Didaulat Jadi ‘Presiden’ Forkorus Ditangkap

Edison Waromi, Perdana Menteri Republik Demokratik Papua Barat Versi KRP III, 2011
Edison Waromi, Perdana Menteri Republik Demokratik Papua Barat Versi KRP III, 2011

JAYAPURA – Kongres Rakyat Papua III yang dimulai Senin (17/1) di lapangan Zakeus, Padang Bulan sampai Rabu (19/10) kemarin berakhir tragis. Sejumlah Tokoh gerakan Papua Barat yang dinilai punya andil dalam Kongres tersebut diciduk aparat gabungan TNI-Polri, yang melakukan pembubaran massa di sekitar lokasi Kongres , Rabu (19/10), kemarin. Suara tembakan yang dilepaskan aparat gabungan TNI dan Polri kerap kali terdengar di sekitar lokasi kongres. Tembakan tersebut untuk memperingati dan membubarkan masyarkat yang berkumpul di sepanjang jalan menuju Waena, karena dinilai menghambat kerja aparat keamanan dalam menjalankan tugas pengamanan setelah dibubarkannya kongres III Papua. Akibatnya Abepura dan sekitarnya sempat mencekam. Dalam pembubaran massa itu, dua tokoh gerakan Papua Barat yang didaulat sebagai “Presiden” dan “Perdana Menteri” yaitu Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi, diamankan aparat gabungan TNI/Polri, Rabu.

Keduanya ditangkap setelah satu jam sebelum Kongres Papua III mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Papua Barat di Lapangan Zakeus, Padang Bulan. Tak hanya itu data terakhir dari kepolisian menyebutkan, ada 300 orang peserta kongres ikut diamankan, dan digiring ke Mapolresta Jayapura.

Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan kepada wartawan di TKP mengatakan, KRP III, mengatakan massa terpaksa dibubarkan aparat karena dianggap melanggar kesepakatan yang disepakati bersama antara penanggung jawab Kongres dengan Aparat. “Kami sudah toleransi diawal pelaksanaan kongres, dimana bendera Bintang Kejora dikibarkan, namun kami tetap sabar bahwa acara pengibaran itu dilakukan dalam sebuah tarian hingga masih dapat ditolerir,”katanya.

Kapolres menyatakan, aparat terpaksa membubarkan massa Kongres karena hasil kongres yang telah mendeklarasikan negara Federasi Papua Barat sudah masuk dalam bentuk kegiatan Makar dan hal ini tidak dibenarkan Hukum. Apalagi hasil kongres menyatakan berdirinya Negara Federasi yang terpisah dari NKRI, apalagi telah terpilih Presiden dan Perdana Menteri Forkorus dan Edison Waromi.

“Jelas ini merupakan tindakan makar mendirikan negara dalam Negara yang sah, maka kami segera mengambil langkah membubarkan KRP III serta mengamankan Forkorus dan Edison,” ungkap Kapolresta Imam Setiawan kepada Wartawan Rabu( 19/10) Sore kemarin usai pembersihan areal Kongres oleh aparat gabungan TNI dan Polisi.

Kapolresta juga menyatakan, agar masyarakat tidak terprovokasi dengan keadaan,. Sementara itu aparat Kepolisian melakukan bolakade di ruas jalan Padang Bulan, tepatnya didepan SMP Paulus hingga jalan Sosiri Padang Bulan, hal ini mengakibatkan warga dan sebagian masyarakat umum tidak dapat melintas dijalan tersebut

Di tempat terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Pol Wachyono mengatakan, kongres Papua III telah melanggar perijinan sehingga dibubarkan. “Kongres dibubarkan karena melanggar perijinan. Dimana yang pertama membentangkan bendera bintang kejora pada saat pembukaan, dan yang kedua adalah membacakan deklarasi Papua Barat. Padahal itu tidak ada dalam perijinan, sehingga harus dibubarkan,” kata Wachyono saat dihubungi wartawan Antara melalui telepon seluler dari Jayapura, Rabu malam.

Dia menilai, inti dari kongres Papua III tidak sesuai dengan ijin yang dilayangkan ke pihak kepolisian. Dimana pelanggaran itu sudah terjadi sejak pembukaan hingga berakhirnya kongres, sehingga harus dibubarkan.

“Inti dari kongres itu apa?, Pelanggarannya disitu karena tidak sesuai dengan apa yang diajukan,” ujarnya.

Menurut dia, akibat dari pelanggaran itu, pihak aparat gabungan TNI dan Polri terpaksa menangkap beberapa peserta kongres, diantaranya Presiden Papua Barat Forkorus Yaboisembut dan Perdana Menteri Edison Waromi.

“Tugas kepolisian kan mengamankan jalannya kongres tersebut, ternyata dari pihak mereka tidak ingin diamankan malah melanggar aturan, terpaksa beberapa orang kita amankan untuk ditahan dan dimintai keterangan,” ujarnya.

Saat menyinggung soal pasal yang akan dikenakan, kata Wachyono, saat ini belum bisa ditetapkan karena masih harus diperiksa. Jika nantinya ada unsur makar atau lainnya baru akan dikenakan.

“Intinya masih dalam pemeriksaan awal dan diamankan untuk dimintai keterangan. Dari jumlah yang ditangkap tidak semuanya dinyatakan tersangka, pasti ada yang dilepas,” katanya.
Sementara terkait informasi bahwa adanya korban tewas dalam pembubaran tersebut, Wachyono mengaku, sampai saat ini pihaknya belum mendapat laporan tersebut.

“Itukan baru isu, kabar pastinya belum ada. Yang pasti saya masih menunggu data pasti dari aparat yang bertugas dilapangan,” katanya.

Diketahui, dibubarkannya kongres Papua III oleh aparat gabungan TNI dan Polri berlangsung pada pukul 15.00 WIT setelah dibacakannya deklarasi kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi Abepura dan sekitarnya berangsur normal, namun aparat kepolisian tetap melakukan penjagaan di beberapa titik rawan guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sementara itu hasil pantuan wartawan Bintang Papua, penutupan Kongres Rakyat Papua- KRP III berakhir dengan pendeklarasian Berdirinya Negara Federasi Papua Barat oleh Forkorus Yoboisembut. Terbentuknya Negara Federasi Papua Barat yang dinyatakan resmi sesuai hasil Kongres Rakyat Papua Tahun 2011 secara resmi menyatakan Papua Barat sebagai Negara dengan Kepala Negera Forkorus sendiri dan Edison Waromi sebagai Perdana Menteri.
Dalam pernyataan resmi hasil Kongres yang dibacakan Forkorus dihadapan peserta KRP III, menunjukkan Papua sebagai suatu Negara Amerika serta negara negra lainnya didunia harus mengakui kedaulatan Negara Papua Barat serta memasukkan Negara Federasi Papua Barat sebagai anggota Perserikatan Bangsa bangsa( PBB). Forkorus bersama unsur pimpinana Negara Papua Barat menyatakan dideklarasikannya Negara Papua Barat, maka perangkat perangkat sebuah Negara sudah sudah ditetapkan, dimana nama negara adalah Negara Federasi Papua Barat , lambang Negara Burung Mambruk memiliki Bendera Kebangsaan yaitu Bintang Fajar, dengan lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua serta mata uang Golden dengan bahasa nasional Vigin, melayu Indonesia lokal Papua serta bahasa Inggris.

Forkorus juga menjelaskan tentang batas batas negara Papua Barat, dengan asas falsafah negara Dengan demikian hari ini, Rabu 19 Oktober kami menyatakan merdeka dan berdaulata penuh sebagai Negara. Dengan dideklarasikannya Negara federasi Papua Barat maka Indonesia segera mengakhiri kedudukannya di Papua Barat demikian isi pernyataan Forkorus . Dinyatakan bahwa Negara Belanda, Indonesia dan Amerika serikat segera mengambil alih kekuasaan di Papua Barat dalam tempo sesingkat singkatnya.

Setelah pembacaan pernyataan berdirinya Negara Federasi Papua Barat, unsur pimpinan Negara yang dipilih dalam Kongres Rakyat Papua III segera membahas asas asas negara Papua Barat serta Undang undang Negara. Setelah Forkorus yang diangkat sebagai Kepala Negara selesai membacakan deklarasinya dihadapan massa Kongres, semua peserta kongres yang hadir menyambut dengan sambutan hangat dengan mengelililngi lapangan Zakheus Tunas Harapan.

Adapun Selpius Bobi sebagai Ketua KRP III menyatakan, “ Kami bangsa Papua Barat melalui forum tertinggi telah mendeklarsikan kembali deklarasi lembali proklamasi yang pernah dinyatakan oleh komite Nasional Papua tanggal 19 Oktober tahun 1961 dan hari ini genap 50 tahun, dimana 50 tahun bangsa Papua hidup megembara dari episode ke episode dari jaman untea belanda hingga hari ini kami mau mengembalikan kedaulatan sejati yang pernah ada itu, komitemen kami bulat, ungkap Selpius Bobi. Hari ini kami rakyat Bangsa Papua mau menyatakan dan mengembalikan kedamaian sejati yang pernah ada.

Selpius menerangkan bahwa Kongres Rakyat Papua yang digelar ini merupakan kemauan rakyat Papua, ketika ralyat Papua mendengar akan ada kongres Papua III mereka semua datang dan membiayai sendiri Kongres Papua ini bahkan membiayai panitia, dan kongres yang berlangsung hari ini adalah murni dari rakyat Papua, dengan demikian hari ini kami telah berdaulat untuk itu ada beberapa upaya untuk mewujudkan Negara Federasi Papua Barat melalui mekanisme Hukum Internasional, hingga PBB mengakui Kedaulatan kami.(Ven/cr-31/bom/don/l03)

Dua Tersangka OPM Masih Pemberkasan

Jayapura- Dua tersangka TPN/OPM kasus pembakaran taksi dan penembakan di tanjakan Kampung Nafri, yang sebelumnya ditangkap 31 Agustus lalu di perbukitan Skyland, kini masih dalam proses pemberkasan oleh tim penyidik Polres Kota Jayapura. Untuk kelengkapan berkas kedua tersangka TPN/OPM itu, Senin (19/9) kemarin, tim Penyidik Polres Jayapura Kota memeriksa 2 saksi tambahan. “Kita sudah memanggil 2 saksi tambahan hari ini (kemarin) untuk melengekapi berkas perkara terhadap 2 tersangka pelaku pembakaran taksi serta pelaku penembakan di Kampung Nafri,” kata Kasubag Humas Polres Jayapura Kota, Ipda Heri Susanto SH saat dikonfirmasi wartawan, Senin (19/9) kemarin diruang kerjanya . Dikatakan, untuk hasil pemeriksaan terhadap kedua saksi tambahan pihaknya belum bisa dibeberkan karena mereka masih tahap pemeriksaan oleh Penyidik Reskrim Polres Jayapura Kota.

“Penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti saat terjadi pembakaran di tanjakan Skyland dan penembakan di Tanjakan Kampung Nafri beberapa bulan lalu untuk memperkuat berkas perkara terhadap kedua tersangka yang berhasil ditangkap di tanjakan Skyland 31 Agustus lalu,” ujarnya

Kasubag Humas menuturkan, selain memeriksan kedua saksi ini pihaknya juga akan memanggil saksi lainnya, sehingga proses penyerahan pemberkasan lebih cepat. “Untuk pemanggilan saksi orang yang melihat orang yang lolos pada saat sekelompok kriminal bersenjata melakukan penembakan terhadap warga,” tandasnya

Dijelaskan, khusus tersangka PK terlibat dalam kasus pembakaran dan pembunuhan sopir taksi serta penembakan di Kampung Nafri tanggal 1 Agustus 2011 lalu, sedangkan tersangka EK hanya terlibat kasus pembakaran dan pembunuhan terhadap sopir taksi di tanjakan Skyland.

“Untuk itu, terkait pemeriksaan terhadap saksi-saksi ini mudah-mudahan terungkap pelaku lainnya. Yang jelas, polisi akan terus bekerja melakukan pengejaran terhadap pelaku pembunuhan sopir taksi dan pelaku penembakan di KIampung Nafri yang selama ini terjadi,”jelasnya.(CR32/don/l03)

BP, Senin, 19 September 2011 18:04

Pernyataan Sikap KNPB Terkait Penangkapan Jemaat Baptis di Papua

Sejak bangsa Papua Barat dipaksa berintegrasi dengan Indonesia melalui rekayasa penentuan pendapat rakyat (PEPERA) 1969, wilayah Papua Barat di jadikan target lahan bisnis eksploitasi dan konflik yang sarat dengan kepentingan terselubung Jakarta dan pihak asing. Kekerasan, teror, intimidasi, pembunuhan dan penyiksaan terhadap warga sipil.

Refresifitas aparat keamanan TNI-POLRI terhadap aktifitas sosial masyarakat sipil di Papua masih saja dilakukan melalui pendekatan-pendekatan militeristik, tindakan kekerasan dan perampasan terhadap hak – hak warga sipil kerapkali dilakukan oleh aparat keamanan TNI-POLRI tanpa melalui prosedur hukum yang jelas.

Kini aparat gabungan TNI-POLRI kembali melakukan peristiwa penggrebekan dan kekerasan, tepatnya menjelang akhir lebaran dini hari, Rabu, 31 Agustus 2011, pukul 05.00 WP subuh, dimana Saudara/I umat Muslim sedang merayakan lebaran, aksi penggrebekan dan penangkapan terhadap 15 Orang Warga Sipil di Kota Raja Gunung, Kelurahaan Wahno – Kota Raja, merupakan peristiwa yang sangat mengejutkan.

Alasan penangkapan dan penyiksaan belum jelas, sementara dugaan terkait dengan penyerang yang terjadi di kampung Nafri 01 Agustus 2011, yang menewaskan 4 orang warga sipil dan 1 orang prajurit TNI AD, namun indikasi penyerangan yang dituduhkan masih simpang siur karena pihak keamanan belum mampu menangkap pelaku sebenarnya.

Dalam aksi penggrebekan, di kabarkan keterangan dari pihak orang tua korban, Dessy Kogoya seorang perempuan berumur 9 tahun sampai hari ini belum ditemukan, indikasinya anak tersebut di culik saat aparat gabungan melakukan penyerangan. Sampai saat ini pihak orang tua korban masih melakukan pencarian di seluruh wilayah Jayapura,

Pemerintahaan SBY-Boediono Otak di Balik Seluruh Serangkaian Aksi Kekerasan.

Pemerintahan rezim NKRI pimpinan Susilo Bambang Yudohyono – Buediono (SBY – Boediono) sejak masa kepemimpinannya menjanjikan penyelesaian terhadap persolan rakyat Papua dengan memberikan ruang demokrasi seluas-luasnya bagi rakyat Papua Barat untuk mandiri dalam menentukan nasibnya sendiri, tetapi harapan penyelesaian terhadap persoalan-persoalan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia hanya isapan jempol rezim SBY-Boediono.

Konflik dan ketegangan di wilayah Papua Barat tidak akan pernah terselesaikan dengan baik, UU. No. 21/2011 (Otonomi Khusus bagi Papua) bukan solusi penyelesaian akar persoalan di Papua Barat, pembangunan, infrastruktur dan kesejahteraan bukan bagian dari penyelesaian masalah malah semakin mempersubur konflik kepentingan, bisnis dan perebutan lahan bagi para kapitalis (pemegang modal) di semua lini sektor yang ada.

Pemerintahan rezim SBY-Boediono harus bersikap terbuka terhadap solusi bagi penyelesain konflik di Papua, sebab konflik yang telah berkepanjangan sejak wilayah Papua Barat dianeksasi ke dalam pangkuan NKRI 1969 tidak dapat di pertahankan dengan slogan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI Harga Mati.

Persoalan rakyat Papua merupakan persoalan Internasional bukan persolan Nasional NKRI, maka perlu diselesaikan melalui jalur politik dan hukum internasional, pengakuan terhadap hak kedaulatan politik, ekonomi serta sosial-budaya rakyat Papua Barat sebagai sebuah bangsa yang layak memperoleh kemerdekaan penuh dari cengkraman neo kolonialisme Indonesia dan Imperialisme Global.

Terkait dengan kasus penangkapan dan penyiksaan terhadap 15 orang jemaat Babtis Wahno, Kelurahan Wahno-Kota Raja – Papua, maka berikut pernyataan sikapnya:

1. 1. Mendesak pemerintahan rezim NKRI fasis Susilo Bambang Yudoyono – Boediono segera menyelesaikan persoalan rakyat Papua Barat secara konsisten, bermartabat, menyeluruh dan demokratis dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri.
2. 2. Mendesak Pemerintah Indonesia segera menarik pasukan militer organik maupun non-oragnaik dari seluruh wilayah Papua Barat.
3. 3. Mengutuk keras apapun bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap warga sipil tanpa alsan yang jelas, tindakan represif aparat gabungan TNI-POLRI yang melakukan penangkapan dan penyiksaan sewenang-wenang terhadap 15 Orang Jemaat Baptis warga Kelurahan Wahno-Kota Raja – Papua, merupakan pelanggran HAM Berat.
4. 4. Mendesak pihak Polda Papua segera bebasakan 2 Orang Jemaat Baptis yang masih dalam proses penahanan tanpa syarat.
5. 5. Mendesak pihak Polda Papua menemukan dan mengembalikan Dessy Kogoya anak gadis berumur 9 Tahun, sebab penculikan anak dibawah umur merupakan pelanggaran terhadap UU Perlindungan anak.
6. 6. Menyampaikan solidaritas yang kuat kepada pihak korban yang dianiaya.

Demikian Perss Release,

“Kita Harus Mengakhiri”

Port Numbay, 06 September 2011.

Badan Pengurus Pusat

Komite Nasional Papua Barat
——————–
Sumber: Kompasiana.com

Komnas HAM Kumpulkan Data

JAYAPURA – Meskipun penahanannya sudah dilepas, namun proses penangkapan 15 orang di kawasan Skayland pada 31 Agustus lalu oleh aparat gabungan TNI dan Polri, yang kemudian 13 diantaranya dilepas, masih tetap menjadi perhatian serius Komnas HAM Perwakilan Papua. Hal itu setelah Komnas HAM menerima pengaduan dari keluarga Korban. “Perkembangan kasus 31 Agustus itu sedang dalam pemantauan, kami mengikutinya dari sejak peristiwa terjadi hingga sekarang,” ungkap Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Mathius Murib saat ditemui Bintang Papua di Waena, Kamis (8/9).

Menurutnya, ada yang menarik dalam proses penggrebekan dan penangkapan hingga pembebasan 13 diantaranya. “Menariknya tidak prosedural, ada penyiksaan, bahkan yang lebih ngeri itu ada anak sekitar 7 atau 8 tahun yang ternyata diculik pada waktu itu,” jelasnya. Sejak mendapat pengaduan dari keluarga korban, dikatakan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan. “Sejak peristiwa itu kami sudah mendapat pengaduan dari korban, dan kami sedang memantau sampai sekarang,” jelansya.

Dikatakan, dalam beberapa hari ke depan, hasil pemantauan dan pengumpulan data telah selesai. “Hasilnya belum bisa diungkapkan. Dalam beberapa hari ke depan mudah-mudahan selesai,” jelasnya lagi.

Disinggung tentang klaim KNPB bahwa ada rekayasa dalam sejumlah peristiwa yang terjadi di Papua dan khususnya di Kota Jayapura, menurutnya harus melalui pembuktian secara hukum. “Untuk mengarah ke pembuktian itu siapapun boleh memberikan pendapat, tapi hendaknya berdasarkan investigasi yang benar-benar, sehingga hasil investigasi itu bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Menurutnya, jika telah dilakukan investigasi, baru diketahui hasilnya. “Harusnya klaim bahwa siapa yang harus bertangungjawab, ini motifnya, ini rekayasa atau bukan. Semestinya begitu (berdasarkan data akurat). Kalau mau buat pernyataan saja boleh, itu hak, tetapi semestinya melalui prosedur yang baik,” ujarnya lagi.

Sedangkan saat disinggung apakah belum ada investigasi secara menyeluruh, dikatakan bahwa hal itu merupakan masalah tersendiri. Karena kejadian yang beruntun dan hamper setiap hari ada kasus yang harus ditangani polisi.

“Itu yang masalah kita. Seperti diakui oleh polisi bahwa kita kewalahan, insiden terjadi setiap hari, bahkan satu orang bisa lebih dari satu kasus. Dalam kondisi seperti itu, siapapun sebagai manusia biasa terbatas. Polisi ka, LSM ka, Komnas HAM ka, itu terbatas. Akan tetapi apapun alasannya peristiwa itu harus diungkap dan proses pengungkapannya kewenangannya lebih besar ke Polisi,” ungkapnya.

Saat ditanya tentang apakah Komnas HAM juga berupaya melakukan investigasi, dikatakan bahwa pihaknya terkendala oleh batasan kewenangan. “Prosedurnya harus ada pengaduan resmi. Kedua advis yang terbatas, sehingga kita hanya memantau, dan merekomendasikan,” hanya itu.

Sementara proses penegakan hukum hingga pengungkapan adalah menjadi tanggungjawab Polisi. Sedangkan terkait peran pemerintah, menurutnya sat ini eksekutif maupun legislative terkesan masih diam.

“Jadi selama ini yang sibuk itu NGO, gereja, Komanas HAM, Polisi, tapi elit politik ini diam saja. Ada beberapa kali mereka buat pernyataan. Yang dibutuhkan kan bukan hanya pernyataan-pernyataan. Tapi bisa mengunakan sesuai kewenangan untuk bertindak dalam merubah situasi untuk lebih baik. Itu fungsi legislasinya kan ada di DPR. DPR bisa menggunakan kewenangan itu,” jelasnya.(aj/don/l03)

BintangPapua.com, Kamis, 08 September 2011 23:43

Aparat Dinilai Salah Tangkap

JAYAPURA- Sementara itu, Socratez Sofyan Yoman dalam press releasenya yang diterima Bintang Papua menilai penangkapan yang dilakukan aparat gabungan TNI/Polri pada tanggal 31 Agustus 2011, salah sasaran, sebab yang ditangkap adalah masyarakat sipil yang ditangkap bukan pelaku pembakaran mobil di Skyline pada 6 Juli 2011 dan pelaku pembunuhan masyarakat sipil di Nafri, 1 Agustus 2011. “ Ini upaya-upaya aparat Negara untuk mengintimidasi, meng-kriminalisasi Gereja Baptis Papua yang selama ini dengan konsisten dan konseskwen menyuarakan penderitaan umat dan melawan kekerasan dan ketidakadilan di Tanah Papua. Kami sudah bertemu dengan dua orang yang ditahan pada tanggal 31 Agustus 2011 di ruang tahanan Polresta Jayapura dan mereka yang disangkakan pelaku ini mengaku kepada saya bahwa mereka tidak terlibat dan mereka dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku. Tetapi, kami dari pihak Gereja tidak mau membuka semua laporan kami dan kami akan mengumumkan laporan kami secara resmi kepada publik minggu depan,jelasnya.

Pertanyaan kami adalah apakah dua orang yang dipaksa mengaku pelaku ini mempunyai kemampuan untuk membunuh empat orang dan melukai hampir delapan orang di Nafri pada 1 Agustus 2011? Bagaimana penyerangan dan pembunuhan dengan teknik yang cepat dan rapi itu dilakukan oleh dua orang sipil ini? Logikanya ialah dua orang ini bisa ditangkap oleh banyak orang penumpang yang ada di dalam mobil waktu penyerangan itu? Tidak susah dari banyak orang penumpang itu untuk menghadapi dua orang ini?

Saya sampaikan kepada aparat keamanan mencari dan menangkap pelaku yang sesungguhya. Orang Tak dikenal (OTK) itu harus dicari dan ditangkap bukan rakyat kecil yang dikambinghitamkan. Sandiwara dan rekayasa seperti ini harus dihentikan, karena hanya menghancurkan wibawa Pemerintah dan aparat keamanan itu sendiri di mata publik Indonesia dan masyarakat Internasional. Aparat telah gagal mengayomi rakyatnya. Aparat keamanan sedang berperang melawan rakyatnya sendiri. Aparat keamanan sedang berperang dengan OTK. OTK itu siapa? OTK itu dari mana? OTK itu ada di mana?

Saya juga sangat heran kepada perilaku aparat keamanan. Bagaimana datang menangkap masyarakat sipil dengan perlengkapan senjata lengkap. Dan yang paling menakutkan adalah dua mobil datang dengan orang-orang memakai topeng. Maksud apa dan mengapa harus memakai topeng? Apakah yang menggunakan topeng ini bisa dikategorikan Orang-Orang Tak di Kenal (OTK) itu???

Perilaku aparat yang sangat tidak terpuji. Sikap yang sangat memalukan. Maaf, Anda sekalian, aparat keamanan, Anda tidak akan menghentikan suara Gereja Baptis Papua. Kami tidak sendirian di Tanah ini. Kami tidak sendirian di planet ini. Umat Tuhan di planet ini sedang melihat dan menyaksikan apa yang Anda lakukan di atas Tanah Papua ini.

Kami harap dan kami minta kepada aparat keamanan bebaskan dua orang sipil yang ditahan itu. Jangan menyakiti dan melukai hati nurani umat Tuhan.

Saya menutup press release ini dengan mengutip pengakuan aparat kepolisian bahwa mereka mengalami kesulitan untuk menangkap pelaku.

“Polisi tidak memiliki saksi sehingga kesulitan mengungkap pelaku kekerasan karena tidak ada saksi. Kita mau dapat informasi dari mana kalau tidak ada saksi. Kalau pun ada yang tahu peristiwa tersebut, tapi tidak mau memberikan kesaksiannya karena takut terhadap pelaku. Kita ketahui itu faktor-faktor luar yang menyebabkan pihak kepolisian kewalahan mengungkap pelaku kekerasan beruntun di kota Jaya dua bulan terakhir ini” ( Kabid. Humas Polda Papua, Kombes Polisi Wachyono, 27 Agustus 2011, di Hotel Aston Jayapura).

Aparat keamanan lebih mudah dan gampang menangkap penduduk sipil karena memang misi dan tujuan Pemerintah Indonesia ada di menduduki Papua adalah menjajah secara ekonomi, politik, keamanan dan pemusnahan etnis Melanesia secara sistematis, terprogram dan struktural.

Kekerasan, Kejahatan dan rekayasa, ketidakadilan, penindasan, diskriminasi dan eksploitasi seperti yang terjadi terhadap umat Tuhan atas nama keamanan Negara di Tanah Papua tidak bisa dibiarkan dan tidak bisa ditoleransi. Kehormatan dan integritas umat manusia harus dijaga.

Semua pihak, ada di Tanah Papua, kita bersama-sama hidup saling menghormati dan menjaga Papua sebagai rumah kita. Kita harus melawan kekerasan dan ketikadilan. Kejahatan terhadap kemanusiaan harus dilawan di atas Tanah ini.(*/don/l03)

BintangPapua.com, Jumat, 02 September 2011 17:10

Dicurigai OPM, 13 Orang Ditangkap di Perbukitan Skyland

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Wachayono saat menunjukkan sejumlah barang bukti yang berhasil diamankan aparat saat penyergapan 13 orang yang dicurigai sebagai anggota TPN/OPM di perbukitan skyland, Rabu (31/8).

Jayapura- Aparat gabungan TNI/Polri beranggotakan 115 personil berhasil menangkap 13 orang yang dicurigai sebagai kelompok TPN/OPM. Dari 13 orang tersebut, dua di antaranya dipastikan sebagai tersangka kasus penembakan dan pembunuhan di kampung Nafri, Distrik Abepura, Jayapura, beberapa waktu lalu. Penyergapan 13 orang yang dicurigai sebagai TPN/OPM ini dilakukan Rabu (31/8) saat umat muslim sedang melaksanakan hari raya Idul Fitri. Tiga belas orang tersebut berhasil disergap tim gabungan yang dipimpin langsung Kapolres Jayapura Kota, AKBP Imam Setyawan. Dari 13 orang tersebut terungkap dua diantaranya diduga kuat sebagai pelaku utama tindak kekerasan dan penembakan yang terjadi di skyland dan tanjakan kampung Nafri beberapa waktu lalu.

Kedua pelaku yakni PK dan EK. Awalnya keduanya dikatahui sebagai pelaku pembakaran mobil di Skyland pada (7/6), namun dari pengembangan penyelidikan, ternyata PK juga adalah pelaku penembakan serta pembunuhan di Nafri .

Hal itu sebagaimana diungkapkan Kapolda Papua IRJEN POL Drs BL TOBING kepada sejumlah wartawan Rabu (31/8) di ruang Cendrawasih Polda Papua. Dikatakan , jika pelaku adalah target lama, namun baru dapat diungkap dari saksi yang berhasil diamankan di Polresta Jayapura dalam operasi penangkapan tersebut.

Lebih lanjut Kapolda mengatakan, jika pihaknya masih terus akan melakukan penyidikan dan juga pengusutan kasus- kasus kekerasan yang terjadi di Kota Jayapura dan Papua umumnya.
Sementara dari hasil penyergapan tersebut, juga berhasil ditemukan barang bukti berupa dokumen TPN/OPM yang ditanam di dalam tanah, peluru doble loop, cap , anak panah, parang , busur, linggis , mesin ketik , sepatu PDL, tulang kasuari, buku diari milik DK pimpinan TPN/OPM, dompet milik OK wakil dewan revolusi TPN/OPM,serta beberapa HP dan dompet milik saksi.

Sementara pantauan ANTARA Jayapura, Rabu siang, di bukit belakang kompleks Vuria, Kotaraja, lokasi pengejaran dan penangkapan, sempat terjadi baku tembak sebelum akhirnya para pelaku diringkus.

Sementara Dani Kogoya yang oleh pihak kepolisian setempat dianggap sebagai otak serangkaian aksi teror di Kota Jayapura, berhasil meloloskan diri dalam penyergapan itu. Mereka yang ditangkap masing-masing-masing-masing, TW, AW, MK, BK, DK, SK, YK, YKO, YuK, WW, EK dan PKo.

AK dan PK yang sudah dijadikan sebagai tersangka sebelum penyergapan itu dilakukan aparat.

Lebaran BERJALAN AMAN
Sementara itu, mesikipun kota Jayapura akhir – akhir ini di kejutkan dengan serangkaian kejadian pembunuhan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum – oknum tertentu yang ingin mengacaukan keamanan,

namun saat pelaksanaan hari raya Idul Fitri tetap berjalan dengan baik dan kondusif. Hal ini di tegaskan Kapolda Papua IRJEN POL Drs BL TOBING saat gelar jumpa pers sekaligus halal bihalal dengan wartawan di ruang Cenderawasih Polda Papua Rabu (31/8) .

“Sampai saat ini situasi Papua kususnya Kota Jayapura menjelang dan saat hari raya Idul Fitri kondusif,”katanya. Lebih lanjut BL TOBING menegaskan kalau aparat keamanan TNI/POLRI akan selalu memberikan pelayanan keamanan terhadap masyarakat Papua khususnya Kota Jayapura sebagai barometer kamtibmas di Tanah Papua, oleh karena itu BL Tobing meminta agar masyarakat selalu menciptakan suasana yang aman dan jangan cepat terprovokasi oleh segalah bentuk isu yang tidak bertanggung jawab. (cr32/ant/don/l03)

Kamis, 01 September 2011 16:34
BintangPapua.com

Kapolres Bantah Tangkap 5 Aktifis

JAYAPURA [PAPOS] – Kepala Kepolisian Resor Jayapura Kota, KAKB H. Imam Setiawan SiK membantah secara tegas pihaknya melakukan penangkapan terhadap aktifis saat peringatan HUT Bhayangkara ke-65 tanggal 1 Juli lalu, Papua Pos edisi Senin [4/7].

Menurut Kapolres, petugas bukan melakukan penangkapan melainkan hanya untuk dimintain keterangan. Para aktifitas tersebut hanya dibawa untuk dimintai keterangan lebih lanjut, terkait kegiatan 1 Juli lalu, karena saat itu diduga akan membentangkan spanduk bertuliskna HUT OPM untuk dirayakannya.

‘’Oleh karena hal itu bertentangan dengan aturan pemerintah. Untuk itu, pihak kepolisian mengamankan guna dimintain keterangan lebih lanjut,” kata Kapolres Imam kepada wartawan diruang kerjanya, Senin [4/7] kemarin.

Menurut Kapolres, spanduk bertuliskan Hut OPM saat peringatan 1 Juli dilarang oleh pemerintah Indonesia. Awalnya ujardia, anggota menemukan segerombolan masyarakat, saat dicek ternyata mereka membentangkan spanduk bertuliskan HUT OPM, karena organisasi itu dilarang di negeri ini. ‘’Saat itu juga anggota mengamankan lima aktifis sekaligus kita bawa ke Polres,“ imbuhnya.

Lanjut Kapolres, kelima aktifis diperiksa seputar kegiatan mereka, apalagi mereka tidak mengantongi Suat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari kepolisian.”Jadi saat itu kelima aktifis kami bawa untuk dimintai keterangannya dan selanjutnya di pulangkan,” katanya.

Kapolres menambahkan, pemulangan dilakukan karena kelima aktifis tidak melakukan perbuatan anarkis. ”Kita hanya mintai keterangan mereka sedikit, terkait kegiatan mereka, kalau memang mau berdoa ya berdoa saja, jangan membentang-bentangkan spanduk yang dilarang,” terangnya.

Sekedar diketahui, sesuai data yang diperoleh koran ini kelima aktifis yang sempat diamankan pihak kepolisian diantaranya, Ketua Panitia kegiatan, Marthen Goo, Herman Katmo, Bovit, Yulian dan Sakarias Takimai. [loy]

Written by Loy/Papos
Tuesday, 05 July 2011 00:00

Ditangkap Karena Kumpulkan Massa Tanpa Ijin

JAYAPURA –Penangkapan 5 aktifis peringatan 1 Juli sebagai hari OPM oleh kepolisian, adalah untuk membubarkan pengumpulan massa yang tidak ada ijin. “Mereka kita bubarkan tidak sedang berdoa. Mereka kalau mau berdoa ya datang saja ke sana, tidak perlu kumpul di situ dan membuka spanduk,” ungkap Kapolres Kota Jayapura AKBP Imam Setiawan,SIK saat dihubungi Bintang Papua via hand phonenya, Senin (4/7) terkait penangkapan 5 aktivis yang menuai protes.

Dikatakan, para aktifis yang ditangkap, masing-masing Marthen Goo, Herman Katmo, Bovit, Yulian dan Sakarias Takimai, karena mengadakan pengumpulan massa yang tidak sesuai pemberitahuan yang ada di kepolisian. “Melihat itu anggota saya mengamankan dan membawa ke Polres, kemudian kita interogasi sedikit, dan siang itu langsung kita pulangkan juga,” ujarnya. Duterangkan, dalam melakukan pengumpulan massa harus mendapat ijin keramaian dari kepolisian. “Saat itu mereka sedang membentangkan spanduk sekitar 20 – 30-an orang. Sedangkan pemberitahuannya hanya pelaksanaan ibadan di Makam Theys. Sehingga beberapa aktifisnya kita amankan untuk kita mintai keterangan,” jelas Kapolres.

Disinggung tentang pemberitahuan yang telah diserahkan panitia, menurut Kapolres tidak ada pemberitahuan tentang adanya pengumpulan massa di Abepura. “Kalau di Sentani iya, oke. Kalau mau mengadakan kegiatan di sana silahkan. Tapi jangan kumpul-kumpul di situ bentangkan spanduk. Itu yang tidak benar. Itu yang tidak dibolehkan,” terangnya.(aj/don/lo3)

http://www.bintangpapua.com/headline/12322-ditangkap-karena-kumpulkan-massa-tanpa-ijin
Senin, 04 Juli 2011 22:27

Penangkapan 5 Aktifis Papua Diprotes

JAYAPURA – Terkait peringatan 1 Juli yang dipersiapkan oleh panitia yang diketuai Marthen Goo, ternyata terjadi penangkapan terhadap lima orang aktifis, termasuk Ketua Panitia sendiri. Penangkapan tersebut, menurut Selpius Bobiiterjadi di Abepura, sesaat sebelum kelimanya bersama sejumlah rekan lainnya bertolak ke Sentani. “Di saat mereka menunggu taksi untuk ke Sentani beberapa aktifis Papua ditangkap Polisi, diantaranya adalah Marthen Goo, Herman Katmo, Bovit, Yulian dan Sakarias Takimai,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Asrama Tunas Harapan Padang Bulan, Abepura, Sabtu (2/7). Setelah diinterogasi kelima aktifis Papua tersebut dilepas sore itu juga. Meski demikian, Selpius menilai penangkapan tersebut tidak bisa dibenarkan.

Selpius Bobii yang merupakan Ketua Umum Eksekutif Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat (Eknas Front Pepra PB), kelimanya dibawa ke Polsek Abe, kemudian dibawa lagi ke Polresta Jayapura untuk diinterogasi. “Saat diinterogasi jawabannya adalah “kami mau doa, dan kami bingung karena doa saja bisa dibubarkan Polisi’. Hanya di Papua Polisi berani membubarkan umat Tuhan yang mau berdoa,” lanjutnya.

Karena itu, menurutnya Polisi sudah melanggar Pancasila sila Pertama, dan UUD (Undang Undang Dasar). Menyikapi hal tersebut, ia mengeluarkan tiga pernyataan, antara lain :

1. Kami mengutuk dengan keras pihak kepolisian yag membubarkan dan menahan kumpulan orang yang hendak beribadah memperingati hari bersejarah, 1 Juli sebagai hari berdirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperjuangkan hak-hak dasarnya, termasuk penentuan nasib sendiri (kemerdekaan secara politik sama seperti bangsa lain di dunia).
2. Negara Indonesia segera menghentikan segala bentuk intimidasi dan teror melalui SMS gelap kepada aktivis Papua.
3. Negara Indonesia Cq Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih segera membuka ruang deokrasi bagi rakyat Papua.
Saat disinggung tenatng pelaksanaan peringatan hari OPM di tahun-tahun sebelumnya, dikatakan bahwa pihaknya memaklumi bila tahun-tahun sebelumnya dilarang oleh aparat keamanan. “Tahun-tahun sebelumnya memang tidak dapat ijin. Tapi memang tahun-tahun sebelumnya dilakukan dengan bentuk penaikan bendera di Markas,” jelasnya.

Penangkapan aktifis tersebut, menurutnya adalah sebuah tradisi pihak kepolisian. “Ini sebuah tradisi untuk menghalang-halangi agenda yang akan kami selenggarakan,” tegasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Wachyono saat dikonfirmasi via SMS (Sort Massage Service) tidak memberikan jawaban. Sementara itu, Kapolres Kota Jayapura AKBP Imam Setiawan SIK juga belum berhasil dikonfirmasi terkait penangkapan aktifis tersebut.(aj/don)

Minggu, 03 Juli 2011 22:47
http://www.bintangpapua.com/headline/12259-penangkapan-5-aktifis-papua-diprotes

Aktivis Papua Merdeka Jefry Pagawan Bersama 33 Orang Lainnya ditangkap Di Bewan, PNG

Laporan dari Barias Yikwa, Koordinator Stasiun Vanimo dari WPRRA (West Papua Refugee Relief Assiciation) menyatakan 34 orang West Papua ditangkap dan dimasukkan dalam tahanan Polda Vanimo hari ini. Penangkapan ini dilakukan termasuk aktivis muda Jefry Pagawak ditangkap.

Penangkapan ini menyusul 79 orang yang telah ditahan di Polda Vanimo sejak dua minggu silam.

Diberitahukan kepada para pemuda dan mahasiswa Papua pada khususnya dan tokoh gereja agar membentuk barisan bersama dan mempertanyakan kepada Pemerintah Papua New Guinea melalui Konsulat Jenderal yang ada di Port Numbay:

  1. Kenapa orang yang sudah datang ke tanah mereka sendiri mencari hidup dari pengejaran dan ancaman mati dari NKRI mesti harus dikejar dan ditangkap lagi?
  2. Perbuatan salah apa yang mereka lakukan di PNG yang melanggar hukum PNG? Kalau mereka melanggar hukum PNG, kenapa harus dilakukan dengan pembakaran rumah-rumah tinggal sementara dan penghancuran kebun-kebun mereka dengan sikop dan parang sampai hancur-lebur? Apa salahnya makanan dan rumah dengan manusia? Tidakkah rumah memberikan perlindungan kepada semua manusia dan tidakkah makanan membuat kita semua hidup sebagai manusia? Apa salah rumah dan makakan?
  3. Siapa yang membayar polisi dan tentara preman/ gadungan ini sehingga beroperasi secara liar dan brutal?
  4. Kalau PNG sudah tidak sanggup lagi menahan dan menangani orang-orang yang mencari perlindungan ke tanah mereka di sebelah timur, sebaiknya PNG mengurus mereka dan mengirimkan mereka ke negara ketiga supaya mereka hidup lebih aman tanpa ditangkap, tanpa kebun mereka dihancurkan, tanpa rumah mereka dibakar di sana.

Sekali lagi, para pemuda dan mahasiswa Papua janganlah berdiam diri, jangan sibukkan diri dengan isu-isu lemparan NKRI yang murahan yang tidak ada manfaatnya tetapi memeras tenaga, waktu dan biaya seperti isu MRP, isu Pilkada, isu Pemekaran, isu dana Otsus dan sebagainya. Fokuskanlah dan sibukkanlah dalam menggunakan dan memanfaatkan tenaga, waktu dan talenta yang Anda miliki untuk isu-isu yang berdampak luas dan jangka panjang, isu yang bermanfaat untuk keberlangsungan diri, hargadiri dan keturunan Anda ribuan tahun ke depan.

Demikian kami sampaikan laporan dari Barias Yikwa, Koordinator WPRRA dari Tanahan Polda PNG di Vanimo, Sandaun Province, Papua New Guinea.

PMNews

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny