tanpa Fiji dan PNG.

Pastor Nafuki, yang hadir dan kecewa karena keanggotaan ULMWP menjadi tertunda di KTT MSG Juli lalu, tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang terjadi di Honiara waktu itu. Namun sumber terpercaya mengatakan PNG dan Fiji keluar dari KTT tersebut.

“Sekarang mereka berulah lagi di Port Vila, membuat alasan serupa untuk menunda pertemuan,” ujar Nafuki yang padahal telah menyiapkan berbagai kegiatan masyarakat sipil untuk memastikan keanggotaan ULMWP pada KTT yang sedianya dilakukan Oktober ini.

Pada pertemuan dengan Ketua MSG minggu lalu, Nafuki memaparkan “rencana strategis” nya kepada Perdana Menteri Vanuatu, Perdana Menteri Solomon Manasseh Sogavare dan Victor Tutugoro-New Caledonia, untuk mencari terobosan guna menolong West Papua tanpa Fiji dan PNG.

“Sejauh yang dipahami masyarakat sipil, jika dua dari tiga anggota MSG hadir maka teruskan keputusan, namun mesti berhati-hati juga untuk tidak melanggar konstitusi MSG,” ujar Nafuki.

Dengan nada gembira, Nafuki lalu mengulang kembali respon Ketua MSG, Manasseh Sogavare, pada pertemuan minggu lalu.

Menurut Nafuki, PM Sogavare menegaskan jika Fiji dan PNG tidak hadir pada KTT MSG di minggu kedua atau ketiga Desember mendatang, tiga negara anggota tidak punya alternatif lain selain melanjutkan pertemuan dan memutuskan West Papua menjadi anggota penuh MSG.

Ketika ditanya bagaimana sikap Indonesia terkait rencana ini, Nafuki mengatakan, “itu tidak didiskusikan. Kepentingan saya hanya bagaimana caranya West Papua bisa menjadi anggota penuh MSG,” ujarnya.

Bagi Nafuki, konfirmasi Ketua MSG ini sudah memberi dia dan seluruh anggota VFWPA dan organisasi masyarakat sipil di Melanesia 100% harapan bagi perubahan nasib West Papua.

“Ini berita sangat baik bagi kami! Waktu itu kami duduk bersama dengan Andy (Ayamiseba), Benny (Wenda), dan Jacob (Rumbiak) dan jajaran saya di meja yang sama,” kata Nafuki.

Dikonfirmasi Jubi, Sabtu (9/10/2016), Andy Ayamiseba membenarkan pertemuan tersebut. “Betul, kami sudah lakukan pertemuan dengan PM Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, di Port Vila,” ujarnya.(*)

Pacific Vanuatu 10 Oct 2016 Plans afoot for West Papuan membership by year end

RadioNZ – A Vanuatu churchman says there are plans underway to ensure West Papua will be granted full membership of the Melanesian Spearhead Group before Christmas.

The Melanesian Spearhead Group Secretariat in Port Vila, Vanuatu
The Melanesian Spearhead Group Secretariat in Port Vila, Vanuatu Photo: RNZI / Jamie Tahana

Summit meetings of the regional body have been deferred twice this year amid apparent disagreement among leaders over the issue.

The Chairman of the Vanuatu Free West Papua Association, Pastor Alan Nafuki, said he received a briefing on the situation from the MSG’s chair and Solomon Islands Prime Minister Manasseh Sogavare last week.

Pastor Nafuki said he’d been told the summit would now go ahead in early December whether or not all countries attend.

He said full membership for West Papua would be a great achievement and like Christmas cake for all Melanesian countries.

“I am satisfied with what he said and I am very pleased. I think some of the government people they are trying to revisit the MSG constitution and see what option they can take best to accommodate the West Papuans.”

Pastor Nafuki said he’d made sure the prime ministers of Vanuatu and Solomon Islands understood that the people of Vanuatu were 100 percent behind membership for West Papuans.

Fiji and PNG ‘playing games’ over Papua issue

 Pacific Fiji, 3 Oct 2016, Radio NZ

A former prime minister of Vanuatu says the Melanesian Spearhead Group is becoming ineffective because of games being played by Fiji and Papua New Guinea.

A leader’s summit for the regional group originally scheduled for this week has again been postponed without explanation.

This comes as the MSG grapples with a bid for full membership by the United Liberation Movement for West Papua, which is opposed by Indonesia.

Barak Sope, a staunch advocate for West Papuan independence, said the group has become ineffective because Fiji and Papua New Guinea, which both support Indonesia, are dodging making a decision.

“My view is that it’s just a game between the government of Papua New Guinea and the government of Fiji,” he said.

“I think they’re working with the Indonesians, and they’re not supporting the Melanesian people in West Papua who want their independence. The postponements just keep on going on.”

Mr Sope said the three remaining members of the MSG – Vanuatu, Solomon Islands and New Caledonia’s FLNKS – should go ahead and make a decision without the other two.

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages