Dua Gerakan Perjuangan Kemerdekaan West Papua Harus Terpadu dan Melekat

By: Kristian Griapon, 3 Juli 2021

Dua bentuk Gerakan Perlawanan Rakyat Papua Barat yang memperjuangkan kemerdekaan dari pendudukan Indonesia diatas wilayah mereka Papua Barat, yaitu bentuk perlawanan bersenjata di dalam negeri, dan bentuk perlawanan melalui kampanye politik di luar negari mencari dukungan masyarakat internasional, yang disebut sayap militer TPNPB di dalam negeri dan sayap politik ULMWP di luar negeri.

Kedua Gerakan Perlawanan TPNPB dan ULMWP, merupakan bagian keutuhan dari Kampanye Politik Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat yang harus terpadu dan melekat. Jika tidak demikian, maka akan memperpanjang serta memperumit gerakan perlawanan itu sendiri untuk mencapai tujuannya.

Rakyat Papua Barat dapat bercermin dari perjuangan Rakyat Palestina melawan pendudukan Israel diatas wilayah mereka. Perjuangan Rakyat Palestina semakin panjang dan rumit melawan pendudukan Israel, pada hal Kemerdekan Rakyat Palestina telah berada di depan mata.

Akibat dari dua kubu dalam barisan pejuang kemerdekaan Rakyat Palestina yang tidak terpadu dan melekat, yaitu sayap militer Hamas dan sayap politik PLO mempunyai pandangan yang berdeda dan mempertahankan prinsip masing-masing dalam perjuangan kemerdekaan Rakyat Palestina, telah memperumit kemerdekaan Rakyat Palestina.

Kampanye politik luar negeri melalui sayap politik PLO berhasil meyakinkan masyarakat internasional tentang Hak Penentuan Nasib Sendiri Rakyat Palestina sebagai suatu bangsa diatas wilayah mereka dan hidup berdampingan dengan Israel sebagai Negara merdeka, yang telah direspons melalui PBB, namun mendapat jalan buntu, akibat dari pelabelan teroris terhadap gerakan perlawanan bersenjata Hamas yang mempunyai prinsip dasar menghancurkan atau melenyapkan Israel yang adalah satu bangsa merdeka dari muka bumi.

Jika kita melihat dari pengalaman masa lalu yang menjadi Dasar Sejarah Perjuangan Rakyat Papua Barat hari ini, tidak bisa ditutupi, bahwa perjuangan saat ini masih mewarisi perpecahan masa lalu, akibat dari tidak ada penyatuan prinsip para pejuang kemerdekaan, yang dijadikan komitmen dasar memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri diatas wilayah mereka Papua Barat, sehingga hal tersebut telah memperpanjang dan memperumit perjuangan itu sendiri.

Pelabelan teroris terhadap TPNPB merupakan langkah strategis dan bersifat politis pemerintah Republik Indonesia, untuk memutuskan mata rantai Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Papua Barat di dalam negeri, yang berkaitan erat dengan hubungan kampanye politik luar negeri pejuang kemerdekaan Papua Barat di dunia internasional.

Para Pejuang Kemerdekaan Papua Barat di dalam negeri maupun di luar negeri harus bersatu, serta menjaga dan merawat dukungan yang telah nyata dan jelas diberikan oleh bangsa Vanuatu sebagai sebuah Negara anggota PBB, karena dukungan itu menjadi landasan dan pintu diplomasi politik luar negeri Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Papua Barat baik itu melalui PBB maupun lembaga-lembaga kredibel internasional lainnya, wasalam.(Kgr)
Symbol Kemerdekaan Bangsa Papua Barat (Mr.Rex Rumakiek)

Perintah Operasi Umum West Papua Army 20 July 2017 dan Aksi 1 Oktober 2017

No. 14/A/PANGTIKOR/TRWP/P.O/VII/2017
Perihal: SURAT PERINTAH OPERASI UMUM
Sifat: PENTING DAN BERLAKU KAPAN SAJA

Kepada Yang Terhormat,

  1. Panglima KORDAP TRWP
  2. Komandan OPERASI TRWP
  3. Komandan Lapangan TRWP
  4. Komandan Pelatih TRWP

Di West Papua

Berdasarkan keputusan Rapat Staf Umum Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP_ NomorP 07/A/PANGTIKOR/TRWP/SK/IV/216, tanggal 20 April 2016, maka dengan ini Panglima Tertinggi Komando Revolusi penanggung jawab revolusi memberikan “SURAT PERINTAH OPERASI UMUM” kepada Panglima Komando Daerah Pertahanan (KORDAP) dan para Komandan Lapangan serta anggota yang akan menjalankan tugas revolusi di seluruh pelosok tanah air West Papua

BAHWA

  1. SURAT PERINTAH ini berdasarkan situasi politik pada dewasa ini tidak berjalan sesuai aspirasi Rakyat West Papua;
  2. Sesuai dengan tugas-tanggungjawab dan wewenang para Panglima, Komandan dan seluruh anggota Tentara Revolusi West Papua untuk menentang dan melawan kolonialisme di West Papua.

Maka dalam menjalankan tugas ini agar dapat mempehatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. PAda waktu yang tepat para komandan segera memberikan arahan kepada pasukan yang akan menjalankan tugas sesuai dengan tujuan dan sasaran operasinya
  2. Ager memperhatikan seluruh harga-benda dan akan-isteri dari rakyat West Papua serta kekayaan lannnya;
  3. Agar tidak merusak Rumah Sakit, Rumah warga dan bangunan sekolah, gedung ibadah dan tempat-tempat keperluan umum masyarakat sehingga masyrakat umumnya tidak merasa terganggu;
  4. Agar keselamatan dan keamanan pasukan serta kebutuhan lainnya harus diperhatikan secara saksama.
  5. Dalam menjalankan kegiatan operasi apabila kehabisan amunisi/ busuh-panah dan alat perang lainya, maka segera menarik mundur anggotanya.
  6. Segala jenis barang rampasan dari pihak musuh ataupun sandera segera dilaporkan langsung kepada Panglima Tertinggi di Marpas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP.
  7. Surat Perintah Operasi Umum ini berlaku kapan saja selama revolusi Papua Merdeka berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi di masing-masing tempat basis pertahanan.
  8. Surat Perintah Operasi Umum ini dikeluarkan agar dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung-jawab secara penuh, secara rapih dan professional.

 

Demikian Surat Perintah Operasi Umum ini dikeluarkan atas nama segenap komunitas makhluk dan anah serta bangsa Papua, atas nama para pahlawan yang telah gugur di medan perjuangan di sepanjang pulau New Guinwa ataupun yang masih hidup dan yang akan lahir, atas berkat dan anugerah Sang Khalik Langit dan Bumi, atas nama KEBENARAN mutlak.

DIkeluarkan di:        MPP TRWP
Pada Tanggal:         20 July 2017

Panglima Tertinggi,

 

 

Mathias Wenda, Chief. Gen. TRWP
BRN: A.DF.00107676

Anggota TNI Terluka Diserang Kelompok OPM di Puncak Jaya, Papua

Minggu 23 Oct 2016, 11:02 WIB, Wilpret Siagian – detikNews

Jayapura – TNI dari Satuan Taipur mengalami kontak tembak dengan kelompok TPN/OPM kelompok Philia, di Gurage, Puncak Jaya, Papua. Akibatnya, satu anggota TNI mengalami luka tembak di tangan dan kaki.

Kontak tembak terjadi Sabtu (22/10/2016) sekitar pukul 15.00 WIT saat anggota TNI sedang melakukan penjalanan dari kampung Yagonik, Distrik Gurage menuju Gurage, Puncak Jaya, Papua.

Dandim 1714 Puncak Jaya, Letkol Inf Hendriatno saat di hubungi detikcom, membenarkan adanya kontak tembak tersebut yang mengakibatkan salah seorang anggota TNI mengalami luka tembak.

“Ya, benar kejadian itu pada Sabtu sore saat anggota berada di kampung Yagonik, langsung diserang dari atas gunung mengakibatkan satu anggota mengalami luka tembak,” ujar Letkol Hendriatno, Minggu (23/10/2016).

Hendriatno menjelaskan kontak tembak itu berawal saat personel tim 1 yang dipimpin Kapten Wirahady bersama Letda Tegar Aji (Maleo) dan Letda Zaenudin (Taipur) melaksanakan perjalanan ke titik kumpul.

Kemudian pukul 15.00 WIT personel dari tim 2 dipimpin Lettu Inf. Wahyu (Taipur) dan Lettu Inf Agung (Dantimsus 1 Maleo) melaksanakan konsolidasi ke titik kumpul melalui Sabuk Biru, saat itulah terdengar tembakan dari atas gunung. Kemudian anggota melakukan tembakan balasan.

“Pada saat kontak tembak tersebut, anggota personel tim 2 atas nama Pratu Yani terkena tembakan di bagian tangan kiri dan kaki sebelah kanan,” katanya.

“Kondisi Pratu Yani mengalami pendarahan dan langsung dievakusi (tandu) menuju Pos Gurage, dan saat ini kondisinya sudah membaik,” tambah Letkol Hendriatno.
(miq/miq)

‘Perang Politik Tak Akan Usai Hingga Jakarta Beri Hak Papua’

Prima Gumilang, CNN Indonesia Rabu, 30/12/2015 07:07 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan penyerangan kelompok bersenjata di Papua bukan hal baru, termasuk yang terjadi di Polsek Sinak, Kabupaten Puncak. Penyerbuan tiga hari lalu itu mengakibatkan tiga polisi tewas.

“Percuma bicara banyak. Akar persoalan belum diselesaikan. Perang politik ini, baik bersenjata atau gerilya, tak akan pernah berakhir, bahkan bisa lebih masif, sampai Jakarta memberikan hak kepada bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri,”

kata Ketua KNPB Victor Yeimo kepada CNN Indonesia, Rabu (30/12).

Perlawanan bersenjata, ujar Victor, wajar terjadi pada bangsa terjajah. Berbagai penyerangan di Papua pun ia sebut sebagai perang kemerdekaan.

“Ini perang kemerdekaan. Sudah lazim dilakukan di negara-negara yang belum bisa menentukan nasib sendiri. Angkat senjata melawan kolonial itu hal biasa. Kami kan berada di atas tanah kami sendiri. Hak menentukan nasib diatur oleh Undang-Undang di Indonesia dan internasional,”

kata Victor.

Meski demikian, ujar Victor, perang antara Tentara Nasional Papua Barat dengan TNI-Polri tak boleh melibatkan warga.

“Pengedropan militer dan Brimob yang besar-besaran di Papua tidak kemudian mengorbankan rakyat sipil yang tak bersalah,” kata Victor.

Tiga metode perlawanan

Gerakan perlawanan di Papua memiliki tiga metode, yakni perjuangan sipil, militer, dan diplomasi. Jalur sipil misalnya ditempuh KNPB yang memediasi rakyat Papua untuk menyampaikan aspirasi dengan damai tanpa kekerasan.

Di luar KNPB, ada kelompok lain yang juga menempuh perjuangan sipil. Mereka saat ini mulai menyatukan arah. “Semua masih dimediasi oleh KNPB,” kata Victor.

Namun, menurut Victor, metode sipil ini kerap dibatasi oleh TNI dan Polri.

“Kami tidak diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi. Konsekuensinya, kekerasan militer terjadi. Jadi ada sambung-menyambung antara gerakan sipil dengan militer,” ujar Victor.

Kelompok-kelompok dominan yang menempuh perlawanan bersenjata di Papua antara lain kelompok militer Moris, Puron Wenda, dan Yambi.

“Mereka semua ada di bawah pimpinan Goliath Tabuni,” kata Victor.

Goliath Tabuni ialah Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Ia memimpin perang gerilya di Puncak Jaya.

Semua kelompok bersenjata tersebut, kata Victor, memiliki komando teritorial masing-masing dan punya kadar ancaman sama bagi pemerintah Republik Indonesia. Hal yang membedakan hanya pada situasi dan kesempatan saat mereka menyerang.

Perlawanan di Papua, ujar Victor, sudah berlangsung sebelum wilayah itu ‘dianeksasi’  Indonesia. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang mendasari bergabungnya Papua dengan Indonesia dianggap sejumlah pihak tak sesuai dengan praktik hukum internasional, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Alih-alih satu orang memiliki satu suara, Pepera memakai sistem satu suara terdiri dari banyak orang. Pepera bukannya melibatkan seluruh rakyat Papua, namun orang-orang yang dipilih berdasarkan musyawarah. Mereka ini kemudian disebut diintimidasi oleh militer.

Kelompok Benny Wenda

Kasus penyerangan terakhir di Polsek Sinak, disebut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti didalangi oleh kelompok Benny Wenda. Selain menyerbu Polsek, kelompok itu juga disebut menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw yang hendak mendarat di Sinak.

“Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,” kata Badrodin.

“Ada indikasi penyerangan itu dilakukan oleh kelompok TPN,” ujar Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

TPN yang ia maksud ialah Tentara Pembebasan Nasional Nasional Organisasi Papua Merdeka di mana Benny bergabung.

Benny Wenda yang tinggal di London kini merupakan Kepala Perwakilan OPM di Inggris. Dia tokoh penggerak referendum kemerdekaan Papua.

Oktober 2002, Benny melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Jayapura. Dia menyelundup ke perbatasan Papua Nugini sebelum terbang ke Inggris dan mendapatkan suaka dari negara itu.

“Saya sebenarnya tidak ingin melarikan diri. Tapi saya tidak bersalah. Saya membela masyarakat saya. Pemerintah Indonesia tiga kali mencoba membunuh saya di penjara,” ujar Benny di Sydney, Australia, Mei 2003.

“Jika saya tetap di tempat itu, saya akan terbunuh. Salah satu pemimpin pergerakan, Theys Elluay, dibunuh Kopassus tahun 2001. Setahun kemudian, saya menjadi target mereka karena saya salah satu penggagas gerakan,”

ucap Benny.

Kepala BIN terdahulu, Marciano Norman, mengatakan kelompok pimpinan Benny Wenda bekerja sama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional yang mendukung kelompok separatis di berbagai negara.

Lekhaka Telenggen Klaim Bertanggungjawab Atas Penyerangan Polsek Sinak

Admin Jubi Dec 29, 2015

Sinak, JUBI — Lekhaka Telenggen (Leka Telenggen) yang mengaku sebagai pimpinan Kelompok bersenjata di kabupaten Puncak membenarkan peristiwa penembakan yang terjadi di Polsek Sinak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Papua dilakukan oleh anggotanya.

“Saya siap bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Saya dan anggota sedang was-was di markas kami untuk mengatispasi serangan balik,” kata Lekhaka, saat dihubungi Jubi, Senin (28/12/2015).

Menurutnya, anggotanya melakukan penyerangan Polsek Sinak Minggu (27/12/2015) sekitar pukul 23.00 malam. Penyerangan ini menewaskan 3 anggota polisi yakni Bripda Rasyid (32), Bribda Armansyah (37), dan Bripda Ilham (37) dan dua lainnya mengalami luka.

“Kami juga mengambil tujuh pucuk senjata api, dua AK 47, dua SS1, tiga Mouser dan satu peti amunisi,” ujar Lekakha.

Lekhaka Telenggen kerap dituding sebagai pelaku kekerasan bersenjata di Kabupaten Puncak maupun Kabupaten Puncak Jaya. Padat Januari 2014, ia dituding sebagai pelaku penembakan iring-iringan mobil aparat keamanan dari Kompi E Yonif 751 Rider yang di pimpin Letnan Satu Infanteri Alafa di Pintu Angin, Mulia, Puncak Jaya. Ia juga dituding sebagai pelaku penyerangan yang menewaskan dua anggota Brimob di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak pada awal Desember 2014.

Baca Setelah Ayub waker Dituding Polisi, Kini Giliran Lekhaka Telenggen

OPM Klaim Bertanggung Jawab Penembakan di Mulia

Jayapura – Kelompok Bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) mengklaim bertanggung jawab, atas peristiwa penembakan di Kampung Usir Distrik Mulia Puncak Jaya, Selasa 25/5 lalu. Bahkan, OPM menegaskan, penembakan itu bagian dari perang terbuka dengan Indonesia.

Pengakuan itu diungkapkan Pimpinan OPM Lany Jaya Puron Wenda. Ia mengatakan, kelompoknyalah yang menyerang warga sipil di Mulia. “Itu kelompok saya, mereka masuk Mulia serang warga sipil,”ujar Puron melalui telepon selulernya, Senin (1/6).

Menurut Puron, aksi itu sebagai bukti nyata perang terbuka dengan Indonesia. “Ya, itu bagian dari perang terbuka yang sudah kami nyatakan,”ujarnya.

Bahkan, lanjut Puron Wenda kelompoknya juga sudah melayangkan tantangan perang ke Dandim Wamena. “Saya sudah janji dengan Dandim Wamena akan baku tembak,”singkanya.

Yang jelas, tambah Puron, perang terbuka ini dilancarkan, karena Presiden Jokowi mengklaim Ppaua sudah aman. “Presiden turun ke Papua, dia bilang aman tapi buktinya ada pertumpahan darah,”tukasnya.

Puron Wenda juga mengklaim sudah mempersatukan semua kelompok OPM. “Saya sudah persatukan OPM, baik itu pimpinan Leka Telenggen di Yambi, Militer Murib di Ilaga dan Goliat Tabuni di Tingginambut, untuk bersama-sama lawan Indonesia,”paparnya.

Puron mengungkapkan, mereka bertemu dan bersatu beberapa waktu lalu di Ilaga. “Kami adakan pertemuan beberapa waktu lalu di Ilaga Puncak,”kata Puron tanpa menyebut dengan jelas hari dan tanggalnya.

Mengenai kelompok Yambi, ujar Puron, dipimpin Mati Telenggen 22 tahun dan Leka Telenggen 30 tahun. “Yambi itu kampung saya, Mati Telenggen dan Leka Telenggen adalah komandan Pos TPN OPM di sana,’’jelasnya.

Adapun jumlah senjata yang dimilik mereka, sebanyak 16 pucuk laras panjang dan 2 pucuk laras pendek FN. “Mereka punya anggota banyak ada sekitar 50 an orang, senjata api sekitar 16 pucuk jenis SSI, AK Moting, Moser, AK 47 M16 dan FN,”terang Puron.

Sebagian besar senjata itu adalah hasil rampasan dari TNI/Polri. “Kami rampas itu dari TNI/Polri, senjata yang baru dari Pos Polisi Kulirik beberapa waktu lalu,”paparnya.

Ditanya kenepa menyerang warga sipil, Puron menegaskan, karena itulah bagian dari perang terbuka yang dilancarkan. “Warga sipil jadi target, karena Presiden klaim Papua aman, jadi kita hajar sipil, pengusaha kios kah, tukang ojek kah, buruh bangunan kah, PNS kah yang penting pendatang,”tandasnya. (jir/don/l03)

Source: BintanPapua.com, Rabu, 03 Jun 2015 03:31

OPM Tebar Teror, Polri Siaga

Puron Wenda, Enden Wanimbo dan Pasukan Mereka
Puron Wenda, Enden Wanimbo dan Pasukan Mereka (bintangpapua.com)

JAYAPURA – Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka Pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo, yang bermarkas di Lanny Jaya Papua, menebar teror. Teror itu dalam bentuk ancaman akan melancarkan perang terbuka terhadap TNI-Polri dan masyarakat non Papua.

“Mulai sekarang kami nyatakan perang revolusi total dari Sorong hingga Merauke yakni perang secara terbuka terhadap semua orang Indonesia yang ada di Tanah Papua,”ujar Enden Wanimbo melalui telepon selulernya, Jumat 22 Mei.

Perang terbuka ini, kata Enden, untuk menyatakan ketegasan bahwa perjuangan Papua Merdeka tetap menjadi harga mati, dan menolak segala bentuk dialog. “Sekaligus juga menyikapi pernyataan Presiden Jokowi, bahwa Papua sudah aman, itu tidak benar,”tegasnya.

Menurut Enden, guna mendukung aksi perang terbuka, kelompoknya saat ini sudah mengumpulkan berbagai senjata dan amunisi. “Persenjataan sudah kami persiapkan untuk melancarkan perang terbuka,”tandasnya.

Sementara hal senada juga dikatakan Puron Wenda, bahwa pernyataan Presiden RI Jokowi, yang mengatakan Papua sudah aman tidak benar. “Presiden katakan Papua aman itu tidak benar, Komando OPM siap perang, kami tak mau dialog yang diatur-atur Indonesia. yang suka tipu-tipu,”ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, kelompoknya sedang menyiapkan persenjataan. “Persenjataan sedang dikumpulkan untuk dimulainya perang terbuka, sekarang tinggal tunggu komando maka perang dimulai,”tegasnya.

Dalam perang terbuka atau yang dinamai revolusi total dari Sabang sampai Merauke, kelompok OPM Puron Wenda dan Enden Wanimbo akan berupaya mengusir Indonesia dari Papua.

Ia juga mengatakan, bahwa semua gerakan mereka adalah gerakan Politik untuk kemerdekaan Papua. “Kami bukan kelompok kriminal, kelompok pengacau, kelompok kecil, tapi kami pejuang kemerdekaan Papua,”jelasnya.

Enden Wanimbo juga mengajak wartawan asing untuk masuk ke Papua, guna menyaksikan secara langsung aksi yang akan mereka lancarkan. Wartawan Internasional, nasional harus ada kebebasan untuk ambil berita di Papua,”pungkasnya.

OPM Sebar Teror, Polisi Siaga

Sementara itu, menyikapi ancaman OPM tersebut, Polda Papua meminta seluruh jajarannya untuk siaga dan waspada. “Kami minta Polres khususnya yang selama ini dianggap rawan untuk siaga dan waspada, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, terutama dari ancaman kelompok-kelompok yang selama ini kerap mengacau,”ujar Juru Bicara Polda Papua Kombes Patrige Renwarin, Jumat 22 Mei di ruang kerjanya.

Memang, lanjut dia, ancaman serang dari kelompok bersenjata sudah kerap dilontarkan, namun untuk kali ini diminta keseluruh jajaran untuk meningkatkan kewaspadaan. “Sudah sering mereka ancam, tapi kami tidak meresponnya dengan langkah represif, hanya antisipatif dan preventif,”terangnya.

Ancaman yang dilontarkan kelompok bersenjata itu, jelas ingin menciptakan keresahaan di tengah-tengah masyarakat, sehingga perlu waspadai sedini mungkin. “Kami menganalisis sejauh mana ancaman yang dilancarkan, yang jelas tujuannya membuat masyarakat resah,”ucapnya.

Selain meningkatkan kewaspadaan, sambungnya, Polisi juga akan menggalang kelompok masyarakat baik itu masyarakat, adat dan agama untuk bersama-sama mencipatakan rasa aman dengan memberikan pemahaman kepada kelompok bersenjata itu, bahwa ancaman yang dilontarkan hanya akan meresahkan dan merugikan masyarakat Papua. “Kami akan coba berkoordinasi dengan tokoh adat, masyarakat dan agama, agar menjadi garda terdepan memberikan pemahaman kepada kelompok bersenjata itu, bahwa kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan lagi,”pungkasnya.

Mengenai akan ada penambahan pasukan di daerah yang dianggap rawan terutama lokasi markas kelompok OPM pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo, Patrige menyatakan, hingga kini belum perlu dilakukan. “Yang penting antisipasi, waspada tapi kalau memang ada Polres atau Polsek yang perlu penambahan personil tentu akan kami kirim,”tandasnya.
Kelompok OPM Puron Wenda dan Enden Wanimbo yang bermarkas di Lany Jaya menebar teror akan melancarkan perang terbuka terhadap TNI-Polri dan masyarakat non Papua. Perang terbuka sebagai komitmen perjuangan mereka untuk kemerdekaan Papua tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Kelompok Puron Wenda ini pernah menyerang Polsek Pirime tahun 2012. Tiga anggota Polisi tewas dan sejumlah senjata api berhasil dirampas. Sejumlah aksi penembakan juga kerap dilancarkan kelompok ini. Polda Papua bahkan sudah menetapkan anggota kelompok Puron Wenda cs sebagai Daftar Pencarian Orang. (jir/don/l03)

Source: Sabtu, 23 Mei 2015 02:12, OPM Tebar Teror, Polri Siaga

Ini Dia Kelvis Wenda, Anggota Separatis Bersenjata yang Ditangkap

Kelvis Wenda
Kelvis Wenda diperiksa di Polda Papua (suara.com/Lidya Salmah)

Suara.com – Tim Khusus Polda Papua kembali berhasil menciduk salah satu anggota separatis bersenjata pimpinan Enden Wanimbo bernama Kelvis Wenda di hotel Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (16/3/2015) malam.

Selasa (17/3/2015) pagi, Kelvis Wenda dibawa ke Subdit I Keamanan Negara Direktorat Reskrim Polda Papua untuk diperiksa.

Selama ini, Kelvis masuk daftar pencarian orang dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api jenis FN serta ratusan butir amunisi yang diselundupkan ke Wamena untuk kepentingan Organisasi Papua Merdeka.

Selain menangkap Kelvis, polisi juga menyita barang bukti di antaranya satu buah telepon seluler merk Nokia dan sejumlah dokumen terkait OPM.

Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris besar Patrige mengatakan Kelvis Wenda sudah pernah dicokok Polda Papua namun dilepaskan lagi karena saat itu tidak cukup bukti soal kepemilikan senjata api jenis Baretta.

Namun, dalam pengembangan, senjata Baretta yang sebelumnya tidak diakui milik Kevis akhirnya terkuak. Menurut rekan Kelvis, Kamori Murib, yang ditahan di Polda Papua, senjata tersebut memang milik Kelvis.

“Karena itu polisi kembali menangkap Kelvis Wenda di Wamena,” kata Patrige di Jayapura.

Sebelumnya, pada Januari 2015, Timsus Polda Papua telah menangkap tiga anggota OPM.

Ketiga orang itu merupakan anggota OPM pimpinan Purom Wonda dan Enden Wanimbo yang menurut polisi kerap menebarkan teror terhadap aparat TNI dan Polri serta warga sipil di wilayah Kabupaten Lanny Jaya, Papua. (Lidya Salmah)

Sumber: Suara.com, Siswanto : 17 Mar 2015 | 15:22

OPM Tembak Dua Warga Sipil di Lanny Jaya

Kapolda Papua, Irjen (Pol) Drs. Yotje Mende. Inzert: kedua korban (Gurik dan Markus)JAYAPURA – Kelompok TPN/OPM kembali berulah di Kabupaten Lanny Jaya. Kali ini, dua warga sipil yang bekerja sebagai karyawan swasta PT. Nirwana ditembak, di Kampung Popome, Distrik Balingga Kabupaten Lanny Jaya, pada Kamis (29/1) pagi sekitar pukul 06.00 WIT

Kedua korban penembakan tersebut, masing-masing bernama Gurik Murip (25 tahun) mengalami tembak di bagian tangan kanan dan Markus (26 tahun), terkena serpihan peluru di bagian bahu kiri, belakang telinga sebelah kanan dan kepala bagian atas. Kini mereka telah dievakuasi ke RS Wamena, Kabupaten Jayawijaya untuk mendapat pengobatan secara intensif.

Kapolda Papua Irjen Pol Drs. Yotje Mende saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan adanya penembakan itu. “Ada penembakan itu, tapi saya belum mendapat laporan resmi,” katanya, usai sertijab para Kapolres di Aula Rastra Samara Mapolda Papua, Kamis (29/1).

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Patrige mengatakan, penembakan itu terjadi, saat dua korban mengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis Solar dengan menggunakan mobil Strada dari Tiom menuju Popome.

“Akibatnya, dua pekerja PT. Nirwana terkena tembak dan mereka sedang dirawat di rumah sakit. Pelaku penembakan juga membakar alat berat jenis exavator,” kata dia.

Patrige mengungkapkan, ketika anggota polisi mendapat laporan itu, langsung menuju ke lokasi untuk mengejar para pelaku. Namun pelaku berhasil melarikan diri setelah penembakan.

“Mereka merupakan kelompok kriminal bersenjata. Namun pasca kejadian, kondisi sudah aman. Hanya saja, kerugian material hanya satu exavator yang dibakar itu,” ucapnya.

Lanjut dia, pihak kepolisian di sana akan terus melakukan pengejaran siapa kelompok penembakan tersebut. “Kami belum tahu kelompok itu dari mana. Kami akan dalami itu,” tutupnya. (loy/don/l03)

Source: Jum’at, 30 Januari 2015 09:00, BinPa

Pelaku Penembakan Di-deadline 3 Hari

Willem Wandik dan Irjend (Pol) Drs. Yotje MendeJAYAPURA – Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Polisi, Yotje benar-benar tidak akan mau kompromi dengan pelaku penembakan di Puncak Ilaga yang menewaskan 2 anggota Brimob di depan Kantor Bupati Puncak, Rabu (3/12). Untuk itu, Kapolda memerintahkan kepada anggotanya untuk mengejar dan menangkap pelaku penembakan dua anggota Brimob tersebut. “Kami mengutuk perbuatan pelaku penembakan itu karena mereka telah melanggar HAM dan tidak berprikemanusiaan hingga melakukan penembakan secara sadis terhadap anggota kami dari belakang. Saya sudah perintahkan untuk mengejar dan menangkap pelaku itu,” tegas Kapolda Papua, usai melakukan pertemuan dengan Kasdam ZVII/Cenderawasih, dan Bupati Puncak Willem Wandik di ruang Cenderawasih Mapolda Papua, Jumat (5/12) kemarin.

Meski telah memerintah anggotanya untuk melakukan pengejaran dan penangkapan, namun pihaknya tidak ingin anggotanya dianggap bahwa pengejaran merupakan balas dendam.

“Itu bukan balas dendam, tapi menangkap pelaku kejahatan itu. Saya minta jangan melakukan tindakan siporadis atau menangkap secara membabi buta. Jika salah melakukan tindakan hukum akan ada resiko,” tekan Kapolda.

Sebelum dilakukan penangkapan, Kapolda Yotje memberikan batas waktu (deadline) 3 hari kepada para pelaku untuk menyerahkan diri dan menyerahkan senjata yang mereka rampas. Apabila tidak menyerahkan diri sesuai deadline waktu, maka polisi akan terus melakukan pengejaran untuk menangkap para pelaku tersebut.

Bahkan, pihaknya akan meningkat kegiatan operasional dan fokus untuk mencari dan mengejar serta penangkap pelaku secara hidup-hidup atau mati maupun jaringannya. “Saya berikan waktu untuk menyerah dan tidak boleh melakukan tindakan-tindakan di luar kemanusian,” mintanya.

Kapolda Yotje mengaku bahwa dirinya masih punya keinginan untuk berdamai dengan kelompok tersebut, dengan syarat mereka harus menyerahkan diri dan tidak melakukan perbuatan yang tidak manusiawi. “Saya masih memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyerahkan diri dan mengembalikan senjata itu. Namun apabila tidak, maka mereka tetap dikejar sampai tertangkap,” tandas dia.

Untuk jumlah personil, Kapolda Yotje telah kekuatan personilnya sebanyak 1 Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau sebanding dengan 100 personil Polri dilengkapi peralatan untuk mengejar para pelaku tersebut.

“Kami sudah sepakat dengan TNI dan masyarakat. Kami akan tambah perkuatan rencananya 1 SSK dari Polisi. Jumlahnya kurang lebih 100 orang dengan peralatan lengkap. Kami akan cari mereka,” kata Kapolda Yotje.

Disinggung pelaku kelompok dari mana? Kapolda Yotje enggan membeberkan kelompok dari mana para pelaku penembakan itu. “Kali saya tidak memberitahukan kelompok mereka. Yang jelas, saat menembakan anggota kami, mereka sebanyak 5 orang dan kami sudah ketahui mereka. Mereka masih ada di Kabupaten itu,” tandas dia.

Sementara itu, Bupati Puncak Willem Wandik mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Puncak menyatakan sikap untuk mendukung langkah Kepolisian Papua yang akan melakukan pengejaran dan pencarian terhadap Kelompok Bersenjata yang menembak dua personil Brimob tersebut.

Ia menyatakan, jika pengejaran tidak dilakukan maka masalah yang terjadi di daerahnya tidak akan selesai, dan masyarakat di sana akan ketakutan dalam melaksanakan aktivitas. “Masyarakat Puncak sangat rindu kelau ada kedamaian di daerahnya,” ucapnya.

Bupati Willem menilai, pelaku penembakan tersebut tidak memiliki kasih dan mereka harus di denda sesuai dengan kesepakatan yang berlangsung pada bulan November lalu. “Ada enam kesepakatan yang dilakukan terhadap para pelaku penembakan di sana. Kami tuntut Rp2 miliar. Kalau tidak pelakunya maka, kepada keluarganya,” tegas dia.

Disinggung motif pelaku penembakan itu, Bupati Willem mengungkapkan, motif penembakan itu hanya ingin merampas senjata. Tapi dampaknya ke masyarakat. “Ketika mereka melakukan pengacauan, lalu mereka hilang. Masyarakat jadi ketakutan hingga membuat situasi tidak aman,”katanya.

Apakah perbuatan mereka untuk memperjuangkan merdeka? lagi,lagi Bupati Willem menandaskan, bahwa Perjuangan Papua merdeka tidak seperti ini. “Tidak bisa dan kami tidak setuju. Mereka ini tidak punya hati. Kami berupaya membangun daerah dan keluar dari ketertinggalan, keterisolasian tapi mereka mengacau sehingga perkembangan pembangunan semua macet,” ucapnya. (loy/don)

Sabtu, 06 Desember 2014 12:46, BP

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny