Ketua DAP Nyaris Diciduk Polisi

SENTANI[PAPOS] – Ketua Dewan Adat Papua(DAP) Forkorus Yamboisembut S,Pd nyaris di ciduk Polisi, karena diduga kuat melakukan pencemaran nama baik, dimana Forkorus menuding ada oknum aparat yang ingin membunuh dirinya dengan memberikan sejumlah uang kepada seorang warga kampung Waibron untuk membunuh ketua DAP itu.

Rencana penangkapan terhadap Forkorus oleh aparat kepolisian Polda Papua yang kurang lebih berjumlah 50 orang, Selasa (12/1) lalu sekitar Pukul 13.00 wit mendapat perlawanan dari Forkorus, bersama sejumlah penjaga Tanah Papua, sehingga terjadi pertengkaran mulut yang cukup panas sehingga penangkapan tersebut di batalkan.

“ Saya tidak bermasalah dengan polisi dan tidak ada urusan dengan Hukum Negara ini, kalau mau proses silahkan proses Kasus opinus Tabuni jangan proses saya,” ujar Forkorus dengan nada tinggi kepada Polisi ketika berada di kediamanya dikampung Sabron.

Sementara itu Polisi yang di pimpinan Wakapolres Jayapura dan beberapa perwira dari Polres Jayapura yang mengunakan persenjataan lengkap itu, mendapat perlawanan dari penjaga Tanah Papua, setelah mendangar keberadaan Polisi di kediaman Ketua Dewan Adat Papua itu lansung berdatangan ke TKP.

Hanya saja pada kesempatan tersebut, kedua belah pihak lebih memilih untuk tidak melanjutkan pertikaian, namun lebih memilih untuk mencairkan sutuai sambil menunggu perkembangan lanjutnya.

“Kami akan kembali melakukan koordinasi dengan pimpinan, karena kondisi Forkorus juga masih dalam keadaan kurang sehat, jadi penangkapan akan kami lakukan dengan kekuatan yang lebih besar,” ujar Wakapolres Jayapura AKP Chris Pusung SIK kepada wartawan ketika berada di TKP.

Menurut dia, kekuatan yang ada saat ini sebenarnya cukup untuk melakukan penangkapan Ketua Dewan Adat Papua itu, hanya saja pihaknya masih mempertimbangkan masalah kesehatan Forkorus sendiri, tetapi dalam jangka waktu satu dua hari kedepan akan dipersiapkan pasukan lebih baik lagi termasuk Brimo Polda Papua akan ikut memberikan dukungan sehingg semua dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Chris, tuduhan Ketua Dewan Adat Papua terhadap kepolisian bahwa akan melakukan pembunuhan terhadap dirinya harus di pertangung jawabkan. Oleh sebab itu polisi harus mengambil langkah-langkah hukum. [nabas]

Written by Nabas/Papos
Thursday, 13 January 2011 00:57

Kalapas dan Wakil Ketua Komnas HAM Diserang Napi

Tampak suasana di LP Abepura. Suasana ini diambil beberapa waktu lalu. (Inzert: Kalapas Abe)Ada ceritera menarik seputar ricuhnya Napi di Lapas Abepura, Jumat (3/12). Ternyata kemarahan sejumlah Napi sebagai buntut ditembak matinya, rekan mereka Miron Wetipo dalam operasi gabungan TNI-Polri di Markas OPM Tanah Hitam, Jumat (3/12), nyaris mencederai Kalapas Abepura dan Wakil Ketua Komnas Ham Papua, yang saat itu berada di Lapas Abepura. Bagaimana kejadiannya?

Makawaru da Chunha – Bintang Papua

Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib ketika dikonfirmasi Bintang Papua di Jayapura, Sabtu (4/12) malam mengatakan, ketika peristiwa tersebut berlangsung ia tengah berbincang bincang bersama Kalapas Abepura Liberty Sitinjak.

Menurut dia, pada Jumat (4/12) sekitar pukul 17.30 WIT ia ditelepon Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua Nasaruddin Bunas SH MH untuk membantu dan memediasi terkait situasi yang tegang di Lapas Abepura. “Saya diminta untuk hadir secara fisik dan saya hadir,” ujarnya. Ditambahkan, dirinya mempunyai keinginan membantu menegosiasi, memeditasi serta mempertemukan kedua pihak yang sedang tegang masing- masing kelompok Napi, kelompok Lapas serta petugas. Beberapa menit setelah bertemu Kalapas Abepura, selanjutnya ia menyampaikan kepada petugas Lapas untuk memanggil perwakilan Napi yang diwakili Buchtar Tabuni dan Filep Karma, serta perwakilan lainnya untuk bertemu di ruangan Kalapas.

Tapi, lanjutnya, ketika sedang bincang- bincang dengan Kalapas terdengar keributan. Mereka sudah lempar lempar dan merusak pintu. Dan petugas lapor mereka juga dengar ribut ribut dan kerusakan akhirnya dia dan Kalapas keluar dari ruangannya dan menemui para Napi yang melakukan pengrusakan.
Ketika ia bersama Kalapas serta petugas, tambahnya, ingin bertemu Napi malah mereka ditolak dan diserang sembari terdengar teriakan. Bunuh itu Kalapas, bunuh itu. Mereka datang dengan massa beramai ramai. Ia kebetulan sudah menyeberang kesebelah Kalapas dibelakang saya tertolak. Tertolak kebelakang saya tertolak kedepan. Setelah itu mereka menutup pintu dan merusak sejumlah fasilitas Lapas Abepura. Ia saksikan sendiri peristiwa itu dan tak terjadi korban dalam peristiwa itu.

Ia menambahkan, situasinya sudah brutal sehingga sulit untuk melakukan mediasi, bahkan untuk melakukan dialog atau komunikasi apapun sehingga ia memutuskan untuk pulang nanti Senin (6/12) atau gari berikutnya apabila situasinya sudah aman lanjutkkan melakukan mediasi guna mempertemukan pihak pihak tersebut. Namun demikian, lanjutnya, ketika ia tiba di rumahnya ia mendapat kabar Buchtar Tabuni, Filep Karma serta tiga Napi lainnya digiring dan diamankan ke Polda Papua. (don/03)

8 Sipil yang Ditangkap di Markas OPM Tanah Hitam Masih Ditahan

AKBP H.Imam SetiawanAparat bersenjata saat melakukan penyisiran di sekitar tanah hitam, setelah salah satu rumah yang dicurigai sebagai markas OPM digerebek aparat, yang berbuntut tertembaknya seorang bernama, Napi Miron Wetipo.Jayapura– Delapan warga sipil yang ditangkap saat penggerebekan oleh aparat gabungan TNI/Polri di rumah Dhani Kogoya, orang yang dicurigai sebagai anggota kelompok separatis merdeka, hingga kini masih diamankan di Mapolresta Jayapura. Penggerebekan di rumah BTN Puskopad Tanah Hitam Jumat (2/12) dini hari, terkait insiden penembakan Nafri yang terjadi satu minggu lalu. Kapolresta Jayapura, AKBP H.Imam Setiawan ketika dikonfirmasi wartawan Sabtu (4/12) mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pendalaman pemeriksaan terhadap delapan orang warga tersebut. “Sementara mereka masih kami amankan, sejauh ini dari pemeriksaan belum ada yang memenuhi unsur unsur tindak pidana terkait penembakan Nafri, jadi belum bisa dijadikan tersangka,” ujar Kapolresta.Dikatakan, dari penggrebekan tidak ada bukti- bukti ditemukan pada mereka yang terkait dengan penembakan Nafri.

“Kalau amunisi kan ditemukan di tempat berbeda, tidak sama mereka,” ucapnya.Meski hingga kini pihaknya belum juga menemukan pelaku penembakan, namun diakui Imam, pihaknya sudah mulai menemukan titik terang soal motif dan latar belakang penembakan.“Dari penggerebekan ini, setidaknya mulai ada titik terang tapi kita masih akan terus dalami dengan berkoordinasi dengan pihak TNI,” katanya. Kedelapan warga yang diamankan ke Polresta Jayapura antara lain, Nius Jikwa, Nalius Jikwa, Lambertus Siep, Elimin Jikwa, Ito Tabuni, Lani Boma, Pdt. Kogoyana Jikwa dan Maluk Tabuni.

Sementara sasaran penangkapan, Dhani Kogoya saat dilakukan penggerebekan dan penggeledahan tidak ditemukan di rumahnya. Adapun barang bukti yang turut diamankan dari dalam rumah antara lain: 1 buah busur, 7 anak panah, 4 butir amunisi senjata laras panjang, 2 butir amunisi senjata laras pendek, 2 buah parang. Sementara barang bukti dari mereka yakni, 3 buah dompet, 6 buah handphone, 1 unit kamera, satu unit lampu senter, dan kartu joker. (ar/don/03)

Tokoh Separatis, Seby Ditangkap di Bandara

Seby SembomSentani- Setelah sehari sebelumnya terjadi penembakan di salah satu rumah yang diduga dijadikan Markas OPM di Tanah hitam, Sabtu pagi (04/12) warga kembali dikejutkan dengan adanya penangkapan yang dilakukan pihak Kejaksaan Tinggi bekerja sama aparat keamanan dari Polda maupun Polres Jayapura, terhadap tokoh separatis Papua, Seby Sembom. Dari informasi yang diperoleh Bintang Papua, Seby ditangkap, ketika berada di pintu 1 ruang keberangkatan ketika hendak bording menuju pesawat Bandar Udara Sentani. Rencanannya,

Seby akan berangkat menuju Cingkareng dengan menggunakan maskapai penerbangan dari Garuda-651. Sekedar dikatahui, Seby Sembom merupakan tahanan kejaksaan yang kini berstatus tahanan luar dan sedang menjalani proses persidangan dengan kasus dugaan melakukan makar dan penghasutan demo Internasional Parlement For West Papua pada tangal 16 Okteber 2008 lalu.

Dari hasil penangkapan, Seby Sembom tersebut, pihak kejaksan berhasil mengamankan 1 buah Laptop yang berisikan tentang pelanggran HAM yang dilakukan oleh TNI/Polri di Papua.

Selanjutnya Seby dibawa kekejaksaan tinggi untuk selanjutnya diproses kembali.(as/don/03)

Markas OPM Tanah Hitam Digerebek, 1 Tewas

Mayat Miron Wetipo yang tewas tertembak di leher sesaat jenazahnya akan dimasukkan ke kantong jenazah untuk dievakuasi ke RS Bhayangkara.Jayapura- Upaya untuk mengungkap penembakan misteri di tanjakan Kampung Nafri oleh Polresta Jayapura yang dibakap aparat TNI dari Korem 172/PWY, POMDAM XVII/Trikora maupun dari Yonif 751/BS, tampaknya tidak sia-sia. Terbukti, sebuah rumah yang diduga digunakan sebagai markas para pelaku yang diidentifikasi dari kelompok TPN/OPM pimpinan DK (Dhani Kogoya), Kamis (2/12) sekitar pukul 02.00 WIT digerebek aparat. Dari markas yang terletak di Kompleks Perumahan BTN Atas Puskopad Tanah Hitam, aparat berhasil menyita sejumlah amunisi jenis SS 1 dan dokumen-dokumen terkait penyerangan di Nafri maupun dokumen rencana operasi kelompok tersebut. Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan,SIK saat ditemui wartawan disela-sela proses penggeledahan dan pengidentifikasian Markas TPN/OPM tersebut mengatakan dari penggerebekan markas TPN/OPM tersebut, aparat gabungan TNI/Polri berhasil mengamankan 9 orang yang dibawa ke Polresta Jayapura.

“Bahwa tadi malam saya melakukan penggerebekan dan ditemukan beberapa amunisi dan delapan orang. Delapan orang ini sedang dalam pendalaman di Polresta,” ungkapnya Jumat (3/11).
Pada Jumat (3/12) pagi harinya, saat kembali melakukan penggeledahan, menurut Kapolres ditemukan amunisi dan dokumen TPN/OPM. “Tadi pagi kita melakukan pengembangan dari yang tadi malam. Dan ternyata tadi pagi kita menemukan lagi dua kotak amunisi jenis SS 1 ditambah dokumen-dokumen dari gerakan OPM,” lanjutnya.

Dalam dokumen yang ditemukan aparat di markas yang sering dipakai sebagai tempat ibadah tersebut, menurutnya terdapat catatan bahwa tanggal 28 November peristiwa penembakan di Nafri bagian dari operasinya. “Saya sudah bilang kita akan terus mengejar,” tandasnya.
Sementara jenis amunisi yang ditemukan adalah caliber 5,56 40 butir, caliber 12 1 butir, kalibar 7,62 1 butir dan barang bukti lain berupa stempel dan cap TON/OPM serta dokumen terkait penyerangan terhadap TNI/Polri. Menurut Kapolres sejumlah barang bukti ini ditemukan di bawah tanah dengan menggunakan alat pendeteksi sinal laser (light detector). “Pada saat penggeledahan tadi, pasukan gabungan tiba-tiba diserang lima orang tidak dikenal dengan menggunakan berbagai jenis senjata.

Anggota sudah memberikan peringatan agar tidak melakukan perlawanan, dan pada saat yang genting anggota gabungan akhirnya mengeluarkan tembakan dan satu orang tewas atas nama Miron Wetipo, dan satu orang ditangkap atas nama Jack Mabel,” paparnya.

Sementara, masih menurut Kapolres bahwa tiga orang yang melakukan penyerangan kepada parat berhasil lari dan aparat masih masih berupaya melakukan pengejaran. “Rupanya kelima orang tadi adalah napi yang melarikan diri tadi pagi. Mereka kemungkinan ke rumah itu mau mengambil peluru dan bertemu dengan kita,” jelasnya.

Dalam dokumen yang ditemukan di markas OPM pimpinan DK yang masih dalam pengejaran tersebut, yang mengejutkan bahwa menurut Kapolres juga ada rencana operasi di wilayah Waena. “Dalam dokumen yang ditemukan juga terdapat rencana penyerangan di tempat lain yang salah satunya di Buper,” jelasnya.

Operasi yang tergolong cukup berhasil tersebut menurut Kapolres adalah dari kerjasama tim gabungan TNI/Polri. “Terdiri dari Satgas Korem yang di BKO kan di Polres Jayapura. Mereka di sini mulai bekerja sejak kasus Nafri, sampai sekarang yang merupakan pengembangan dari kasus Nafri,” ujarnya.

Komnas HAM Tolak Pembunuhan Terhadap Miron Wetipo

Sementara itu, tewasnya warga sipil Miron Wetipo yang tertembak mati ketika digelar operasi gabungan TNI-Polri di Abepura Gunung Jumat (3/12) yang hingga kini belum jelas alasannya, ditanggapi pihak Komnas HAM Papua. “Sesuai mandat dan tugas Komnas HAM kami menolak perilaku kekerasan dan pembunuhan di luar prosedur hukum nasional yang berlaku. Stop kekerasan dan hormatilah HAM bagi semua. Setiap orang mempunya hak untuk hidup dan berkarya diatas Tanah Papua.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib kepada Bintang Papua di Jayapura, Jumat (3/12) malam. (aj/mdc/don/03)

Socrates Terancam Dijemput Paksa

JAYAPURA [PAPOS] – Akibat pernyataan Duma Socrates Nyoman yang tudingan bahwa kejadian di Puncak Jaya selama ini merupakan proyek TNI-Polri, membuat kedua institusi meminta pertangungjawaban. Untuk itu Polda Papua mengambil tindakan dengan memanggil yang bersangkutan terkait pernyataannya terssebut. Hanya saja dari surat undangan pemanggilan pertama yang dilayangkan Direktorat Polda Papua kepada Socrates Nyoman, pihaknya tidak mau memenuhi panggilan tersebut.

Namun Polda Papua tidak berhenti sampai disitu, tetapi akan melayangkan surat pemanggilan berikutnya sampai tiga kali, maka Polda Papua akan melakukan jemput paksa.

Kabid Humas Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Wachyono kepada wartawan di ruang kerjanya menegaskan pihaknya akan menindak tegas yang bersangkutan dengan menjemput paksa apabila tidak memenuhi panggilan Polda sebanyak 3 kali. “Kita sudah panggil Socrates terkait pernyataannya dan apabila sampai ketiga kalinya tidak dipenuhi, maka kita akan jemput paksa,” tegasnya, Selasa (10/8) kemarin.

Kabid Humas menyampaikan bahwa pemanggilan tersebut dilakukan sebagai upaya keseriusan Polda Papua dalam mengungkap kebenaran tudingan terhadap kedua institusi itu.

“Kita akan menseriusi, artinya bila pernyataan Socrates benar dengan lampiran bukti-bukti, maka kita akan berterimakasih dan akan ditindaklanjuti ke proses hukum, siapa pun yang terlibat,” tegasnya

Kabid Humas juga menandaskan, terkait penembakan di Puncak Jaya, Polri sudah mengantongi bukti- bukti bahwa kelompok Goliat Tabuni adalah pelaku penyerangan terhadap karyawan PT Modern maupun penyerangan terhadap anggota TNI/Polri serta masyarakat sipil lainnya.

“Semestinya dalam menganalisa suatu masalah harus berdasarkan fakta-fakta dilapangan yang berhubungan antara satu dan yang lain, karena kalau itu cuma opini, analisa itu tidak akurat,” tuturnya.

Menyangkut pernyataan ini, lanjutnya, Polda Papua juga akan menempuh langkah hukum, bila pernyataan Socrates tidak benar dan cuma fitnah. “Kita Cuma mau minta diklarifikasi atau dikonfirmasi, apabila tidak mau datang berarti Socrates sudah memberikan pernyataan fitnah,” tandasnya. [loy]

Ditulis oleh loy/Papos
Rabu, 11 Agustus 2010 00:00

18 Warga Suku Terasing Ditangkap

JAYAPURA — Aparat kepolisian Waropen menangkap 18 orang warga suku terasing di Kabupaten Waropen. Mereka ditangkap dengan dugaan terlibat dalam aksi pengrusakan Kantor KPU Waropen pada 2 Juli lalu. Mereka marah lantaran kecewa dengan sikap KPU Waropen yang dinilai tidak memenuhi tuntutan mereka agar mau menjelaskan alasan tidak lolosnya pasangan Drs. Ones J Ramandey dan Drs. Zet Tanati dalam proses verifikasi.

Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua saat ini turun tangan guna menelisik peyebab kisruh pemilukada Waropen ini, terutama berkaitan dugaan sejumlah tahanan sakit karena menerima perlakuan kasar. "Atas kewenangan yang diberikan undang-undang, maka Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua menindaklanjuti laporan pengaduan atas proses verifikasi calon Bupati dan Wakil Bupati Waropen Tahun 2010 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Waropen terhadap tujuh bakal calon Bupati dan Wakil Bupati yang diumumkan 1 Juli 2010 lalu," ungkap Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, Matius Murib dalam keterangan persnya di Kantor Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, kemarin (13/7).

Dijelaskan Matius, dari informasi yang diperoleh dari warga yang ditangkap, sebenarnya mereka tidak mau melakukan pengrusakan. Tapi karena ketua dan anggota KPU Waropen terkesan menghindar dan tidak mau peduli atas permintaan warga agar KPU Waropen menjelaskan kenapa pasangan yang didukungnya itu tidak lolos dalam verifikasi, sehingga mereka kemudian melakukan pengrusakan.

Komnas HAM mempertanyakan penangkapan 18 warga suku pedalaman itu. "Mereka kan korban dari politik, bukan para pelaku politik murni. Seharusnya semua tahanan diperlakukan sama. Itu namanya sudah pelanggaran HAM, sebagaimana didalam UU 39 Tahun 199 pasal, 17, 18 dan pasal 43," tegasnya yang didampingi oleh dua anggota Komnas HAM lainnya, yakni Johari dan Adriana Wally.

Matisu membeberkan kronologis kejadian. Dijelaskan, kasus ini bermula dari pengumuman hasil pleno verifikasi bakal calon bupati dan wakil bupati Waropen Tahun 2010 1 Juli 2010 lalu yang membuat Tim Sukses dan partai pengusung Balon Bupati Drs. Ones J Ramandei dan Wakil Bupati Set Tanati, mengirim surat kepada Polres Waropen untuk melakukan aksi unjuk rasa sebagai tanda protes atas hasil verifikasi yang diumumkan oleh KPU Waropen. Oleh pihak Polres Waropen surat ijin/pemberitahuan tersebut dinilai tidak lengkap sebab tidak mencantumkan jumlah massa dan apa tuntutannya.

Pengumuman hasil verifikasi itu dikirim lewat surat kepada bakal calon. Atas pengumuman hasil verifikasi tersebut, terjadi aksi orasi secara spontanitas. Atas sikap reaktif kelompok masyarakat maka tanggal 1 Juli 2010, Polres Waropen melakukan evakuasi terhadap 5 orang Anggota KPU untuk diamankan di Kantor Polres Waropen. Kemudian 2 Juli 2010, patut diduga terjadi mobilisasi massa menggunakan kendaraan roda empat dengan membawa alat panah, parang dalam melakukan aksi yang ditujukan ke kantor KPU Kabupaten Waropen.

Aksi massa yang di tujukan ke Kantor KPU tidak dapat dihalangi oleh pihak Kepolisian. Kemudian massa Atas aksi penyerangan ke Kantor KPU mengakibatkan kerusakan kaca lover pecah dan dinding kantor mengalami kerusakan, dan sejumlah kursi rusak. Atas aksi brutal warga masyarakat sipil yang tidak mendapat keterangan dari KPU Waropen, maka pihak Polres mengeluarkan tembakan peringatan. Sebab ada perkelahian antara kelompok masyarakat sipil.

Setelah melakukan aksi di kantor KPU, warga masyarakat sempat berkumpul di Kantor Koramil Waropen dan berbincang dengan DANRAMIL Waropen, yang sempat memberikan arahan kepada masyarakat sipil. Namun datang seorang anggota TNI dan mengusir masyarakat keluar dari halaman kantor Koramil. Saat berada di jalan terjadi insiden perkelahian antara Ivan Imbiri dan Ferat Imbiri akibat perselisihan pendapat diantara mereka berdua, dan bukan perkelahian dengan kelompok masyarakat di luar. Saat itu polisi datang dan mengambil langkah pengamanan yang diduga represif kepada masyarakat sipil dalam kelompok aksi demonstrasi tersebut yang mengakibatkan sejumlah orang mengalami luka dan penganiayaan.

Berikutnya pada 3 Juli 2010, Kapolres melakukan dengar pendapat dengan DPRD, dan Kapolres menyampaikan kronologi kejadian. Dan melakukan koordinasi dengan KPU, Panwas tentang pencabutan nomor urut dan atas permintaan KPU dan Panwas agar pencabutan nomor urut dilakukan di Kantor Polres. Meski Kapolres mengusulkan agar pencabutan dilakukan di DPRD Waropen. Dengan pertimbangan situasi keamanan yang belum normal dan kewenangan diskresi kepolisian, maka dilakukan pencabutan nomor urut pada tanggal 3 Juli 2010, di Kantor Polres Waropen yang diamankan oleh 3 pleton Dalmas.

Atas insiden tanggal 2 Juli 2010, Polisi mengamankan 18 warga dengan sejumlah barang bukti untuk diproses hukum. Dua orang diantaranya dikembalikan sebab tidak cukup bukti, sedangkan dua orang perempuan yang terlibat dalam aksi tersebut atas pertimbangan khusus maka dilepas, namun yang bersangkutan wajib lapor setiap hari kepada Polisi.

Diantara mereka yang diamankan memiliki Kartu Tanda Anggota Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM). Terhadap permasalahan itu, kata Murib, bahwa, pihaknya menemukan sejumlah masalah, diantaranya, pertama, penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Waropen tidak berjalan normal pasca pengumuman hasil verifikasi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati oleh KPU Waropen pada 1 Juli 2010 itu.

Dikatkan juga, berdasarkan pantauan Komnas HAM, pengendalian situasi keamanan belum mengedepankan pola-pola komunikasi yang persuasif demi menghindari terjadinya gesekan antara kelompok yang mengakibatkan keterlibatan pihak kepolisian. Matius berharap, pihak Kepolisian Resort Waropen harus bisa memberikan rasa aman kepada KPU untuk bekerja di Kantor KPU bukan sebaliknya aktivitas, jadwal KPU dilakukan di Kantor Polres Waropen.

Disebutkan juga, terdapat beberapa tahanan yang mengalami sakit yang diduga akibat tindakan represif aparat kepolisian pada tanggal 2 Juli 2010. Kelima, kantor KPU dalam keadaan rusak dan beberapa kaca jendela, kursi serta ruangan berantakan, dan kini sedang dipasang tanda larangan Polisi, sehingga tidak ada aktivitas KPU.

Ditambahkannya, berdasarkan Keputusan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Waropen, Nomor: 01/Kpts/KPU-KW/2010, tentang Perubahan tahapan program dan jadwal waktu penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Waropen Tahun 2010, patut diduga KPU tidak memberikan kesempatan perbaikan kepada partai pengusung atau calon perseorangan untuk melakukan perbaikan atas hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPU.

Selian itu disebutkan juga, parpol pengusung yang memiliki dua versi kepengurusan tidak dilibatkan dalam melakukan uji keabsahan kepengurusan sebagai mana ketentuan Pasal 7 Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa yang berhak mengusung pasangan calon adalah kepengurusan partai politik di tingkatan itu. Apakah kepengurusan itu absah/ legitimate? Berdasarkan Pasal 50 ayat 2 Peraturan KPU 68 Tahun 2009 dicek siapa yang berwenang mengesahkan kepengurusan di tingkat kabupaten, kemudian dicek apakah pengurus Provinsi sah atau tidak, dan kemudian mengecek keabsahan pengurus pusat dengan merujuk pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang terakhir.

"Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua telah mengeluarkan rekomendasi untuk disampaikan kepada pihak terkait, yang isinya pertama, mendesak KPU Provinsi Papua dan KPU Pusat di Jakarta untuk segera melakukan klarifikasi antara KPU Waropen dan Partai Pengusung PAN yang hak politik untuk mengusung kandidat bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Waropen tahun 2010 dihilangkan oleh KPU Waropen," ujarnya.

Rekomendasi kedua, patut diduga KPU Waropen tidak melaksanakan verifikasi berdasarkan jadwal dan mekanisme yang di tetapkan oleh KPU Waropen sehingga berpotensi terjadi diskriminasi. Dan agar Polres Waropen memberikan jaminan hak-hak para tahanan dalam mendapat pengobatan.

"Patut diduga Polres Waropen melakukan tindakan intervensi dalam pelaksanaan tahapan pemilukada, pencabutan nomor urut Calon Bupati dan Wakil Bupati tanggal 3 Juli 2010, di Kantor Polres Waropen sehingga diminta kepada Kapolda Papua untuk memberikan arahan kepada Kapolres Waropen," ungkapnya.

Komnas HAM berharap Bupati dan Muspida Kabupaten Waropen untuk dapat berkoordinasi secara baik, demi tercipta situasi keamanan dan pelayanan publik yang kondusif bagi terpenuhinya hak-hak masyarakat di Kabupaten Waropen. Terhadap para tahanan yang diduga melakukan tindakan kriminal untuk diminta agar ditangani secara hukum dengan cara profesional dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Waropen. Terutama mereka yang mayoritas berasal dari masyarakat suku terasing (Demisa di Botawa).

Terakhir, Komnas HAM berharap, jika sengketa Pemilukada seharusnya dibawa saja ke ranah hukum, jangan dengan membuat gerakan massa yang pada akhirnya merugikan masyarakat sendiri. (nls/fud/sam/jpnn)

2 Orang Pendemo Jadi Tersangka Karena Membawa Alat Tajam

JAYAPURA-Dua orang yang diamankan bersama 30 orang massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) lainnya pada saat melakukan aksi demo Senin (22/3) lalu itu akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Dua orang menjadi tersangka itu masing-masing berinisial LP (32) warga belakang Kantor PTUN Waena dan MK warga BTN Sereh Sentani.

“Kami hanya melakukan penahanan terhadap 2 warga, karena mereka kedapatan membawa senjata tajam,” kata Kapolresta Jayapura AKBP H. Imam Setiawan,SIK didampingi Kasat Reskrim AKP IGG Era Adhinata,SIK saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (23/3) kemarin.
Keduanya dijerat dengan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No 12 Tahun 1951 yakni membawa, memiliki dan menyimpan dan menguasai senjata tajam tanpa izin dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Kapolresta mengungkapkan, dari dua tersangka itu salah satunya merupakan peserta aksi unjuk rasa, sedangkan seorang diantaranya merupakan warga yang kedapatan membawa sajam saat dilakukan razia.

Sementara 30 orang lainnya itu sudah dilepaskan kembali pada malam harinya. Namun, sebelum mereka dilepaskan, pihaknya sempat memberikan pengarahan tentang Undang-Undang No 9 Tahun 2008 tentang penyampaian pendapat di muka umum yang disampaikan langsung oleh Kabag Ops Polresta Jayapura, AKP Dominggus Rumaropen, S.Sos, sehingga diharapkan ke depan tidak terjadi lagi unjuk rasa tanpa mengantongi izin dari kepolisian.

“Kami ingin sampaikan agar prosedur dalam aksi ini dipahami oleh masyarakat yang akan menyampaikan aspirasi, karena dalam aksi itu harus ada pemberitahuan kepada aparat kepolisian, kemudian dikoordinasikan, siapa koordinatornya, berapa jumlah massanya, alat yang digunakan, tempatnya dimana dan lainnya, selanjutnya aparat kepolisian mengeluarkan STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan),” jelasnya.

Hal ini juga, ujar Kapolresta, pada prinsipnya untuk mengamankan kegiatan aksi penyampaian pendapat di muka umum tersebut, sehingga kegiatan berjalan dengan lancar. “Kami pada prinsipnya tidak menghalang-halangi masyarakat menyampaikan aspirasi, namun harus sesuai dengan prosedur, karena jika sesuai prosedur tentu kami akan melakukan pengamanan,” jelasnya.
Kapolresta menegaskan, jika memang tidak sesuai dengan aturan, maka pihaknya tidak segan-segan untuk melakukan tindakan tegas terhadap kelompok warga yang melakukan demo, karena pada dasarnya Undang-undang dibuat untuk ketertiban dan keamanan masyarakat.

Untuk diketahui, tersangka LP diamankan di Terminal Ekspo Waena, Senin (22/3) pukul 09.00 WIT, karena kedapatan membawa 1 buah pisau stainless US Army dengan gagang warna hitam namun tanpa sarung, kemudian tersangka MK diamankan polisi saat berada di Terminal Ekspo Waena pukul 11.30 WIT, karena kedapatan membawa 1 pisau badik dengan gagang kayu tanpa sarung.
Sementara itu, Ketua Solidaritas Ham Papua, Usama Usman Yogobi memberikan apresiasi terhadap keputusan Kapolresta Jayapura yang telah membebaskan 30 pendemo yang diamankan dari di berbagai lokasi Senin (22/3).

Atas kejadian tersebut, Usama meminta agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, DPRP, MRP lebih membuka ruang demokrasi, kebebasan warga sipil untuk menyuarakan pendapatnya “Jangan menilai apa yang mereka lakukan itu selalu dari sisi negatif,” ungkapnya. (bat/cr-158/fud)

Polisi Bubarkan Massa KNBP

Massa pendemo KNPB diamankan pihak kepolisian, tiba di Mapolres sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap mereka terkebih dahulu dilakukan pendataan.

Massa pendemo KNPB diamankan pihak kepolisian, tiba di Mapolres sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap mereka terkebih dahulu dilakukan pendataan.
JAYAPURA [PAPOS]

DPO Makar Tertangkap Bersama Wanita di Hotel

Gambar Viktor Yeimo sebagai DPO
Gambar Viktor Yeimo sebagai DPO

SENTANI-Setelah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Papua sejak Mei 2009 lalu (7 bulan), akhirnya Victor F Yeimo, alias Viki tertangkap. Gembong separatis yang paling dicari Jajaran Polda Papua itu, tertangkap Kamis (21/10), dini hari sekitar pukul 00.15 WIT di kamar nomor 03 Hotel Mansapurani Sentani, Jalan Yabaso, Kelurahan Sentani, Distrik Sentani Kota Kabupaten Jayapura.

Viktor yang dinyatakan buron sejak 5 bulan lalu sempat menghilang. Bahkan diduga Viktor pula yang merupakan aktor dari beberapa kasus bernuansa politis yang terjadi di Kabupaten dan Kota Jayapura.

Penangkapan Viktor Yeimo berawal saat petugas Polres Jayapura dari gabungan beberapa fungsi satuan melakukan penyisiran penyakit masyarakat dalam sebuah operasi pekat di beberapa sasaran yang dianggap rawan terjadinya praktek-praktek penyakit masyarakat, seperti pesta miras secara berlebihan, judi, narkoba, sex bebas/mesum, serta indikasi praktek kriminal lainnya. Salah satu diantara tempat-tempat tersebut adalah beberapa hotel yang ada di wilayah hukum Polres Jayapura.

Saat melakukan operasi pekat inilah petugas berhasil menggrebek Viktor bersama seorang wanita bernama MM (22), warga kampung Berap Distrik Nimbokrang Kabupaten Jayapura di sebuah kamar Hotel Mansapurani. Saat dimintai kartu tanda identitas, Viktor yang sudah menduga jika yang mengetuk kamar adalah Polisi langsung membuang kartu identitasnya ke dalam closed (pot wc) untuk menghilangkan jejak.

Sayangnya niat Viktor untuk mengelabui petugas ini tinggal harapan, karena sudah ada petugas yang terlebih dahulu mengenalinya, yang langsung mengamankannya. Petugas yang selanjutnya menggeledah seluruh isi kamar tersebut tidak menemukanapa-apa, namun saat petugas ke closed ternya kartu identitasnya masih berada disitu, sehingga petugas langsung mengamankannya.

Kapolres Jayapura Ajun Komisaris Besar Polisi Mathius Fakhiri, Kamis (22/10) Dini hari kepada Bintang Papua, menuturkan Viktor F Yeimo, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda Papua.

Victor diduga terkait kasus makar dan terlibat dalam beberapa kasus teror di Kota Jayapura beberapa bulan lalu menjelang pemilihan Lagislatif dan pasca pemilu.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny