Diplomasi dengan Negara-Negara Melanesia: Let us Do it In Melanesian Way

Bendera Negara-Negara Melanesia yang Sudah Merdeka Saat ini (dari tabloidjubi.com)
Bendera Negara-Negara Melanesia yang Sudah Merdeka Saat ini (dari tabloidjubi.com)

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Gen. TRP Mathias Wenda lewat Secretary-General Lt. Gen. Amunggu Tabi mengirimkan pesan-pesan singkat ke Crew PMNews dengan pesan berjudul: Menindaklanjuti Kunjungan para Menlu MSG Hari ini, Diplomasi di Melanesia perlu diteruskan dengan motto: “Let us Do It in Melanesian Way” bukan hanya diwarnai oleh motto: “Let us Do It Because We are Melanesians.”

Mendapatkan pesan itu, PMNews menelepon MPP TRWP dan menanyakan penjelasan lebih lanjut. Dalam penjelasan per telepon Gen. Tabi menyatakan

karena identitas, hargadiri dan martabat kita sebagai orang Melanesia hanya terorientasi kembali saat kita berdiplomasi lewat koridor, mekanisme dan jalur-jalur diplomasi ke-Melanesia-an” Kalau tidak begitu, diplomasi bangsa Papua pasti gagal, karena NKRI lebih duluan berjuang melawan penjajah, lebih duluan merdeka serta punya negara dan di atas semua ini, dia lebih duluan tahu menjajah pula. Jadi kekuatan Indonesia jangan kita anggap remeh.

Berikut petikan wawancara.

Papua Merdeka News (PMNews): Selamat pagi. Masih terlalu pagi, tetapi kami mendapat SMS tadi malam menyangkut kedatangan para Menlu MSG hari ini. Kami mau minta penjelasan lebih lanjut. Apakah bisa?

Tentara Revolusi West Papua (TRWP): Kami sangat harapkan untuk mendapat telepon ini supaya bisa kami jelaslah lebih lanjut.

PMNews: Pertama minta penjelasan tentang dua kalimat dalam bahasa Inggris tadi supaya kami umum bisa paham maknanya.

TRWP: Oh ya. Pertama, “Let us Do it in Melanesian Way” artinya kita jangan lupa diri bahwa kita ini orang Melanesia, dan bahwa orang tua kita sudah tahu berdiplomasi dari sejak nenek-moyang kita dan kita sebagai satu keluarga Besar Melanesia masih memiliki budaya diplomasi Melanesia itu masih hidup dan merakyat secara baik di seluruh kawasan Melanesia sampai hari ini, bahkan sampai besok-pun. Jadi, selain diplomasi yang telah berhasil dengan melamar West Papua ke MSG dan ditindak-lanjuti dengan kunjungan ini, kita perlu topang keberhasilan ini dengan pendekatan-pendekatan ke-Melanesia-an.

Artinya yang kedua ialah bahwa jangan kita terbatas melihat mereka yang datang semua orang Melanesia jadi kita sama-sama orang Melanesia menentang NKRI.

Kita perlu ingat bahwa mereka yang datang itu sama-sama dengan NKRI mereka adalah anggota berbagai lembaga internasoinal, termasuk resmi di dalam MSG, APEC, mungkin juga ASEAN dan mereka semua sama-sama sesama anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka dalam konteks hubungan internasional adalah sahabat, negara tetangga, negara berkembang, negara-negara nob-blok. Sedangkan kita orang Papua bukan anggota dari semua ini. Secara rumpun kita sama, tetapi secara hukum internasional mereka sama-sama satu barisan. Jadi kita jangan terlalu berat menginjak kaki diplomasi kita di bingkai “Melanesia” saja tetapi kita harus perluas bingkai itu ke ruang “ke-Melanesia-an” sehingga komunikasi politik dan diplomasi dapat menembus ke alam sadar dan alam bawah sadar, alam logika dan alam darah, daging dan nafas.

PMNews: Seperti biasanya dalam wawancara sebelumnya. Kami semakin tidak mengerti maksudnya. Bisa dijelaskan lebih praktis?

TRWP: OK, to the point untuk kasus kunjungan yang sedang berlangsung sekarang, ya. Pertama, kita harus sambut mereka yang datang dengan menaikkan Upcakan Syukur kepada Tuhan, dan menyampaikan terimakasih kepada Papua New Guinea, PNG, Solomon Islands, Vanuatu dan Kanaky.

Kalau para menteri yang datang itu melanggar atau tidak sesuai dengan keputusan rapat MSG baru-baru lalu di Noumea, dan kalau Vanuatu melakukan protes dan tidak mengirimkan Menlu-nya, dan setelah mereka datang dan NKRI sendiri mengatakan kedatangan mereka untuk melakukan hubungan bisnis antara West Papua dengan negara-negara Melanesia, maka jangan kita kebakaran jenggot.

Kita harus mengiyakan dan menyatakan,

“Ya betul. Indonesia betul, orang-orang Melanesia ini datang untuk bisnis dengan kita. Mereka tidak datang untuk bicara atau dukung Papua Merdeka. Jadi biarkan mereka datang sekarang. Kali ini NKRI silahkan undang, tetapi setelah kami bangun hubungan, besoknya NKRI tidak perlu undang karena mereka datang ke orang-orang mereka sendiri, ke kampung asal-usul mereka sendiri, ke penjaga dusun mereka sendiri yang mereka tinggalkan 50.000 tahun lebih waktu itu. Jadi, NKRi tidak perlu mengundang mereka lagi.

Itu yang dimaksud oleh Rt. Hon Powes Parkop, MP, Gubernur DIK Port Moresby, bahwa jangan kita orang Papua di pulau New Guinea lihat pendekatan pemerintah PNG saat ini dengan kacamata negativ terus. Politik sekarang ialah “politics of engangement”, politik untuk memulai melihatkan pihak lain dalam suatu kegiatan (bisnis, dialog, politik, apa saja.)

Sasarannya ialah menyambung kembali hubungan antar orang Papua atau antar orang Melanesia yang telah begitu lama terputus karena isolasi geografis, karena penjajahan, karena dekolonisasi dan karena neo-kolonialisme. Saat ini West Papua dikunjungi sebagai salah satu dari Negara-negara Melanesia yang masih diduduki dan dijajah pihak asing, dalam hal ini NKRI. Komunikasi lintas Melanesia terputus.

Selama itu pula komunikasi antara negara-negara Melanesia dengan negara Indonesia tidak pernah terjadi dalam kaitannya dengan orang Melanesia di Tanah Papua bagian Barat. Topik yang umumnya dibahas hanyalah basa-basi dan demi “gentlemen’s agreement” seperti perdagangan bebas, penanaman modal dan kerjsama bisnis. Karena itu menang harus ada komunikasi, ada kunjungan timbal-balik, ada saling menyapa dan saling menegur, saling bertanya tentang isu-isu dan soal-soal apa saja antara NKRI dan negara-negara Melanesia. Selama ini NKRI dan negara-negara Melanesia hadir di forum-forum regional dan internasional membicarakan hal-hal yang tidak prinsipil, tidak dari hati ke hati. Jangankan menyebut soal HAM, menyebut nama “West Papua”-pun tidak pernah, hukumnya jadi “haram” dalam politik di kawasan Pasifik Selatan.

Itulah sebabnya  Rt. Hon Powes Parkop, MP menyerukan agar kita (maksudnya negara-negara Melanesia) jangan berlama-lama berlaku seperti anjing dan kucing atau kucing dan tikus. Kita ini manusia beradab, kita harus “enganged” dalam berbagai kesempatan dan tempat, di berbagai peristiwa di semua lapisan berkomunikasi dan bertukar pendapat dan aspirasi. Untuk itu kita harus mulai di satu titik.

Untuk memnjelaskan maksud beliau, dan saya sebagai orang Melanesia, saya carita satu mob tahun 80-an, yang berjudul: “Bisa makan cicak ka?” Mob ini berisi cerita tentang dua pemuda Papua: gadis dan remaja Papua yang selama sekolah di SMP mereka berkirim surat, dan suratnya penuh dengan kata-kata mutiara yang dikutip dari buku-buku kata mutiara yang mereka beli di toko-buku. Mereka tidak pernah bertatap-muka, mereka hanya saling memandang dari jauh. Setelah sampai masuk ke SMA yang sama, mereka punya kesempatan saling bertemu. Pada pertemuan pertama, mereka berdua sama-sama bingung mau bicara tentang apa, siapa yang mulai bicara dan bagaimana caranya memulai pembicaraan tentang cinta. Mungkin sekitar 5 menit berlalu, tidak ada yang berani memulai cerita “cinta”. Tiba-tiba dua ekor “cecak” jantan dan betina berkelahi di langit-langit kelas di mana mereka duduk, dan jatuh “Buuup!” tepat di tengah-tengah meja di mana mereka dua duduk membisu. Keduanya kaget, tetapi si pemuda lebih duluan curi kesempatan. Belum satu detik setelah cecak jatuh, dia langsung tanya si gadis, “Bisa makan cicak ka?” Lalu si gadis membalas, Baru ko?

Jadi, pertanyaan ini tidak punya makna apa-apa. Dan kalau ditanyakan kepada si pemuda ini, dia tidak bisa menjelaskan kenapa ini pertanyaan keluar dari mulutnya. Tetapi satu hal yang pasti dia akan jawab, “Ini pemicunya, sehingga kami menjadi ‘engaged’ dalam percakapan lanjutan tentang cinta …” Kejatuhan cecak inilah yang Rt. Hon Powes Parkop, MP katakan sebagai  “politics of engagement”. Harus ada sesuatu dimulai, mesti ada pemicu yang menggiring (men-engage) NKRI dan orang Papua (penghuni pulau New Guinea) untuk mulai berkomunikasi sebagaimana manusia beradab dan negara demokratis. Pemicu itu tidak harus yang terpenting dan yang dipuji oleh semua pihak. Ia mungkin yang dihujat oleh orang Papua di Timur dan Barat pulau New Guinea, tetapi Indonesia harus di-“enganged” dalam hubungan antar kedua bangsa “bangsa Papua dan bangsa Indonesia”. “Bangsa Papua” atau “orang Papua” di sini semua orang penghuni pulau terbesar kedua di dunia: New Guinea.

Itu maksud pertama dengan pernyataan tadi. Kemudian…

PMNews: Mohon maaf. Sekali lagi, minta maaf! Kami harus hentikan di sini. Waktu sudah pagi dan para tamu sudah pasti mendarat. Kami akan lanjutkan wawancara sebentar siang atau malam atau sore.

TRWP: OK Baik, nanti hubungi lagi. Terimakasih.

Enhanced by Zemanta

Kunjungan MSG Hanya Ke Jakarta dan Bali, Tanpa Ke Papua

Edward Natapei (Jubi/Victor Mambor)

Jayapura, 10/01 (Jubi) – Delegasi para Mentri Luar Negeri negara-negara Melanesia Spearhead Group (MSG) dilaporkan akan melakukan kunjungan ke Indonesia dalam beberapa hari ke depan. Kunjungan ini seharusnya dilakukan tahun lalu.

Kunjungan delegasi ini merupakan resolusi MSG Summit di Noumea, Juni tahun lalu yang diputuskan setelah West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) mengajukan aplikasi keanggotaan di MSG. Negara anggota MSG terpaksa menunda pembahasan aplikasi WPNCL tersebut setelah Indonesia menawarkan kunjungan ke Jakarta dan Papua untuk melihat lebih dekat isu-isu tentang pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Papua yang diduga dilakukan oleh Indonesia. Rencananya, kunjungan ini akan dilakukan antara tanggal 11 – 15 Januari 2014. Perwakilan Front Pembebasan Rakyat Kanaki (FLNKS) bahkan dilaporkan telah terbang ke Jakarta tadi malam (9/1)

Namun di luar harapan banyak pihak, delegasi ini hanya diundang oleh Pemerintah Indonesia untuk mengunjungi Jakarta dan Bali saja, tanpa Papua. Hal ini memicu protes dari Vanuatu, salah satu negara anggota MSG yang belakangan ini sangat concern dengan isu penentuan nasib sendiri untuk Rakyat Papua. Wakil Perdana Mentri Vanuatu yang juga menjabat Mentri Luar Negeri, Edward Natapei, saat dihubungi Jubi mengatakan Vanuatu telah melayangkan surat protes ke Sekretariat MSG terhadap undangan Pemerintah Indonesia ini.

“Undangan itu tidak termasuk Papua melainkan Jakarta dan Bali saja. Kami telah meminta Ketua MSG memastikan Jakarta menyertakan agenda kunjungan ke Papua, sebelum hari Senin (13/1-red),”

kata Natapei saat dihubungi Jubi, Jumat (10/1) pagi.

Dalam pertemuan pra MSG Summit yang dihadiri para mentri luar negeri MSG di Pulau Lifou, Loyalty Islands Kaledonia Baru, bulan Juni tahun lalu. Mentri Luar negeri Fiji, Ratu Inoke Kubuabola mengatakan kunjungan delegasi MSG ke Indonesia merupakan inisiatif Pemerintah Indonesia.

“Kita semua sepakat bahwa misi akan berangkat ke Jakarta atas undangan Pemerintah Indonesia dan kemudian ke Papua Barat. Tahun ini (2013-red), tergantung pada tanggal yang disepakati dengan Pemerintah Indonesia.”

kata Kubuabola saat itu. Undangan pemerintah Indonesia ini, kata Kubuabola, disampaikan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 3 Juni, dalam pertemuan antara Perdana Menteri Fiji Voreqe Bainimarama dan Djoko Suyanto, Menkopolhukam Indonesia.

Pemerintah Indonesia, melalui Wakil Mentri Luar Negeri, Wisnu Wardhana, dihadapan pleno MSG Summit tanggal 21 Juni mengatakan hubungan Indonesia dengan MSG harus dipererat dan terus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan mempersilahkan para Menteri Luar Negeri negara-negara MSG untuk datang ke Indonesia.

“Untuk memperkuat hubungan Indonesia dengan MSG, Indonesia mempersilahkan para Menteri Luar negeri MSG datang ke Indonesia. Untuk bertukar pengalaman dan memberikan kesempatan untuk melihat dan memahami dengan baik tentang pembangunan di Indonesia, termasuk Papua dan papua Barat.”

kata Wisnuwardhana.

Sementara itu, Filep Karma, tahanan politik Papua meminta dalam kunjungannya, MSG juga mengunjungi Tapol Papua yang saat ini tersebar di beberapa lapas di Papua.

“Saya minta, dalam kunjungan para pemimpin MSG nanti ke Papua agar dapat mengunjungi Tahanan Politik Papua,”

kata Filep Karma kepada Jubi di Lapas Klas IIA, Abepura, Jayapura, Kamis (9/1).

Kunjungan yang dimaksud, bukan hanya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura di Jayapura saja tetapi juga ke Lapas di kota lain di Papua yang ada tahanan politiknya. Seperti Lapas Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Wamena dan Fakfak.

“Saya juga berharap, MSG tidak hanya bertemu dengan Orang Papua yang telah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia tetapi juga siapapun Orang Papua yang ingin bertemu dengan para pemimpin MSG,”

harap Filep Karma lagi.

Sedangkan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) meminta Pemerintah Indonesia untuk membuka secara luas tanpa mengisolasi realitas masalah yang terjadi di Papua. Pimpinan MSG harus diberi kebebasan bertemu dengan siapapun orang Papua untuk mengerti masalah yang dihadapi masalah Papua selama berintegrasi dengan Indonesia.

“Kami menyambut dan menantikan kehadiran Pimpinan MSG di Papua,”

kata ketua KNPB, Victor Yeimo kepada Jubi di Lapas Klas IIA ABepura, Jayapura. (Jubi/Victor Mambor/Aprila)

January 10, 2014 at 09:09:47 WP,TJ

“Jangan Sepelekan Negara-Negara MSG”

English: Papua Indonesia Flag
English: Papua Indonesia Flag (Photo credit: Wikipedia)

JAYAPURA – Pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh proposal yang diajukan oleh negara-negara Melanesian Spearhead Group (MSG) yang ingin berkunjung ke Papua. Hal ini terkait dengan penolakan pemerintah terhadap negara-negara MSG, yang dapat berakibat pada semakin kencangnya seruan untuk memasukkan Papua sebagai anggota MSG.

“Proposal yang diajukan oleh West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) untuk masukkan Papua menjadi anggota pada sidang MSG di Nomea bulan Juni lalu,akan segera terealisasi apabila pemerintah Indonesia mengabaikan kesepakatan negara anggota MSG tentang peninjauan kembali proposal WPNCL sebelum mereka diundang untuk melihat situasi dan kondisi terkinipembangunan di Papua dalam era Otsus,”terangnya via telepon seluler kepada Bintang Papua, Senin (18/11).

Ia mengatakan, rupanya pemerintah Indonesia secara sepihak memutuskan mengundang delegasi Solomon saja yang datang ke Papua. Tindakan ini dianggap sebagian besar negara MSG sebagai bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan di Noumea. Sehingga kalau sampai akhir bulan November ini tidak ada undangan dari pemerintah Indonesia,maka proposal WPNCL akan diterima dan tahun depan WPNCL akan ditetapkan menjadi anggota forum MSG.

“ Maka melalui media ini saya meminta pemerintah Indonesia untuk segera mengundang negara MSG datang ke Papua,karena langkah ini menurut hemat saya akan sangat mempengaruhi keputusan diterima atau tidaknya proposal WPNCL. Bahkan saya berani menjamin bahwa akhir dari kunjungan delegasi MSG, seluruh negara MSG akan meminta kerja sama ekonomi dan pembangunan dengan Indonesia. Kenapa demikian? Contoh paling sederhana saja bahwa kantor Gubernur Papua di dok 2 adalah kantor Gubernur termegah dan terbaik di seluruh negara-negara anggota MSG. Saya sekali lagi meminta keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah isu Papua merdeka di Pasifik Selatan,”ungkapnya.

Untuk itu, sekali lagi ia mengingatkan pemerintah untuk tidak meremehkan sikap ketersinggungan Negara Vanuatu dan Kaledonia Baru terhadap undangan dari Indonesia yang hanya kepada negara kepulauan Solomon.

“Karena mereka akan terus mendorong proses politik yang sama ke PBB terkait WPNCL. Organisasi Internasional ini akan melakukan tindakan yang sama dengan memutuskan Papua menjadi negara merdeka secara unilateral tanpa perlu mendapat persetujuan dari negara Indonesia,”

katanya.

Ia menambahkan, pemerintah Indonesia, terutama departemen luar negeri RI sudah tahu bahwa strategi diplomasi invisible hand adalah diplomasi subversif yang telah merusak dan mengancam integrasi bangsa sejak jaman Presiden Soekarno sampai hari ini.

“Dunia internasional selalu menggunakan cara-cara subversi untuk mengancam integrasi bangsa. Cara subversi adalah menggunakan negara-negara kecil di pasifik sebagai kaki dan tangan menjalankan kepentingan mereka untuk menghancurkan Indonesia. Maka kalau pemerintah Indonesia sudah menunjukkan pengaruh yang kuat di pasifik selatan,maka jangan merusak kepercayaan yang sudah didapat dari negara MSG. Undang mereka segera dan lihat apakah masalah Papua masih akan terus berkibar di pasifik selatan atau akan segera berakhir,”

tandasnya.(art/don/l03)

Selasa, 19 November 2013 03:09, Binpa

Enhanced by Zemanta

Fragmentasi Lilit Penentuan Nasif Sendiri Papua Barat

Fragmentasi Lilit Penentuan Nasif Sendiri Papua Barat. Foto: Ist
Fragmentasi Lilit Penentuan Nasif Sendiri Papua Barat. Foto: Ist

New Zealand —  Tawaran oleh Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan atau West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), untuk bergabung dengan Melanesia Spearhead Group (MSG) pada Juni 2013 lalu melahirkan perdebatan antara para tokoh Papua. Fragmentasi ini  menghambat tujuan umum di antara orang Papua, yaitu penentuan nasib sendiri.

Seperti dikutip Radio New Zealand International di Wellington, edisi 5 Juni 2013, mereka memperdebatkan tentang siapa yang sah sebagai wakil  penduduk asli di Papua.

“Keragaman budaya dan suku, ditambah kesulitan kebebasan berekspresi di provinsi timur Indonesia, kepemimpinan Papua Barat tetap terfragmentasi.”

Sebuah keputusan tentang apakah akan menerima WPNCL sebagai anggota grup ujung tombak Melanesia (MSG) telah ditangguhkan oleh para pemimpin MSG untuk sementara waktu. Mereka ingin mendatangi Indonesia dan  Papua Barat lebih dahulu sebelum mengambil keputusan final soal keanggotaan. 

Namun, dalam kondisi ini,  anggota dari organisasi yang dikenal sebagai Pemerintah Republik Federal Papua Barat (RFPB) telah mempertanyakan legitimasi koalisi, WPNCL.

Dikatakan, presiden dan perdana menteri RFPB saat ini berada di penjara. Mereka ditangkap saat menggelar Kongres Rakyat Papua III di Jayapura.  Juru bicara Luar Negeri organisasi, RFPB yang berbasis di Melbourne, Australia mengatakan,  RFPB lebih mewakili  mayoritas orang di  di Papua dari pada WPNCL.

“Saya sangat bangga bahwa mereka (WPNCL: red) juga membawa suara orang Papua Barat ke dalam Spearhead Group Melanesia atau arena internasional, selain mengikuti prosedur, kita harus berdiri dengan satu kepala, satu suara, satu agenda. Tetapi juga kita harus memiliki satu tubuh politik. Itu saja,”

kata Jacob Rumbiak pada media itu.

Jacob Rumbiak menjelaskan, ketika banyak organisasi, orang bingung. “Jakarta juga mengatakan, kami ingin bertemu dengan siapa? Anda memiliki banyak pemimpin, Anda memiliki banyak organisasi.

Pernyataan Jacob Rumbiak bertentangan dengan surat dari Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) Forkorus Yaboisembut kepada Mr. Peter Forau Nomor: 011/P-02/NFRPB/VI/2013 ke Director General MSG. Surat itu berisi enam point.

Seperti dikutip majalahselangkah.com, edisi Minggu, 16 Juni 2013, pada point 2, Forkorus Yaboisembut mengatakan,

“sebagai klarifikasi dari surat sebelumnya, karena permohonan aplikasi dari Papua Barat untuk menjadi anggota penuh di MSG sudah diajukan oleh Dr. John Otto Ondawame dan kawan-kawan di Vanuatu, maka surat dari NFRPB tanggal 26 Mei dinyatakan batal dan hanya dapat digunakan sebagai dukungan positif dari Papua Barat“.

Pada KTT MSG di Noumea bebarapa waktu lalu, Indonesia sebagai pengamat MSG telah mengirim  beberapa orang Papua sebagai delegasinya. Ikut juga, mantan Duta Besar Indonesia untuk Kolombia,  Michael Menufandu.

Michael Menufandu mengatakan, para pemimpin WPNCL hampir semua berada di pengasingan.

“Saya tidak tahu tentang mereka karena mereka bukan dari Papua. Mereka telah tinggal di luar Papua hingga 50 tahun. Mereka tidak tahu tentang apa yang sebenarnya di Papua. Itulah perbedaannya. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di Papua,”

tutur Michael Menufandu.

Namun, kata dia,  WPNCL telah bekerja keras dalam dua tahun terakhir untuk mendapatkan dukungan dari Negara-negara Melanesia dan Papua barat diterima sebagai  anggoat resmi MSG mewakili  ratusan suku di Papua Barat.

Sementara, Wakil Ketua WPNCL, John Ondawame mengatakan,  WPNCL adalah organisasi perwakilan yang sah.

“Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan mewakili 29 organisasi: gerakan perlawanan, gerakan sosial dan organisasi tradisional,”

tuturnya kepada Radio New Zealand International.

Jadi, kata John Ondawame,  WPNCL sepenuhnya mendapatkan dukungan dari masyarakat luas  di dalam hutan, di luar negeri, dan dari seluruh lapisan masyarakat di Papua Barat.

“Namun unsur-unsur tertentu dalam kelompok-kelompok di Papua Barat dan beberapa negara lain, mereka tidak memiliki petunjuk tentang berapa banyak dukungan yang kita miliki di masyarakat Papua Barat.”

Radio Selandia Baru Internasional menutup hasil wawancara dengan para pemimpin Papua itu  dengan mengatakan, WPNCL telah menaikan status masalah Papua Barat dari hanya masalah dalam negeri Indonesia ke tingkat Internasional tetapi perpecahan para pemimpin Papua Barat akan mempersulit mencapai tujuan, kemerdekaan.

“Meskipun ada kritik, tawaran oleh koalisi (WPNCL: red) telah berhasil mengangkat kampanye penentuan nasib sendiri Papua Barat ke tingkat yang baru,  di mana tidak lagi hanya sebuah masalah dalam negeri Indonesia, tetapi masalah internasional,”

tulisnya.

Dikatakan, penentuan nasib sendiri menjadi tujuan umum di antara orang Papua Barat. Namun, tantangan yang mereka hadapi saat ini adalah tidak adanya kerja sama di antara mereka untuk mencapai tujuan tersebut. (GE/IstMS)

Berita seputar MSG: KLIK

Minggu, 07 Juli 2013 18:28,MS

Kemenangan bagi Papua Barat di Melanesia

Jason MacLeod
Jason MacLeod

Jalan masih panjang untuk ditempuh tapi pengakuan Indonesia atas kemerdekaan Papua Barat yang didorong pada pertemuan regional minggu lalu merupakan sebuah terobosan. Jason MacLeod menjelaskannya mengapa.

Papua Barat baru saja memenangkan kemenangan luar biasa di pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG) di Noumea.

Ketika kepala-kepala pemerintahan dan orang-orang terhormat dari bangsa-bangsa Melanesia berkumpul untuk pertemuan tahunan MSG di akhir Juni, item yang paling menonjol pada aggenda adalah keanggotaan Papua Barat. Ini adalah hasil dari kerja selama 18 bulan oleh John Otto Ondawame, Rex Rumakiek, Andy Ajamiseba dan Paula Makabory, kelompok yang mengkoordinir West Papua National Coalition of Liberation (WPNCL), sebuah grup Papua Barat yang menjadi payung organisasi perlawanan di dalam dan luar negeri.

Pada pertemuan itu, perwakilan pemerintah Indonesia (yang baru-baru diberi status pengamat oleh MSG) secara publik mengakui bahwa Papua Barat telah menjadi masalah internasional. Ini sungguh-sungguh signifikan; selama berpuluh-puluh tahun pemerintah Indonesia telah bersikeras bahwa Papua Barat adalah isu internal. Jakarta telah berulangkali menolak semua tawaran bantuan internasional untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.

Akan tetapi, sebagaimana dicatat oleh delegasi Papua Barat, pemerintah Indonesia sangat sadar bahwa anggota-anggota MSG telah secara berhasil mendukung dorongan-dorongan pada masa lalu untuk dekolonisasi di Vanuatu, Timor Leste, Kanaky (New Caledonia), dan sekarang Maohi Nui (Polynesia Perancis yang mencakup Tahiti).

Dalam pernyataan resmi, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dari Pemerintah Indonesia, Djoko Suyanto mengundang menteri-menteri luar negeri MSG untuk mengunjungi Indonesia untuk mengamati pembangunan secara umum, yang juga mencakup kebijakan pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Papua dan Papua Barat. Menteri senior itu mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendukung rencana itu.

Pemerintah negara-negara Melanesia– Papua New Guinea, Vanuatu, Fiji, Solomon Islands, dan FLNKS (Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste, the National Socialist Liberation Front for Kanaky, sebuah koalisi dari empat badan yang pro-kemerdekaansepertinya akan mengunjungi Indonesia dalam jangka waktu enam bulan ke depan, bergantung pada negosiasi dengan Pemerintah Indonesia.

Secara kolektif, bangsa-bangsa MSG dapat mendesak agar Papua Barat dikembalikan pada daftar negara-negara yang belum didekolonisasi, dan karenanya membuat Papua Barat menjadi perhatian Komite Dekolonisasi PBB. Bahwa mereka telah mengundang lima pemerintah asing untuk melihat situasi di Papua Barat menampakkan betapa mereka khawatir.

Jika mereka berkunjung ke Papua Barat, menteri-menteri luar negeri harus menentukan siapa yang mewakili bangsa Papua Barat: Pemerintah Indonesia, Republik Federal Papua Barat, atau West Papua National Coalition. MSG mesti memutuskan sendiri hal ini atas desakan Commodore Vorenqe Bainimarama, kepala pemerintahan militer Fiji, dengan dukungan dari Sir Michael Somare dari Papua New Guinea. Permohonan West Papua National Coalition untuk mendapatkan status pengamat atau anggota di MSG ditunda setelah intervensi pada menit terakhir oleh Jacob Rumbiak, seorang Papua Barat yang berada di pengasingan, yang mendesak bahwa mereka bukan perwakilan yang sah dari rakyat Papua Barat.

Semua ini membuat enam bulan ke depan sungguh-sungguh menarik.

Beberapa hal bisa kita prediksi dengan peluang yang cukup besar. Pertama, pemerintah Indonesia akan berusaha untuk membeli pemimpin-pemimpin politik Melanesia. Dengan korupsi endemik di banyak negara Melanesia, penegakkan hukum yang lemah, derajat kebebasan pers yang beragam dan pertaruhan kepentingan politik dan ekonomi, mereka mungkin berhasil. Tentu saja, orang-orang Papua tidak akan bisa berkompetisi dengan kemurahan hati Indonesia.

Pemerintahan militer Bainimarama telah memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Indonesia sehingga ia tampaknya tidak akan menolaknya. Tanpa kebebasan press atau demokrasi di Fiji, ini akan lebih sulit bagi orang-orang Fiji untuk mendesak bahwa orang-orang Papua seharusnya hidup terbebas dari sepatu Indonesia.

Papua New Guinea cukup rentan. Sejumlah politisi PNG, sangat kentara Sir Michael Somare, sangat berkepentingan di pembalakan kayu, perkebunan kelapa sawit, dan rantai supermarkat dengan pemerintah Indonesia dan militer. Politisi PNG yang lain akan cemas dengan ketidakstabilan sepanjang batas dengan Papua Barat. Militer Indonesia telah berkali-kali melanggar batas ke teritori PNG dalam usaha untuk mengejar orang Papua yang melanggar, termasuk aktivis non-kekerasan yang mencari suaka. Itu dapat diupayakan sebagai dukungan untuk demiliterisasi Papua Barat, posisi yang didukung oleh sejumlah politisi PNG.

Kepulauan Solomon juga rentan terhadap pengaruh Indonesia. dari semua negara Melanesia, Kep. Solomon memiliki kesadaran terendah akan pendudukan pemerintah Indoensia atas Papua Barat. Mereka adalah tempat yang substansial untuk kepentingan logging Indonesia dan Malaysia.

Mengatakan semua itu, hal ini harus diperhatikan bahwa Gordon D. Lilo, perdana menteri Kep. Solomon, mengatakna kepada anggota West Papua National Coalition for Liberation bahwa kasus Papua Barat adalah isu dekolonisasi yang tidak lengkap, itu telah berlangsung terlalu lama; itu harus diselesaikan sekarang.

Pemerintah Vanuatu dan FLNKS akan lebih kurang tanggap dengan tawaran Indonesia. Di Vanuatu tahun lalu pemerintahnya digulingkan oleh kemarahan yang cukup besar terhadap hubungan dekat perdana menteri saat itu, Sato Kilman, dengan pemerintah Indonesia. Perdana menteri yang sekarang, Moana Carcases Kalosil, adalah pendukung yang kuat terhadap kemerdekaan Papua Barat. FLNKS juga menautkan keberuntungan politik mereka kepada nasib baik perjuangan Papua Barat untuk referendum melalui bingkai solidaritas Melanesia.

Kita juga bisa menjamin bahwa pemerintah Australia dan Selandia Baru akan memutar kembali mantra usang mereka bahwa mereka mendukung keutuhan teritorial pemerintah Indonesia. Dalam sebuah artikel pada edisi Juni The Monthly Hugh White, pakar strategi merekomendasiakn pemerintah Australia untuk melepaskanconcern apa pun terkait dengan hak azasi manusi di Papua Barat demai kepentingan politik dan ekonomi.

Tetapi menteri dari kedua belah pihak Tasmania secara diam-diam mengakui bahwa pengaruh mereka terhadap kebijakan luar negeri Indonesia telah surut. Pertemuan MSG di Noumea secara jelas memperlihatkan betapa kebijakan luar negeri Australia dan Selandai Baru yang tidak relevan terhadap Papua Barat telah terjadi dan seberapa MSG telah menjadi dewasa sebagai sebuah badan politik regional.

Akan tetapi, ketegangan yang familiar antara kelompok-kelompok perlawanan Papua Barat mencuat dalam pertemuan di Noumena. Patahan yang menonjol, diekspose oleh sebuah artikel di The Island Business, adalah antara West Papua National Coalition for Liberation dan Federal Republic of West Papua, yang sama-sama mengklaim sebagai perwakilan bangsa Papua.

Baik National Coalition dan the Federal Republic melamar untuk menjadi anggota MSG. Perwakilan the National Coalition menetap di Vanuatu dengan akses yang mudah ke sekretariat MSG di Port Vila, namun kepemimpinan the Federal Republic berada di penjara, dihukum tiga tahun penjara karena deklarasi kemerdekaan yang bermartabat  dan tanpa kekerasan pada 19 Oktober 2011. Dialog di antara kedua kelompok ini sangat sengit.

Ketika Forkorus Yaboisembut, Presiden dari the Federal Republic of West Papua mengetahui permohonan the National Coalition pada awal tahun ini, ia menulis kepada Direktur Jenderal MSG. Dalam surat itu, dengan sangat sopan Yaboisembut menarik permohonannya, mengatakan:

Sebaliknya kami memohon agar surat ini dipandang semata sebagai surat dukungan dari Papua Barat untuk permohonan bagi [the National Coalition] untuk menjadi anggota MSG dan sebagai sarana perkenalan Republik Federal Papua Barat kepada MSG untuk tujuan-tujuan ke depan.

Ini, dan fakta bahwa untuk jangka waktu yang pendek pada akhir 2010-2011 keduanya merupakan bagian dari struktur pengambilan keputusan bersama, memperlihatkan bahwa kerjasama sangatlah mungkin. Orang Papua kini memiliki waktu selama enam bulan untuk menata rumahnya. Ini bisa jadi melibatkan koalisi politik di antara kelompok-kelompok resistensi, seperti model yang berhasil di Timor Leste dan Kanaky, atau penyatuan di bawah visi bersama yang serupa dengan Piagam Kebebasan African National Congress.

Ketika menteri-menteri luar negeri dari MSG sungguh mengunjungi Papua Barat mereka akan ditemani oleh media internasionalkemenangan bagi orang Papua yang telah lama menuntut negara mereka dibuka untuk media asing.

Kalau, di sisi lain, pemerintah Indonesia mendesak agar jurnalist tidak diikutkan dalam kunjungan MSG, mereka malah hanya akan menguatkan persepsi internasional bahwa mereka sungguh-sungguh menyembunyikan sesuatu.

Bagaimana pun, orang Papua, seperti Timor Leste sebelum mereka yang bermobilisasi ketika Paus Johanes Paulus II berkunjung pada 1989, akan menggunakan kesempatan ini untuk mendaftarkan teriakan mereka untuk merdeka sebanyak yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Seruan seperti itu boleh jadi didengar lebih jauh daripada Papua Barat, yang telah menjadi isu politik yang meledak di Melanesia. Ikatan antara orang Papua dan kerabat Melanesia mereka menjadi lebih dekat daripada yang pernah ada; apa yang terjadi jika warga PNG, Vanuatu, Fiji, Kep. Solomons dan Kanaky bangkit dan mendesak pemimpin mereka untuk mendukung Papua Barat? Penggulingan pemerintahan Sato Kilman di Vanuatu adalah cerita yang layak diperhatikan.

Bagaimana negara Indonesia akan berekasi? Sepertinya mereka akan menunjuk pada uang yang sudah mereka limpahkan ke Papua Baratyang manfaatnya telah mengalir kepada perusahaan transnasional dan elite-elite Papua, sementara malah memiskinkan lebih jauh orang asli Papua. Mereka akan beralasan bahwa Papua Barat adalah demokrasi; bahwa orang-orang Papua dipilih oleh masyarakat mereka sendiri. Itu betul, tapi pemerintah Indonesia menyangkal hak orang Papua untuk membentuk partai politik mereka sendiri. Dalam kenyataan Papua Barat adalah pos terdepan kolonial yang diatur dari Jakarta.

Tahan politik Papua memenuhi penjara, bukti penyiksaan sistemik bocor keluar, dan mayat orang-orang Papua yang dibunuh oleh polisi dan militer menumpuk (seperti dugaan pembunuhan 40 orang Papua di wilayah Puncak Jaya pada bulan-bulan belakangan ini).

Akhirnya, pemerintah Indonesia akan menyebut orang-orang Papua sebagai terosisme yang menyimpang atau suatu upaya yang dikendalikan oleh asing. Propaganda semacam ini adalah pilihan yang terakhir dari penguasa otoritarian. Tokoh-tokoh militer Indonesia mengatakan bahwa gerilyawan bersenjata berjumlah sedikit lebih banyak dari 1000 pejuang purna-waktu, sebagian besar di antaranya tidak aktif. Sebaliknya, jumlah gerakan tanpa kekerasan puluhan ribu dan mereka berada di jalanan setiap minggu, jika tidak setiap hari. Gerekan kemerdekaan Papua Barat adalah perlawanan berbasis pada warga tanpa kekerasan terhadap pemerintahan Indonesia yang berkepanjangan.

Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat ber-concern bahwa Papua Barat, seperti Timor Leste sebelumnya, akan menjadi isu internasional. Itu sudah sangat terlambat. Papua Barat sudah menjadi isu internasional.

Dalam enam bulan ke depan pekerjaan Jakarta akan berupa tekanan untuk membuat Papua taat sementara berusaha untuk meminimalisasi represi. Pekerjaan Papua adalah untuk merongrong legitimasi pemerintah Indonesia dan menaikkan biaya politik dan ekonomi dari okupasi itu. Pertaruhan sangat tinggi tapi potensi imbalnya juga besar: kemerdekaan.

Jason MacLeod adalah peneliti dan trainer di Pusat Australia untuk Studi Perdamaian dan Konflik, di Brisbane, Australia. Ia juga seorang kandidat doktor di University of Queensland.

Artikel ini diterjemahkan dari artikel bahasa Inggris yang dimuat di newmatilda.com dengan izin resmi pennulis.Jika Anda berminat membaca artikel-artikel Jason MacLeod kliki di sini.

Translator : Johanes Supriyono

Soal MSG, NRPB Tepis Pernyataan Gubernur

JAYAPURA – Pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe,SIP,MH, bahwa Papua belum terdaftar sebagai

Papua Merdeka
Papua Merdeka (Photo credit: Roel Wijnants)

anggota Forum Malanesian Spearhead Group (MSG) pada pertemuan negara-negara serumpun Melanesia di kawasan Pasifik di Summit Nomea New Caledonia pada 18-21 Juni 2013, ditepis ‘Menteri Sekretariat Negara Republik Papua Barat (NRPB)’ versi ‘Presiden’ Yance Hembring, yakni, Agustinus Waipon.

Ia mengatakan, pada tanggal 19 Juni 2013 lalu Papua sudah sah terdaftar sebagai anggota MSG. Hal itu disampaikan para utusan NRPB yang diutus ke pertemuan forum tersebut. Hal lainnya dikatakan, untuk saat ini NRPB sedang menunggu hasil pertemuan PBB pada September 2013 mendatang, yang mana dipastikan Papua Barat statusnya akan dibahas dalam pertemuan PBB dimaksud.

Sementara itu, terkait pernyataan Pengamat Hukum Internasional, Sosial Politik Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, menyatakan bahwa sebaiknya setiap 1 Juli pada tahun berjalan tidak perlu lagi mengibarkan bendera Bintang Kejora dan lebih banyak mengadakan konsolidasi organisasi Papua Merdeka, ia mengatakan sependapat dengan pernyataan tersebut.

Hanya saja, ia mengharapkan agar Marinus Yaung jangan berbicara mengenai Papua Merdeka, sebab ia adalah orang-orang utusan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, apalagi pernyataanya Marinus Yaung selama ini bertolak belakang dengan perjuangan Papua Merdeka.

Mengenai peringatan 1 Juli itu, pihaknya akan menghimbau kepada rakyat NRPB untuk mengkhususkan tanggal tersebut sejenak untuk berdoa kepada Tuhan atas segala nikmat dan rahmatnya Tuhan.Dan juga meminta Tuhan untuk mengabulkan kemerdekaan seutuhnya bagi rakyat NRPB.

Disinggung soal masalah keamanan, pihaknya menyerahkan secara penuh kepada aparat keamanan, jika menjelang maupun pada tanggal 1 Juli ada kekacauan dan korban jiwa, NRPB mempersilakan aparat keamanan untuk menindak tegas mereka yang membuat keresahan di masyarakat atau membuat rakyat menjadi korban.

“Perjuangan kemerdekaan Bangsa Papua Barat itu penuh dengan kedamaian. Sekali lagi Kami tidak ada program untuk pengibaran BK. Jika pada 1 Juli, ada tindakan brutal yang dilakukan oknum di luar NRPB yang mengorbankan rakyat Papua,”

tukasnya saat menghubungi Bintang Papua via ponselnya, Jumat, (28/6).

Menurutnya, rencana aksi pada 1 Juli adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengerti mengenai politik merdeka Bangsa Papua Barat, sehingga dengan segala cara mau membuat tindakan anarkis yang merugikan diri sendiri dan rakyat Papua.

Atas dasar itulah ia menghimbau kepada rakyat Papua agar jangan terlibat dalam aksi 1 Juli tersebut, karena itu jelas bukan perjuangan murni kemerdekaan Bangsa Papua Barat.

“Mari kita rapatkan barisan untuk menerima kemerdekaan yang sudah diperjuangkan oleh Presiden NRPB, Yance Hembring, yang juga sudah mendaftarkan di PBB. (nls/don/l03)

Sabtu, 29 Jun 2013 01:30, Jubi

Enhanced by Zemanta

Orang Asli Papua Memiliki Hak Menentukan Nasib Sendiri

Free West Papua (Foto: ist)
Free West Papua (Foto: ist)

Manokwari Orang Asli Papua, sebagai salah satu rumpun ras Melanesia, sebagai warga dunia dan masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination).

Demikian penegasan Yan CH Warinussy, salah satu aktivis hak asasi manusia di Tanah Papua, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Rabu (26/6/2013) siang, dari Manokwari, Papua Barat.

Menurut peraih penghargaan John Humphrey Freedom Award dari Canada ini, hal itu sejalan dengan isi Deklarasi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, serta Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, serta deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat.

“Saya mengingatkan semua pihak otoritas di Tanah Papua, dan Indonesia umumnya bahwa persoalan yang sangat mendasar saat ini di Tanah Papua bukanlah soal kesejahteraan dan ekonomi, tapi soal perbedaan pandangan tentang sejarah politik dalam konteks integrasi Papua ke dalam NKRI yang secara hukum internasional belum selesai.”

“Hal itu telah menjadi sebab hingga soal Papua dibawa untuk terus dibahas dalam forum-forum internasional seperti halnya Melanesian Spearhead Group (MSG) belum lama ini di Kanaky, New Caledonia,”

kata pengacara senior ini.

Di dalam forum MSG Summit ke-19, lanjut Warinussy, telah jelas-jelas para pemimpin MSG menyatakan bahwa mereka mengakui pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua, dan perlu disorot untuk memajukan aplikasi rakyat Papua melalui West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

“Satu hal yang luar biasa dan membenarkan pernyataan saya diatas adalah bahwa para pemimpin MSG setuju sepenuhnya mendukung hak-hak asasi rakyat Papua Barat terhadap Penentuan Nasib Sendiri sebagaimana ditetapkan dalam mukadimah konstitusi MSG,”

tegasnya.

Itu artinya, kata Direktur Eksekutif LP3BH ini, bahwa hak rakyat Papua Barat yang adalah Orang Asli Papua berdasarkan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008, adalah bagian dari masyarakat adat di dunia, yang juga memiliki hak menentukan nasib sendiri.

“Segenap proses ke arah penentuan nasib sendiri tersebut seharusnya direspon secara positif oleh semua pihak termasuk Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pemerintah daerah di Tanah Papua.”

“Tentu mekanisme hukum internasional dan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku secara universal dapat diterapkan pada kesempatan tersebut dengan adil dan benar, serta di bawah pengawasan PBB sekaligus,”

tutup Warinussy.

Senada dengan Warinussy, menurut Dorus Wakum, salah satu aktivis HAM di tanah Papua, diterimanya aplikasi WPNCL oleh MSG menunjukan bahwa peluang hak menentunan nasiba sendiri bagi Papua Barat akan semakin terbuka lebar.

“Kami yakin dan percaya, masalah Papua Barat sekarang tentu akan diajukan ke PBB untuk selanjutnya dibahas. Ini satu kemajuan diplomasi rakyat Papua, dan harus didukung,”

tutupnya.

 Wednesday, June 26, 2013,SP

Keputusan Pemimpin MSG, Tantangan Bagi Indonesia

Michael Manufandu, saat mengikuti sesi pleno MSG Summit (Jubi)
Michael Manufandu, saat mengikuti sesi pleno MSG Summit (Jubi)

Noumea-Kaledonia Baru, 21/06 (Jubi) – Meski aplikasi West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) untuk menjadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) belum diputuskan, namun pemerintah Indonesia beranggapan minimnya informasi dan kurangnya pendekatan pemerintah pusat ke Pasifik, telah mengakibatkan aplikasi WPNCL bisa dipertimbangkan dalam forum MSG Summit.

Hal ini disampaikan salah satu delegasi Indonesia, Michael Manufandu dalam MSG Summit di Noumea, Kaledonia Baru, 20-21 Juni 2013.
“Pemerintah jelas menolak dan tidak bisa menerima keadaan ini. Mungkin karena kurangnya informasi dan pendekatan dari pemerintah pusat terhadap pasifik ini, sehingga image mereka terhadap berbagai macam perkembangan di Papua itu kurang bagus buat mereka. Akibatnya mereka melihat Papua sebagai sesuatu yang masih memiliki masalah.” kata Manufandu.

Namun Manufandu mengatakan Pemerintah Indonesia sangat siap menyambut para menteri luar negeri dari negara-negara MSG, yang menurutnya bisa dilakukan antara bulan Juli atau Agustus 2013.
“Pemerintah sangat siap. Kita sudah siap untuk menerima kedatangan para menteri luar negeri MSG ini. Kita akan tunjukkan kepada mereka yang mereka belum tahu dengan baik. Tentang perkembangan-perkembangan yang ada di Papua selama lima belas tahun terakhir, pelaksanaan otonomi khusus dan pelimpahan wewenang kepada pejabat-pejabat lokal.” ujar Manfandu yang pernah menjadi duta besar Indonesia untuk Kolombia ini.

Peristiwa ini, lanjut Manufandu, mempunyai nilai sendiri buat semua pihak, karena baru pertama kali masalah Papua diterima dalam forum regional resmi. 

“Itu satu tantangan bagi kita di Indonesia, satu tantangan bagi saudara-saudara di Papua kalau sudah mendengar ini dan juga tantangan bagi saudara-saudara kita di luar. Jadi ada tiga pihak yang harus menghadapi persoalan pengakuan dan penerimaan, nanti kalau diterima. Bagaimana harus menjawab itu?” tambah Manfandu.

Mengenai ketakutan beberapa pihak, termasuk dari negara-negara MSG yang beranggapan nantinya dalam kunjungan para menteri luar negeri, pemerintah Indonesia hanya menunjukkan yang baik-baik saja, Manufandu menolak hal tersebut. Pemerintah Indonesia, menurut Manufandu, sangat siap dan terbuka untuk memberikan informasi tentang Papua. Ia juga yakin, sebagai negara yang pernah dijajah, negara-negara MSG pasti punya indera keenam untuk mengetahui kalau ada manipulasi dalam kunjungan mereka nanti.
“Oh tidak. mereka juga punya indera keenam untuk bisa melihat apakah yang mereka lihat itu sebuah kamuflase atau yang baik-baik saja. karena mereka sudah pengalaman. mereka pernah dijajah juga kan. Tidak mungkin, mereka pasti akan tahu kalau ada kamuflase atau manipulasi.” kata Manufandu.(Jubi/Adm)

June 21, 2013 ,20:50,TJ

Keputusan Pemimpin Negara-Negara Melanesia tentang West Papua

Dr. John Otto Ondawame
Dr. John Otto Ondawame, Diplomat West Papua di MSG Summit, Kanaky

Noumea, 21/06 (Jubi) Aplikasi West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), secara resmi diterima oleh MSG. Namun status yang diminta oleh WPNCL dalam aplikasinya akan ditentukan dalam enam bulan kedepan.

Para pemimpin negara-negara MSG yang terdiri dari Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Papua New Guinea dan FLNKS telah memutuskan hasil MSG Leaders Summit yang merupakan hasil final dari pertemuan ke-19 para pemimpin negara-negara Melanesia ini. Keputusan yang disebut Komunike bersama ini terdiri dari 44 point yang diantaranya merupakan perjanjian perdagangan, peningkatan kemampuan teknis, keuangan, perubahan iklim, pertukaran pengetahuan dan aplikasi WPNCL.

Komunike ini ditandatangani oleh kelima pemimpin negara-negara Melanesia, masing-masing Victor Tutugoro (FLNKS), Veroqe Bainimarama (Fiji), Leon Dion (Papua New Guinea), Gordon Darcy Lilo (Kepulauan Solomon) dan Moana Carcassas Kalosil (Vanuatu). Penandatangan ini dilakukan di Escapade Resort, Noumea, 21 Juni 2013.

Tentang aplikasi WPNCL sebagai representasi Papua Barat, komunike telah memutuskan sebagai berikut (point 20 dan 21 dari Komunike):

Para Pemimpin mencatat roadmap dalam kaitannya dengan aplikasi West Papua National Coalition of Liberation (WPNCL) untuk keanggotaan harus didasarkan pada schedule yang jelas dan terukur. Para Pemimpin mengakui bahwa pelanggaran HAM perlu disorot, dan untuk kemajuan aplikasi WPNCL penting untuk secara terus menerus terlibat dengan Indonesia. Para pemimpin sepakat untuk membangun sebuah proses dialog dan konsultasi dengan Indonesia. ParapPemimpin mencatat dan menyambut undangan dari Indonesia untuk mengundang Misi Menteri Luar Negeri (FMM) yang akan dipimpin oleh Fiji yang mana konfirmasi mengenai waktu misi masih ditunggu. Keputusan mengenai aplikasi WPNCL akan ditentukan oleh/setelah adanya laporan dari misi FMM.

Keputusan para pemimpin:

English: Melanesia, a cultural and geographica...
English: Melanesia, a cultural and geographical area in the Pacific. Melanesia (Photo credit: Wikipedia)

(i) MENYETUJUI bahwa MSG sepenuhnya mendukung hak-hak asasi rakyat Papua Barat terhadap penentuan nasib sendiri sebagaimana ditetapkan dalam mukadimah konstitusi MSG;

(ii) MENYETUJUI bahwa kekhawatiran MSG mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan bentuk lain yang berkaitan dengan kekejaman terhadap Masyarakat Papua Barat akan diajukan bersama dengan pemerintah Indonesia secara bilateral maupun sebagai kelompok

(iii) MENCATAT bahwa aplikasi dari WPNCL untuk menjadi anggota MSG telah diterima dan aplikasi akan ditinjau setelah pengajuan laporan FMM, dan

(iv) MENYETUJUI roadmap seperti yang direkomendasikan oleh FMM mencakup:

a) bahwa MSG mengirim misi menteri luar negeri di tingkat FMM yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Fiji ke Jakarta dan kemudian ke Papua Barat pada tahun 2013 dan menerima undangan dari pemerintah Indonesia.

b) misi menteri luar negeri ini akan menyajikaN laporannya kepada para pemimpin msg pada kesempatan pertama dalam enam bulan ke depan.

c. WPNCL akan diberitahu secara resmi tentang keputusan para pemimpin MSG mengenai aplikasinya, dan

d. misi akan menjadi bagian dalam proses menentukan aplikasi keanggotaan WPNCL. (Jubi/Adm)

Sumber: Penulis : Admin Jubi | June 21, 2013

Enhanced by Zemanta

“Selamat!” dan “Sukses!” WPNCL!, Syukur Bagimu Tuhan!

English: Organisesi Papua Merdeka Català: Orga...
English: Organisesi Papua Merdeka Català: Organisesi Papua Merdeka (Photo credit: Wikipedia)

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, Gen. TRWP Mathias Wenda lewat Secretary-General Lt. Gen. Amunggut Tabi dengan ini menyampaikan

Selamat

dan

English: Organisesi Papua Merdeka Català: Orga...
English: Organisesi Papua Merdeka Català: Organisesi Papua Merdeka (Photo credit: Wikipedia)

Sukes

serta memanjatkan

Syukur Bagi Tuhan!

atas keberhasilan lobi politik dan diplomasi di wilayah Melanesia yang telah menghasilkan tonggak sejarah penting bagi perjuangan bangsa Papua untuk memperoleh kemerdekaan di luar NKRI.

Hari ini telah tercatat dalam Sejarah Perjuangan Papua Merdeka sebuah peristiwa penting dalam riwayat perjuangan bangsa Papua bahwa negara-negara Melanesia kini mengakui “eksistensi” dan “hak-hak” orang Papua sebagai etnik Melanesia. Hasil ini telah menjadi gerbang kepada isu-isu dan langkah-langkah tindak lanjut yang pasti akan menguntungkan perjuangan Papua Merdeka.

Di samping itu dengan ini Tentara Revolusi West Papua (West Papua Revolutionary Army) dengan ini menghimbau agar WPNCL tidak berupaya melibatkan sayap militer perjuangan Papua Merdeka untuk melibatkan diri secara aktiv atau tidak aktiv dalam kegiatan-kegietan diplomasi dan politik di mana saja demi menjaga konsistensi dan kesinambungan perjuangan kita.

Pengakuan eksistensi, jatidiri dan hak orang Papua sebagai kaum Melanesia oleh negara-negara merdeka di kawasan Melanesia ini telah menjadi tonggak sejarah penting menyusul pembukaan kantor Free West Papua Campaign di Kota Oxford, Inggris Raya baru-baru ini.

Untuk itu kami dari rimbaraya New Guinea mengucapkan terimakasih dan syukur kepada Tuhan Pencipta, Pelindung dan Penentu Nasib bangsa Papua.

Atas nama benda-benda, tumbuhan, hewan, makhluk roh, moyang dan anak-cucu, yaitu demi sang Khalik Langit dan Bumi.

Dikeluarkan di                : Markas Pusat Pertahana

Pada tanggal                   : 21 Juni 2013

 

Pangima Tertinggi Komando Revolusi,

an.

 

Amunggut Tabi, Lt. Gen.

BRN: A. 01867

 

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny