17 Pengikut Rudy Orarei Menyerahkan Diri

SERUI [PAPOS]- Sebanyak 17 pengikut, Rudy Orarei,Panglima TPN/OPM Wilayah Timur akhirnya menyerahkan diri pekan lalu. Mereka secara resmi diterima Bupati, TonnyTesar,S.Sos dan Wabup Frans Sanady.

Dalam kesempataan itu, mereka menyatakan sikap ingin kembali sebagai masyarakat biasa. Dan menyerahkan 3 pucuk senjata api rakitan dan 4 buah amunisi.

Pada saat itu, hadir pula Kapolres Kepulauan Yapen, AKBP Azis Ardiansyah, SH, S.Ik, MHum, Dandim 1709/Yawa, Letkol Inf Dedi Iswanto, dan Wakapolres Kompol I Made Suartika.

Bupati TonnyTesar ,S.Sos dalam arahannya mengatakan, atas nama Pemerintah Daerah mengucapkan terima kasih pula kepada17 anak buah Rudy Orarei yang selama ini bebeda pandangan ,tetapi dapat bertemu pemerintah beserta pihak keamanan untuk menyatakan sikap ingin kembali ketengah-tengah masyarakat untuk bersama-sama membangun daerah.

“Tidak ada orang yang dapat merubah diri kita, selain diri kita sendiri yang bisa merubah hidup kita , menyatakan sikap dan menyerahkan senjata merupakan suatu perbuatan yang kami anggap positif, “ ujarnya.

Mewakili pemerintah daerah, Bupati sangat mengharapkan pernyataan sikap sungguh-sungguh dilakukan atas kesadaran diri sendiri, sebab nega

KEASLIAN DANIEL KOGOYA DIRAGUKAN

DANIEL KOGOYA (Tengah) (Jubi/Alex)
DANIEL KOGOYA (Tengah) (Jubi/Alex)

Jayapura – Keaslian sosok Daniel Kogoya, pimpinan 212 pelintas batas RI-PNG yang selama ini bermukim di Papua Nugini dan memutuskan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia masih diragukan sebagian orang.

Salah satu aktifis mahasiswa, Patrick Belau tak yakin jika orang yang mengaku Daniel Kogoya tersebut, benar-benar Daniel Kogoya yang asli.

“Sebagai aktifis mahasiswa saya melihat pernyataan di media yang oleh orang yang mengkalim sebagai Danny Kogoya dan mengeluarkan pernyataan menyerahkan diri dan kembali ke NKRI itu sangat diragukan,”

kata Patrick Belau via pesan singkatnya, Minggu (27/1).

Menurutnya, saat ini Danny Kogoya sedang berada di LP Abepura. Sementara yang mengeluarkan pernyataan tersebut adalah Danny Kogoya yang ada di perbatasan.

“Nah, ini keliru. Danny Kogoya itu ada berapa sebenarnya,”

singkatnya.

Dikatakan Patrick, tidak ada cerita Danny Kogoya bersama anak buahnya mau kembali ke NKRI, karena Danny Kogoya adalah tokoh pejuang OPM. Tokoh OPM sejati tidak akan menyerahkan diri.

“Dan untuk oknum yang mengklaim diri sebagai Danny Kogoya adalah Danny Kogoya binaan TNI/Polri alias binaan Indonesia. Jadi pada intinya pernyataan itu keliru,”

tutup Patrick Belau.

Sebelumnya, 2 September 2012 lalu sekitar 23.30 WIT, seorang yang diklaim polisi sebagai Danny Kogoya ditangkap saat sedang berada di Hotel Dani, Entrop, Kota Jayapura. Dalam penangkapan yang dilakukan anggota Polresta Jayapura itu, aparat terpaksa menembak kaki kanan yang bersangkutan saat berusaha kabur. Akibatnya, kaki Danny harus diamputasi karena tulang keringnya hancur. (Jubi/Arjuna)

 Sunday, January 27th, 2013 | 22:38:42, TJ

Penuturan Kopka, Paus Kogoya Saat Bernegosiasi Dani Kogoya

Dani Kogoya merupakan salah satu tokoh sentral Tentara Perjuangan Nasional Organisasi Papua Merdeka Papua Barat (TPN OPM PB), dengan jabatan terakhir Kepala Staf TPN OPM PB. Nah bagaimana ia bisa didekati dan diajak bergabung ke NKRI oleh Kopka Paus Kogoya anggota Kodim 1702/Jayawijaya? berikut ulasannya.

Siapapun pasti tahu betapa sulitnya mendekati dan mengajak para tokoh sentral Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk diajak kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sama halnya dengan Kepala Staf Tentara Perjuangan Nasional Organisasi Papua Merdeka Papua Barat (TPN OPM PB), Daniel Kogoya.

Berbagai rintangan dan tantangan menghadang, begitupun nyawa bisa saja menjadi taruhannya, namun tekad Kopka Paus Kogoya agar saudara-saudaranya yakni, Daniel Kogoya dan pengikutnya dapat hidup dengan aman, damai, dan tidak hidup dalam pengejaran aparat keamanan, karena dinilai separatis.
Atas dasar itulah, pada tiga bulan lalu, dirinya menghadap Danrem 172/Praja Wira Yakti, Kolonel Yopie Wayangkau, untuk menyampaikan maksudnya untuk mengajak Daniel Kogoya bersama pengikutnya untuk hidup dengan aman, damai dan hidup diberdayakan dalam bingkai NKRI.

“Waktu itu saat ketemu Danrem 172/PWY untuk menyampaikan niat saya sekaligus meminta ijin, dan Danrem menyampaikan silakan, itu niat baik, dan upaya selalu koordinasi dengan dirinya (Danrem,red),” ungkapnya kepada Bintang Papua usai penyerahan Daniel Kogoya dan pengikutnya di Aula Kantor Distrik Muara Tami, Jumat, (25/1).
Kemudian, dirinya mulai melakukan komunikasi melalui penghubungnya dengan Daniel Kogoya, dan sedikit demi sedikit Daniel Kogoya tersentuh hatinya, lalu dirinya dan Daniel Kogoya berbuat janji untuk bertemu di perbatasan RI-PNG, tepatnya Wutung, Distrik Muara Tami.

Tiba pada hari yang dijanjikan, dirinya berangkat ke perbatasan RI-PNG, disitulah komunikasi lebih lanjut dibangun, dimana dirinya mengajak Daniel Kogoya agar menghentikan segala kekerasan yang dilakukan selama ini, karena rakyat menjadi korban. Lagi pula saat perhatian pemerintah terus secara optimal diberikan kepada rakyat Papua melalui berbagai kebijakan-kebijakan, diantaranya diberlakukannya dana Otsus bagi Tanah Papua.

“Waktu itu saya gunakan mobil taksi ke perbatasan untuk bertemu dengan Daniel Kogoya. Kami bangun komunikasi selama 3 bulan antara saya dan Daniel Kogoya,” terangnya.

Selanjutnya, ketika Daniel Kogoya memantapkan niatnya untuk bergabung dengan NKRI, akhirnya pada hari yang ditentukan dirinya berangkat ke PNG dengan difasilitasi Danrem 172/PWY menggunakan perahu spead boat. Setiba di PNG Ia disambut Daniel Kogoya bersama pengikutnya dengan berseragam loreng lengkap beserta dengan senjatanya.

Sewaktu dalam perjalanan ke PNG, ia juga takut, karena baginya inilah adalah sama saja menyerahkan diri dengan maut, dimana selain berhadapan dengan Daniel Kogoya dan pengikutnya, disisi lainnya juga harus berhadapan dengan aparat keamanan.

Rintangan yang dihadapi pun tidak segampang dibayangkan, karena saat dirinya dan Daniel Kogoya hendak kembali ke Muara Tami, mereka dihadang oleh dua kapal perang milik aparat keamanan PNG, disinilah ketakutannya bertambah, karena jika dirinya bersama Daniel Kogoya dan gerombolannya ditangkap, yang pastinya tidak akan bisa pulang ke Jayapura, dan tamatlah riwayat pekerjaan yang selama ini dilakukannya, yakni membawa kembali Daniel Kogoya dan pengikutnya ke pangkuan NKRI.

Di tengah ketakutannya itu, dirinya meminta kepada Daniel Kogoya dan pengikutnya untuk bisa berbicara dalam Bahasa Inggris Fiji, namun minimal bisa Berbahasa Inggris. Suasana semakin bertambah tegang ketika kapal perang milik PNG semakin dekat dengan perahu yang ditumpanginya itu. Melihat hal itu Daniel Kogoya berbicara dengan aparat keamanan PNG dengan menggunakan Bahasa Inggris Fiji.

Dengan mendengar Bahasa Inggris Fiji yang digunakan Daniel Kogoya, pihak aparat keamanan PNG mengira bahwa dirinya dan Daniel Kogoya bersama pengikutnya merupakan warga PNG, setelah itu dirinya menyerahkan sejumlah rokok kretek, dan akhirnya tentara PNG pergi meninggalkan mereka.

“Waktu itu ombak hamtam kami, jadi kami berenang kembali hanya dengan celana dalam saja. Kemudian kami gunakan perahu yang agak besar untuk kembali, dan saat itu kami bertemu dengan tentara PNG. Waktu kami dikepung saya bilang bicara sembarangan saja dengan bahasa Inggris atau inggris Fiji, kalau ketahuan kita orang Indonesia kita ditangkap. Saya bilang ke Daniel Kogoya untuk segera bicara dengan bahasa Inggris Fiji, dan akhirnya tentara PNG hormat beliau karena Daniel Kogoya adalah salah satu tokoh besar yang di kenal di PNG, akhirnya kami di lepas,” jelasnya.

Tantangan yang dihadapi bukan hanya sampai disitu saja, tantangan lainnya adalah semenjak pihaknya mulai berada di perairan laut Indonesia, kehabisan bahan bakar minyak, dan hanya berlabuh selama 3 jam, yang kemudian ditemukan oleh angkatan laut Indonesia dan dibawa ke Jayapura.

“Syukur kami diselamatkan oleh Tuhan, sehingga kami bisa tiba disini dan saudara saya Daniel Kogoya beserta pengikutnya bisa kembali ke kampung halamannya dan hidup sebagaimana dengan saudara-saudara kita yang lainnya untuk membangun tanah Papua,” pungkasnya.(*/don/l03)

Minggu, 27 Januari 2013 15:46, Binpa

212 Anggota TPN-OPM Pimpinan Daniel Kogoya Serahkan Diri

Daniel Kogoya, Penghianat Bangsa dan Perjuangan
Daniel Kogoya, Penghianat Bangsa dan Perjuangan

JAYAPURA [PAPOS] – Sebanyak 212 warga Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka [TPN-OPM] di bawah pimpinan Daniel Kogoya yang selama memperjuangkan Papua merdeka di daerah pelintas batas, Jumat (25/1) akhirnya resmi menyerahkan diri dan kembali kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Warga pelintas batas yang menyerahkan diri itu dirangkaikan dengan Ibadah syukur bersama serta bakar batu  serta makan bersama di Aula Kantor Distrik Muara Tami yang dihadiri langsung oleh, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Drs. Christian Zebua, Wakapolda Papua, Brigjen Pol Drs. Paulus Waterpauw, Plt Sekda Provinsi Papua, Elia Loupatty, Wali Kota Jayapura, Drs. Benhur Tommi Mano dan Muspida Provinsi Papua.

Suasana penyerahan warga pelintas batas RI-PNG yang selama ini menjadi anggota OPM yang telah kembali bergabung ke NKRI.Dalam penyerahan itu, mereka menyampaikan ikrar kesetiaan kepada NKRI. Di antaranya, pertama, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI]  yang berdasarkan Pancasila dan UU Dasar  1945. Kedua, mendukung dan ikut serta dalam program pembangunan pemerintahan melalui dana Otsus Papua dalam bingkai NKRI. Ketiga, tidak lagi melibatkan diri dalam organisasi TPN-OPM, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keempat, menentang dalam bentuk aksi separatis, politik  maupun bersenjata di Tanah Papua. Kelima, bersedia hidup rukun dalam kehidupan masyarakat dan turut menciptakan keamanan di Tanah Papua.

Usai membacakan ikrar kesetiaan itu, Daniel Kogoya, kepala staf pimpinan TPN-OPM menyerahkan 3 senjata api kepada Pangdam XVII/Cenderawasih. Masing-masing 2 senjata laras pendek jenis FN 46 dan 1 pucuk senjata rakitan laras panjang, dan kemudian ditandai penandatanganan untuk tetap menjadi warga NKRI.

Pada kesempatan itu, Pangdam menyampaikan rasa terimakasih kepada anggota TPN-OPM yang sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, yang mana mereka merupakan perjuangan daerah pelintas batas.

Hal tersebut, baginya, merupakan suka cita karena sudah menganggap bahwa di tempat inilah [NKRI] mereka merasa aman. “Saya melihat yang selama ini tidak berada di pangkuan Ibu Pertiwi kini sudah kembali, karena mereka sudah mulai sadar tidak ingin lagi lari ke hutan,” ujarnya.

Untuk itu, Pangdam mengharapkan kepada mereka agar tetap di tanahnya sendiri dan mengelola kekayaan yang ada. “Kepada Daniel Kogoya, tidak perlu lagi takut karena saya dan pak Kapolda sudah berjanji memberikan rasa aman. Apabila ada yang ganggu laporkan ke kita dan kita tetap memberikan kenyamanan,” katanya.

Lanjut dia, kalau sudah berada di NKRI ini, tidak perlu takut mau tinggal di mana atau makan apa, karena negara akan tanggung semuanya dan negara tetap akan mengurusnya. “Kami tetap jamin keamanan,” tegas Pangdam.

Ditambahkannya, di Tanah Papua ini, Tuhan menginginkan perdamaian, jangan lagi saling membunuh. “Tuhan tidak menginginkan itu. Yang Tuhan inginkan bagaimana Tanah Papua yang diberkati ini kita bersama-sama membangun untuk maju seperti di daerah lain,” ucapnya.

Sementara itu, Wakapolda Papua, Brigjen (Pol), Drs. Paulus Waterpauw menyatakan, penyerahan diri masyarakat pelintas batas ini merupakan hari yang luar biasa karena mereka sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Untuk itu, dirinya meminta untuk bersama-sama membangun Tanah Papua ini dan aparat kepolisian bersama Pemerintah Provinsi Papua, kabupaten/kota siap melayani dan diminta untuk saling berkomunikasi.

“Saya minta hubungan komunikasi jangan pernah tidak aktif. Jikalau ada yang melakukan kekerasan dari kelompok yang tidak menginginkan untuk kembali ke pangkuan Ibu pertiwi, pihak aparat menjamin memberikan kenyamanan. Ada nomor kontak saya nanti kita saling berkomunikasi,”

ujarnya.

Pada kesempatan itu juga, Daniel Kogoya yang ditemani anggotanya, Paul Kogoya dan Pus Kogoya menyampaikan, tujuannya kembali ke Pangkuan NKRI, karena sudah melihat dua anaknya yang merupakan orang asli Papua telah menjadi pemimpin di negeri ini.

Mereka  adalah Danrem 172/PWY dan juga Wakapolda Papua. “Mereka merupakan bagian dari anak kami yang berhasil sehingga kami  tidak mau saling perang saudara, kami sudah satukan hati untuk bersama-sama membangun Tanah Papua ini,” tukasnya. Dikatakannya, di tengah kegembiraannya itu, ia bertekad tidak lagi berpaling ke tempat dia berasal akan berusaha membangun Tanah Papua ini sampai anak cucu.

Pada kesempatan itu, dirinya meminta maaf karena selama ini banyak rakyat yang menjadi korban hanya karena perbuatan yang dilakukan pihaknya. Ia tidak ingin lagi rakyat menjadi korban dan meminta kepada aparat maupun kepada pemerintah menjalankan pembangunan dengan baik. “Tidak ada lagi kasus korupsi di Tanah Papua ini, karena kita ingin bersama-sama membangun Tanah Papua,” tukasnya.

Sebelumnya, Komandan Korem 172/Praja Wira Yakthi, Joppye Onesimus Wayangkau, menandaskan, proses kegiatan turunnya pelintas batas tradisional (anggota OPM) yang dilaksanakan oleh Kodam XVII/Cenderawasih khususnya Korem 172/Praja Wira Yakthi dimulai sejak September 2012 lalu. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk komunikasi antara dirinya selaku pimpinan Korem 172/Praja Wira Yakthi dengan pihak Daniel Kogoya.

Setelah komunikasi terjalin secara bersinambungan, melalui perantaranya Daniel Kogoya menyampaikan keinginannya untuk kembali ke wilayah NKRI dan hidup sebagaimana warga negara Indonesia pada umumnya.

“Kami selaku pimpinan Korem mempersiapkan seluruh akomodasi dan prasarana untuk menyambut kedatangan Daniel Kogoya beserta pengikut-pengikutnya,”

jelasnya.

Dijelaskannya, penerimaan oleh jajaran Korem 172/PWY, Daniel Kogoya dengan pengikutnya melaksanakan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Pembantu di Distrik Muara Tami. Sejak beberapa minggu lalu kelompok ini telah menempati lokasi penampungan yang telah disiapkan di area perumahan pegawai Distrik Muara Tami.

Para pelintas batas yang sering keluar masuk wilayah RI-PNG ini telah mengakui bahwa kondisi mereka saat ini tidak tentram dan mereka merasa hanya sebagai korban yang melarikan diri ke PNG akibat konflik politik di masa lalu.  Untuk itu, menjadi harapan agar mereka dapat diterima kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan menjadi warga NKRI yang sewajarnya. [loy]

Terakhir diperbarui pada Jum’at, 25 Januari 2013 22:50, Papuapos.com

Daniel Kogoya Janji Tidak Akan Ada Lagi Korban

DANIEL KOGOYA (Tengah) (Jubi/Alex)
DANIEL KOGOYA (Tengah) (Jubi/Alex)

Jayapura – Pimpinan TPN/OPM Daniel Kogoya yang telah bergabung ke pangkuan Ibu Pertiwi dan memilih untuk menetap di Provinsi Papua bersama 212 kepala keluarga pelintas batas lainnya, berjanji tidak akan ada lagi jatuh korban di sana-sini.

“Ada rasa kebanggaan khusus saya bisa gabung dan masuk ke tanah Papua, itu karena ada dua anak putra daerah yang mendapatkan tempat yang baik dari pemerintah pusat, yakni Danrem 172 dan Wakapolda Papua. Karena kebanggaan itulah saya ambil keputusan dan mengambil sikap untuk kembali ke kampung halaman (Papua_red) untuk membangun Papua bersama dengan rakyat Papua lainnya,”

kata Daniel Kogoya saat acara penerimaan pelintas batas tradisional, di Kantor Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Jumat (25/1).

Dia menegaskan, atas nama, kelakuan, dan sikap dirinya selama menjadi pimpinan TPN/OPM banyak rakyat menjadi korban dimana-mana.

“Maka hari ini saya nyatakan tidak akan lagi terjadi hal itu,”

tambahnya.

Menanggapi itu, Daniel Kogoya meminta kepada Pangdam, Kapolda, Gubernur Papua, Wali Kota Jayapura serta Danrem 172 jangan lagi ada tindak kekerasan terhadap rakyat.

“Saya atas nama pimpinan TPN/OPM sudah ada di tengah-tengah pemerintah Indonesia khususnya Papua ini, untuk itu kita bersama-sama membangun daerah ini. Saya melihat rakyat saya menderita tidak punya tempat tinggal, mereka teriak-teriak di jalan, tidur di jalan dan juga orang papua yang ingin sewa rumah kesana kemari padahal kami yang punya tanah ini. Untuk itu, saya minta pemerintah pusat maupun Papua tolong memberikan kesempatan, saya minta pembangunan di daerah ini segera dilaksanakan. Dalam TPN/OPM masih ada pimpinan tertinggi, kalau saya diperlakukan dengan baik apa beratnya dia akan bergabung dengan kita,”

tegasnya.

Pada kesempatan itu juga, Daniel Kogoya memperkenalkan jaringan Komunikasi yang di dukung oleh Danrem 172 dan Dandim 1702 Jayawijaya. Selain itu dirinya juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Kapolsek Koya karena telah membina masyarakat pelintas batas dengan baik.

“Selama saya diluar ada rasa kecemburuan sosial, tetapi anak-anak saya sudah jadi perwira dan memimpin Papua ini, sehingga saya melihat diri buat apa menahan diri di luar. Untuk itu saya lebih memilih masuk, kalau kita berbuat baik terhadap rakyat, rakyat juga akan berbuat yang lebih baik,”

katanya.(Jubi/Alex)

Friday, January 25th, 2013 | 22:34:06, TJ

Mari Membangun Papua Berlandaskan Hukum Allah

Jumat, 12 Oktober 2012 06:34, BintangPapua.com

Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), Christian Mehuze selaku keturunan putrid raja dari Selatan saat dalam prosesi pengukuhan Alex Mebri sebagai Raja, disaksikan raja-raja di tanah Papua.

JAYAPURA – Kemarin, Kamis, (11/10) secara sah dikukuhkan dan diproklamirkan Raja-Raja di Tanah Papua. Acara ini dilakukan dalam upacara adat, ditandai dengan ditabiskannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini oleh raja-raja dari daerah, diantaranya Raja dari Teluk Saireri, Emanuel Koyari, dan Christian Mehuze selaku keturunan putri raja dari Selatan.

Pengukuhan itu ditandai pembicaraan singkat dalam rumah adat dan api adat, setelah itu Alex Mebri dikukuhkan sebagai Raja dengan air adat oleh raja-raja di tanah Papua, selanjutnya dilakukan upacara bendera yang adalah sebagai lambang adat/budaya raja (bukan lambang politik).

Usai pengibaran Bendera Raja, dilanjutkan pembacaan susunan kabinet menteri raja, sekaligus pembacaan undang-undang (UU) yang tidak lain merupakan 10 perintah Tuhan. UU dimaksud mendasari lahirnya pembentukan dan pengukuhahn Raja-Raja di tanah Papua.

Dijelaskannya, diproklamirkannya hal itu tidak lain merupakan amanat dari Tuhan untuk penggenapan Firman Tuhan, bahwa Papua dan segala bangsa telah meredeka secara jasmani dan rohani, dan Papua sebagai tanah perjanjian yang kelak memberikan makan bagi segala bangsa serta Papua berdiri atas nama Indonesia dan dunia.

Hal tersebut, kata Raja Alex Mebri, itu akan umumkan ke Papua dan seluruh dunia bahwa masalah Papua sudah selesai, Papua sudah merdeka secara jasmani dan rohani, jadi siapa yang memperjuangkan kemerdekaan di atas tuntutan merdeka sebagaimana sekarang ini, maka mereka akan dikutuk.
“Masalah Papua sudah selesai, tidak ada merdeka, kalau ada perjuangan kemerdekaan cangkokan, maka mereka itu jelas akan dikutuk,” tandasnya kepada Bintang Papua, Lapangan Skyline Kotaraja, Distrik Jayapura Selatan, Kamis, (11/10). Ditegaskannya, saat ini bangsa Papua tidak dijajah dan ditindas oleh bangsa manapun, tapi dijajah dan ditindas oleh Iblis, untuk itu seharusnya semua harus sadar untuk bertobat dan berbalik ke jalan yang benar sesuai perintah Tuhan. Supaya Tuhan dapat menurunkan emas di setiap daerah, agar setiap suku bangsa bisa menikmati berkah dan rahmat dari Tuhan.

Menurutnya, Papua merupakan pusat dunia, sebab Tuhan memberikan tanah Papua yang kaya dan tanah Papua yang bisa menyaksikan matahari terbit dan terbenam secara sempurna, sementara di Negara lain tidak menyaksikan matahari terbit dan terbenam sebagaimana yang terjadi di Papua.

Terkait dengan itu, dirinya mengajak semua warga suku bangsa, termasuk TPN OPM untuk bergabung membangun Papua , jangan tinggal di hutan karena itu tindakan tersesat yang merugikan diri sendiri. Semua anak bangsa mari membangun Papua dengan berlandaskan hukum Allah.

Mengenai Bendera Bintang Kejora (BK), harus disadari bahwa itu merupakan 7 kunci maut yang diberikan Iblis Lusifer yang kenyataannya membawa akibat bagi banyak rakyat yang meninggal, sementara Bendera Raja adalah bendera yang menggambarkan 5 corak 1 bintang yang menggambarkan manusia berdiri di 4 penjuru dan bintang di tengah yang artinya Hati Allah yang memberikan kedamaian, berkat dan anugerah serta keselamatan bagi semua orang.

“Saya sudah jalan ke berbagai Negara dan mereka siap untuk membantu anggaran untuk membangun Papua melalui raja-raja yang ada di Papua. Hongkong sudah positif membantu $ 777 T, dana itu nanti dikelola raja-raja. Ingatlah, bahwa kita sudah merdeka. Pembentukan Raja-Raja ini adalah penggenapan Firman Tuhan. Jangan coba-coba secara daging dan jangan melawan Tuhan,” tandasnya.

Ditambahkannya, dirinya pernah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk meminta supaya sistem pemerintahan di Negara ini segera dirubah ke sistem pemerintahan federal, sebab sistem pemerintahan demokrasi sekarang ini banyak membuat ketidakadilan dan rakyat menjadi korban.
Ditempat yang sama, Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), yang juga perumus Pengukuhan Raja-Raja, Emanuel Sayori, menegaskan, pembentukan Raja-Raja ini bukan untuk merampas dan bukan melawan kekuasaan pemerintah, tapi bagaimana bersinergih dengan segala bangsa dan Raja-Raja untuk membangun rakyatnya supaya menjadi sejahtera secara lahir dan batin.

Terhadap hal itu, pihaknya akan berangkat ke daerah-daerah untuk mengukuhkan raja-raja di daerahdan juga sedang menyusun rancangan mengenai sistem kepemimpinan raja-raja di tanah Papua yang berikutnya diserahkan ke MRP untuk dikaji lebih lanjut yang kemudian diusulkan ke DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus.(nls/don/l03)

11 Anggota Papua Merdeka Menyerahkan Diri

Laporan kontributor Andrew Suripatty, Tribunnews.com – Senin, 25 Juni 2012 05:10 WIB

TRIBUNNEWS.COM,PAPUA– 11 orang anggota Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerahkan diri ke Polres Kepulauan Yapen Serui Papua, pada hari Sabtu (23/6) kemarin.

Menurut salah satu sumber resmi di Polres Kepulauan Yapen Serui Papua kepada Tribunnews.com Minggu (24/6/2012) menjelaskan, kesebelas orang yang merupakan anggota TPN/OPM dari Distrik Angkasera Kepulauan Yapen ini menyerah dengan sukarela.

Mereka langsung menyerahkan diri kepada Kapolres Kepulauan Yapen AKBP Drs. Roycke Harilangi. “Anggota TPN-OPM itu menyerah setelah markas tempat pelatihan mereka di grebek aparat gabungan TNI-Polri akhir Mei lalu. Saat itu salah satu anggota mereka juga berhasil diamankan,” ujarnya yang enggan namanya disebut.

Philemon Manitori yang merupakan Sekretaris TPN-PB Kodam III Saireri beserta 10 orang anggotanya menyerahkan diri secara sukarela ke Polres Kepulauan Yapen pada hari Sabtu 23/06 yang lalu.

Saat menyerahkan diri, sebelas anggota TPN/OPM ini diterima langsung oleh Kapolres Kepulauan Yapen dan kemudian langsung melakukan pendataan terhadap mereka, sekaligus memberikan pembinaan mental dan ideologi.

Usai menyerahkan diri kepada pihak Kepolisian Polres Kepulauan Yapen, kesebelas anggota TPN/OPM tersebut juga langsung diserahkan kepada pihak Pemda kabupaten Yapen dimana , Penjabat Bupati Yapen Helly Werror menerima kesebelas anggota OPM itu diruang Aula kantor Bupati .

Sementara itu pihak Kepolisian Polda Papua hingga berita ini ditunrunkan belum bisa dikonfirmasi soal penyerahan diri sebelas anggota TPN/OPM tersebut.

Kapolres Yapen AKBP Roycke Harilangi saat dihubungi melalui telepon selulernya, tidak bersedia membalas pesan dan juga mengangkat panggilan telepon walapun telepon Kapolres Aktif. Sementara Kabid Humas Polda Papua Kombes Polisi Johannes Nugroho Wicaksono juga belum bersedia memberikan keterangan.

“Sampai saat ini saya belum menerima laporan atas adanya 11 orang yang di duga anggota OPM menyerahkan ke Polres Yapen,” katanya.

Kesebelas anggota TPN/OPM yang menyerahkan diri itu antara lain;
1. Altoliap Ayomi (21)
2. Benny Torobi (17)
3. Dolfinus Reba (21)
4. Kornelis Bonai (52)
5. Lewi Numberi (23)
6. F.Menasir Fonotaba (19)
7. Otis Karimati (35)
8. H.Philemon Manitori (47)
9. I.Frits Reba (20)
10. J.Salmon Nuboa (39)
11. K. Viki Mansei (16).

Jangan Abaikan Suara Kami Dengar Juga Suara Kami Yang Juga Anak Adat

Ditulis oleh FRANSISCO DON BOSCO POANA, Rabu, 04 April 2012 06:22, BintangPapua.com

Akhir akhir sering kita dengar, sering kita lihat dan baca banyak anggota OPM yang bergabung dan kembali kepada Negara Indonesia. Beberapa pemikiran muncul dibenak saya, bagi anak adat seperti saya yang jauh dari hiruk pikuk politik, merenung dan memikirkan segala kejadian di tanah adat adalah bagaikan kewajiban. Bagi tokoh-tokoh OPM yang pernah malang melintang mendiami hutan atau yang malang melintang ke penjuru dunia memperjuangkan kemerdekaan Papua, tetapi ujung-ujungnya kembali kenegeri ini, ketanah adat ini tanah yang diberkati Tuhan.

Mereka kembali dengan haluan yang berbeda setelah melihat kenyataan bahwa Papua memang hak sah Indonesia. Lalu saat ini kita melihat ada lagi yang begitu seperti mereka dulu, menyebar janji suara keras menentang Indonesia demontrasi. Saudara-saudara kita itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara, coba kita lihat kisah orang-orang yang dulu OPM, lalu kembali ke Indonesia. Tokoh Organisasi Papua Merdeka Nicholas Jouwe Setelah 42 tahun menetap di Negeri Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Papua, akhirnya menyatakan bahwa perjuangan memisahkan diri Papua dari Indonesia ternyata tidak mendapat respon dunia internasional. Jouwe yang datang dan kembali menjadi WNI, mengaku kagum dengan keseriusan pemerintah Indonesia dalam membangun Papua, saat pelariannya ke Eropa tersebut masyarakat Papua masih hidup dalam zaman batu yakni belum sepenuhnya megenal peradaban.

Hampir 70 persen rakyat Papua massa itu masih hidup dalam zaman batu, sekarang saya datang dan saya lihat setelah 42 tahun di Eropa, Papua telah maju, bangsa Papua sangat maju, Jouwe mengaku kepulangannya ke Papua karena dirinya adalah warga Negara Indonesia suku Papua yang sama dengan WNI yang lain. Menanggapi perjuangan sebagian rakyat Papua yang masih menginginkan merdeka dengan tujuan membentuk Negara Papua terlepas dari NKRI, Jouwe bahkan brtanya tentang maksud pemisahan diri yang diinginkan sebagian masyarakat Papua. “Saudara-saudara itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara apa? Itu tidak akan pernah terjadi, saya perjuangkan itu mati-matian, sampai tahun 1969, saya tanya kepada PBB kenapa Papua tidak bisa merdeka, PBB bilang Papua punya kemerdekaan sudah direalisasikan oeh Soekarno Hatta pada 17 agutus 1945.”

Lalu, hal senada juga muncul dari Kampung Kimi Kabupaten Nabire sebagaimana dimuat Pasific Pos pada 1 November 2011 jangan bicara Merdeka sebelum memerdekakan diri. Mantan Panglima Organisasi Papua Merdeka (OPM) di era tahun 60-an hingga awal tahun 80-an, Yulian Jap Marey menanggapi sejumlah aksi”“aski yang mengatasnamakan perjuangan untuk Papua yang pada akhirnya membawa korban terhadap masyarakat yang sesungguhnya tidak tahu tetapi malah menjadi korban. Selaku tokoh politik menegaskan kepada semua lapisan masyarakat Papua, jangan terpancing dengan isu-isu kepentingan politik saudara-saudara kita dan janganlah bicara merdeka sebelum memerdekakan diri, keluarga dan kampung halaman.

Selaku mantan Panglima yang pernah berjuang untuk mendirikan sebuah negara, namun dirinya kembali berpikir bahwa itu perjuangan yang tidak mungkin dan hanya membuat mati konyol. Sehingga kembali dirinya berpikir untuk membangun kampong, dan dari situlah akan memerdekakan diri, keluarga dan kampung. Dan wilayah Kampung Nusantara Kimi Kabupaten Nabire yang ada saat ini, dulunya sebagai basis OPM di bawah kepemimpinannya. Kini dapat dirubah dengan sebuah konsep sederhana sebagai sebuah kampung yang dibangun secara perlahan sejak tahun 1980-an. Yulian Jap Marey mengatakan tidak mungkin saya akan bangun sebuah negara, dan akhirnya saya berpikir untuk membangun sebuah kampung saja dan kini semua jalan “jalan yang ada di Kampung Kimi hanya dengan swadaya bersama masyarakat kita bangun dan selanjutnya kami minta bantuan kepada pemerintah untuk diaspal, dengan bantuan dana Otsus bisa nikmati atau jalan di atas jalan aspal. Hal ini bisa dilakukan oleh semua tokoh politik, semua kepala suku dan tokoh masyarakat buat rencana untuk membangun kampung, maka orang Papua sudah berada di ambang pintu sejahtera. Dan pembangunan kampung yang dilakukan oleh para tokoh untuk membangun rakyatnya, maka itu yang disebut kemerdekaan atas diri sendiri atau di atas negerinya sendiri. Sementara hal lain menjadi urusan dan pemberian dari Tuhan, bagaimana kalau urusan besar kita mau buat, sementara yang kecil saja kita tidak bisa sendiri.
Semangat, kesadaran atas pemahaman kebangsaan beruntun menyambung dari berita-berita, mulut ke mulut anak adat saling member informasi tentang situasi kembalinya tokoh-tokoh yang dulu kepala batu dengan merdeka. Kemudian, Panglima Tentara Pembebasan Papua Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) Alex Mebri merespon positif para pendahulu, dan dia memastikan bahwa konflik dan kekerasan di bumi Cendrawasih itu bukan karena keinginan untuk merdeka, melainkan akibat konflik politik yang berkaitan dengan pemilihan umum kepala daerah. “Mereka bukan OPM, tetapi mengatasnamakan OPM,” kata Alex kepada wartawan ketika menemui Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, di kediaman Aburizal, Jalan Mangunsarkoro, Jakarta,
Papua pembangunannya tertinggal dan marilah kita cari solusi yang terbaik untuk Papua dan pembangunannya,” kata perwakilan Tim 12 yang juga mantan Panglima Tentara Nasional OPM Alex Mebri. Pelaku konflik, menurut Alex menggunakan isu Papua merdeka untuk mencari simpati maasyarakat. Padahal, sesungguhnya adalah persoalan konflik politik praktis. “Dan, rakyat tidak diperhatikan.” Karena itu, kekerasan seolah tidak pernah berhenti, dan rakyatlah yang justru selalu menjadi korban. Alex mengaku bahwa dia dan para pengikutnya telah membulatkan tekad kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta siap secara bersama-sama pemerintah RI untuk membangun Papua menjadi lebih sejahtera dan damai. Baginya, apa pun caranya, konflik/kekerasan harus segera diakhiri. Jika tidak, Papua tidak akan pernah sejahtera. Selain melakukan audiensi dengan Aburizal Bakrie, Alex Mebri dan Pdt John Ramandey mengatakan akan bertemu dengan Ketua DPR dan Presiden untuk menyampaikan pernyataan sikap soal masuknya TPN/OPM ke dalam NKRI. (VIVAnews 12 Februari 2012)

Namun demikian sebagai idiologi, keinginan merdeka memang tidak serta merta hilang dengan kembalinya tokoh-tokoh sentral kedalam Indonesia, sehingga beberapa orang masih saja menyebarkan isu-isu ketengah rakyat, seperti isu Negara Papua telah didaftarkan di PBB. Hal tersebut sempat menjadi tanda tanya oleh sebagian besar rakyat Papua. Ada yang percaya, ada yang tidak. Kemudian, saya mendapatkan tulisan yang bisa membawa suatu informasi yang tidak jelas menjadi terang yaitu dari Mantan Menlu OPM Nick Messet yang mengeluarkan Pernyataan Ekslusif sebagai berikut. Beredar diantara kalangan masyarakat Papua satu surat yang dinyatakan dari Sekjen PBB Ban Kie Mon, tertanggal 28-01-2012 yang mana menyatakan bahwa : Negara Republik Federal Papua Barat resmi terdaftar di PBB dengan No. Code : R.R. 827 567 848 B E. Dan sehubungan dengan surat ini maka sudah dibentuk : DEWAN NASIONAL PAPUA BARAT oleh sekolompok aktivis Papua untuk menjalankan isi dari surat tersebut. Mereka juga mengatakan, “ Ini desakan dari pihak luar negeri untuk segera disusun perangkat Negara secara keseluruhan. Setelah saya mendapat info ini maka saya mengadakan kontak dengan kawan saya yang pernah menjabat sebagai Direktur Dekolonisasi untuk Asia dan Pasifik mengenai kebenaran dari Surat Sekjen PBB tanggal 28-01-2012. Beliau langsung menyatakan dengan Tegas bahwa, berita itu TIDAK BENAR! !!! PBB tidak bekerja seperti itu ! Ada aturan Undang-undang dan mekanisme dalam organisasi PBB yang mengatur semua persoalan sebelum Sekjen PBB mengeluarkan surat :
Pertama, setiap surat atau dokumen harus mendapat persetujuan dari semua anggota PBB, minimal 2/3 dari jumlah anggota PBB, termasuk Indonesia.
Kedua, harus dapat persetujuan dari Dewan Keamanan (DK) sebelum Sekjen PBB mengeluarkan surat atau dokumen tersebut. Dan proses ini memakan waktu yang lama sekali, tidak semudah seperti yang banyak orang pikirkan dan harapkan, dalam sekejap mata.

Saya juga minta agar beliau cek apakah ada surat dengan nomor Code: R.R. 827 567 848 BE, dan setelah di cross-cek beliau katakan tidak ada, dan sarankan agar bisa dicek dalam website dari PBB mengenai surat ini. Dan setelah di cek di website resmi PBB http://www.un.org juga tidak ditemukan surat dengan nomor tersebut. Karena semua keputusan yang dikeluarkan oleh PBB selalu dipublikasikan secara transparan dimedia masa dan untuk diketahui oleh public secara umum, apalagi menyangkut keputusan satu negara baru yang akan menjadi anggota PBB. Dengan beredarnya Surat yang TIDAK BENAR dan mengatasnamakan Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini maka ingin saya katakan, bahwa masyarakat jangan dengan mudah percaya provokasi dan ajakan-ajakan dari pihak pihak yang tidak betanggungjawab dan hanya ingin mengambil keuntungan dan memberi angin segar mengenai persoalan Papua yang sudah TIDAK menjadi perhatian di PBB. Banyak orang yang hanya ingin memberi berita berita yang menyenangkan (menghibur) bagi masyarakat Papua yang TIDAK mengerti mengenai proses dan mekanisme tatacara menyampaikan permasalahan yang akan dibawakan ke Sidang Umum PBB dan DEWAN KEAMANAN. Telah berulang kali saya menyatakan bahwa soal Papua sudah TIDAK menjadi topic pembahasan yang akan dibicarakan di dalam Sidang Umum PBB.

Saya juga menghimbau agar masyarakat Papua jangan mudah terpancing dan percaya akan berita berita BOHONG !.Jangan pikir gampang untuk persoalan Papua dibawakan kembali Ke Sidang Umum PBB, waktunya sudah lalu dan sudah menjadi bagian dari sejarah, IRIAN BARAT atau PAPUA sudah mendapat legitimasi dari Sidang DK (Dewan Keamanan) PBB pada 19 November 1969, bahwa Papua adalah Bagian dari NKRI. Maka sejak saat itu status Papua sebagai daerah Koloni sudah selesai, dan resmi dihapuskan dari daftar negara-negara Koloni. Jadi untuk membawakan masalah Papua kembali dalam proses dekolonisasi di dalam pembahasan PBB itu adalah hal yang mustahil dan tidak mungkin.

Disini saya ingin menyampaikan bukti sebuah fakta, dan saya ingin agar seluruh masyarakat Papua yang masih bermimpi bahwa persoalan dapat Papua dimasukkan kembali kedalam Komite Dekolonisasi PBB, agar dapat membaca dan memahami dengan baik agar tidak terus bermimpi dan terlena dengan berita berita BOHONG yang selalu dipublikasikan dari waktu ke waktu kepada masyarakat Papua.

Ini sebuah bukti ; pada tanggal 11 September 2000, duabelas (12) orang Papua hadir dan bertemu serta mendengar secara langsung keterangan dari Direktur Dekolonisasi untuk Asia dan Pasifik mengenai status Papua. Pertemuan tersebut dapat terlaksana karena adanya permintaan dari mantan PM Vanuatu Hon. Barak Tame Sope Mautamate MP kepada Mantan Sekjen PBB Kofi Annan untuk bertemu dengan orang yang dapat menjelaskan kepada delegasi Papua yang pada saat itu dipimpin langsung oleh Ketua PDP alm. Theys Hiyo Eluay, Ikut dalam delegasi tersebut, Wakil Ketua PDP Tom Beanal, Moderator Urusan Luar Negeri Franzalbert Joku(sekarang sudah berjiwa NKRI), alm. Victor Kaisiepo, Yorris Raweyai beserta istri sebagai anggota PDP, Mediator Willy Mandowen, Andy Ayamiseba, Rex Rumakiek, Andy Manobi, staff PDP Di USA Celeste Beatty dan Nick Messet.

Delegasi PDP, dipertemukan dengan utusan Sekjen PBB seorang Diplomat dari Peru, Mrs. Maria Maldonado, yang menjabat sebagai Direktur Dekolonisasi urusan Asia dan Pasifik. Dan selama hampir dua jam Beliau menerangkan bahwa masalah Papua sudah dicabut dari Komite Dekolonisasi berdasarkan keputusan Sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 19 November 1969. Jadi TIDAK MUNGKIN untuk dikemudian hari masalah Papua tersebut akan dimasukkan kembali kedalam Komite Dekolonisasi lagi karena Papua bukan lagi daerah Koloni, karena sudah menjadi bagian dari NKRI, jadi persoalan Papua sudah selesai.

Jadi dengan demikian sudah terang benderang bagi kita semua bahwa jangan kita terlena terus menghibur diri dan saling “baku tipu” antara kita sendiri, dan lebih dari itu jangan terus menipu rakyat yang tidak mengerti dengan semua proses dan mekanisme yang mereka sendiri buta. Kelalaian PDP waktu itu ialah, TIDAK mensosialisasikan hasil pertemuan dengan Direktur Dekolonisasi pada saat kembali ke Papua. Dan ini yang membuat ada kecenderungan anggapan bahwa masalah Papua bisa dimasukkan kembali kedalam daftar daerah koloni oleh Komite Dekolonisasi PBB.

Himbauan saya, khususnya kepada generasi muda Papua, mari kita sebagai masyarakat dan generasi Papua membantu Pemerintah Daerah Papua dan Pemerintah Pusat untuk membangun Tanah Papua ke depan degan penuh rasa kasih sayang dan tanggung jawab berdasarkan kesadaran NASIONAL yang tinggi, agar Tanah Papua kedepan menjadi pulau yg aman, tertib, damai dan sejahtera. Dan semoga ini semua bisa menjadi contoh bagi Provinsi -Provinsi lain di seluruh Indonesia.Mari kita lihat kedepan dan menyiapkan masa depan anak -cucu kita yang lebih baik.

Semoga uraian dan keterangan saya bisa dibaca dan dipahami degan baik serta menjadi bahan pemikiran bagi kita semua, khususnya masyarakat Papua di Tanah Papua. God Bless “¦!

Penulis adalah :
– Anggota Dewan Pendiri Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO) Di Timika -Papua
– Pemerhati  masalah politik di Papua.

 

Organisasi Papua Merdeka: Kami Menyatakan Diri Kembali kepada NKRI

13 February 2012 | 08:04

Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)
Kabar Baik untuk Papua hadir pada Minggu Sore 12/2 dimana Panglima Tentara Pembebasan Papua Organisasi Papua Merdeka, Alex Mebri bersama sebelas orang aktivis gerakan Papua Merdeka untuk membicarakan solusi bagi segala permasalahan yang terjadi Papua. mereka menyatakan diri kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan siap secara bersama-sama membangun Papua lebih sejahtera serta berkomitmen mengakhiri seluruh kekerasan seperti yang selama ini terjadi hal tersebut disampaikan kepada Abdurizal Bakrie selaku Ketua Golkar.

“Kami, bersama pemerintah Republik Indonesia, siap mencari solusi untuk Papua, dan siap bekerja untuk membangun Papua,” ujar politisi asal Papua sekaligus anggota Fraksi Partai Golkar DPR Yorris Raweyai.

Abdurizal Bakrie menyatakan bahwa pengalamannya beberapa kali mengunjungi Papua selama menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat telah menggugah kesadarannya bahwa permasalahan Papua tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan kekerasan/militer, melainkan dengan pendekatan kesejahteraan, demikian yang saya kutip dari (Laporan Arief Ulyanov vivanews.com)

Keinginan tersebut tentunya harus disambut baik oleh Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia serta seluruh elemen bangsa.

Papua Cinta Indonesia, Papua Tanah Damai, Papua tidak ingin Merdeka, Papua ingin hidup sejahtera.

Untuk itu Pemerintah telah memiliki komitmen untuk membangun Papua dengan hati. Beberapa Minggu yang lalu pemerintah telah membuktikan komitmennya untuk membangun Papua dengan hati.

Hal tersebut diwujudkan dalam Aksi Terpadu Untuk Mansinam 2012. Aksi Terpadu tersebut dalam Bentuk Pembangunan Tugu Kedatangan Situs Pekabaran Injil dan Pembangunan Kawasan Pulau Mansinam.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai dalam hal ini mewakili Presiden, 3 Menteri masing-masing Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan, Gubernur Provinsi Papua Barat diwakilkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Ir. M. L. Rumadas, M.Si., Ketua Senode Gereja-Gereja di Manokwari, Kepala Suku di Pulau Mansinam dan pemegang hak ulayat telah meletakan batu pertama tanda dimulainya Pembangunan Tugu Kedatangan Situs Pekabaran Injil dan Pembangunan Kawasan Pulau Mansinam dilakukan bersamaan dengan pada Perayaan Hut Pekabaran Injil di Tanah Papua ke 157 yang dilaksanakan di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat, Minggu 5/2/2012.

Pulau Mansinam merupakan tempat bersejarah masyarakat Papua, “the gate civilisation’. Di pulau Mansinam ini telah datang 2 pendeta Ottow dann Geisher pada 5 Februari 1855 yang diantar oleh Kesultanan Tidore dari Maluku Utara (seorang muslim), hal ini merupakan simbol harmoni sosial dalam sejarah peradaban orang papua.

Aksi terpadu untuk Mansinam 2012 meliputi :
(A) Pembangunan Situs Pekabaran Injil dan Penataan Kawasan Mansinam yang terdiri dari 10 Program diantaranya (1) Renovasi Situs Lama Kedatangan 2 Penginjil yang terletak ditepi pantai, (2)Pembangunan Tugu Kedatangan Injil sekitar ketinggian 30 meter, (3) Pembangunan Pembangunan Dermaga Kedatangan.

(B) Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendukung Pulau Mansinam terdiri dari 5 program diantara adalah (1) Pembangunan jalan setapak lingkar pulau 12 KM, (2) Penataan dan Renovasi Permukiman Penduduk, (3) Peningkatan Daya Listrik dari semula 6 jam sehari (18.00 – 24.00 WIT menjadi pelayanan 24 jam sehari mulai 1 Maret 2012.

(C) Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat Pulau Mansinam, 10 program diantaranya adalah (1) Pembangunan Puskesmas, pendukung kesehatan lainnya beserta kesiapan SDMnya, (2) Revitalisasi Lapangan Bola Kecamatan, Lapangan Futsal dan Peralatan Olah Raga Program Pemberdayaan Kepemudaan (kewirausahaan dan life skill), (3) Pembangunan 1 Gedung PAUD dan 1 Gedung TK Mansinam.

Dalam kesempatan itu juga Pemerintah dalam bidang olahraga menyerahkan langsung bantuan berupa perlengkapan olah raga seperti bola sepak, bola futsal, bola basket dan peralatan olah raga lainnya, sedangkan dibidang perhubungan pemerintah memberikan 2 buah kapal masing-masing 1 kapal untuk Provinsi Papua Barat dan 1 buah kapal buat Provinsi Papua.

Semoga segala keinginan dan cita-cita serta harapan masyarakat Papua dapat terwujud bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pilihan OPM beserta aktivisnya untuk kembali kepada pangkuan Ibu Pertiwi menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi segala persoalan dan permasalahan yang ada di Papua menuju Papua yang lebih sejahtera

Papua tidak perlu janji-janji tapi bukti nyata dan langkah-langkah kongkrit dari Pemerintah dan seluruh elemen bangsa untuk Papua memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Semoga …

JDP Segera Gagas Konsultasi Publik Orang Pendatang di Papua

JAYAPURA- Koordinator Jaringan Damai Papua( JDP),Pastor Neles Tebay mengungkapkan, untuk segera mewujudkan Papua Tanah Damai, dibutuhkan keterlibatan bersama antara semua aktor di masyarakat Papua, eksekutif, legislatif hingga aktor TPN- OPM. Bahkan Orang Papua di luar Negeri, meski dimintai juga pendapatnya tentang bagaimana mewujudkan Papua Tanah Damai. Selain itu, keterlibatan 9 aktor diantaranya, Polisi, TNI dan media merupakan aktor yang dianggap mesti dilibatkan dalam mewujudkan Papua Tanah Damai. Dengan demikian 9 aktor ini setelah dilibatkan, akan memberikan sumbangan yang khas, spesifik, khusus.” Saya pikir untuk mewujudkan Papua Tanah Damai, “kita perlu perjuangkan”,” ujar Neles.

Keterangan Neles Tebay itu disampaikannya kepada Wartawan dalam sebuah Diskusi tentang upaya upaya mengatasi kekerasan oleh Aparat Kepolisian Polda Papua dan Kodam XVII/ Cenderawasih, yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, pekan kemarin.

Neles Tebay mengungkapkan, Jaringan Damai Papua ( JDP)akan membuat konsultasi publik untuk kelompok kedua, yakni warga negara Indonesia di Tanah Papua. “Ini yang akan kami dorong kedepan, dan kami akan mendekati 10 aktor untuk memberikan pikiran mereka terkait indikator membangun Damai di Papua lintas sektor, Politik, Hukum dan HAM, ekonomi serta sektor strategis lainya, termasuk masalah lingkungan,” ungkapnya.

Kehadiran 9 aktor ditambah media sebagai aktor kesepuluh, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pikirannya dalam mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam Konsultasi Publik, khusus orang Indonesia di Papua atau para pendatang di Tanah Papua, setelah konferensi pertama yang menghimpun semua orang asli Papua digelar, maka konsultasi dengan para Pendatang di Papua merupakan konsultasi publik kedua yang akan segera digelar pula.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Wahyono mengungkapkan, untuk membangun Damai di Papua, kita sangat membutuhkan media, sebab media akan membantu menginformasikan segala hal termasuk suasana keamanan, Kedamaian diPapua.

Wahyono mengigatkan agar media tidak selalu mengekpos masalah kekerasan melulu, apalagi kondisi berdarah darah, sebab hal itu akan terpatri di pikiran masyarakat. Maka yang dicari masyarakat kekerasan saja
“ Kalau boleh jangan kekerasanlah, jangan yang mengerikanlah”, ujarnya kepada Wartawan di Hotel Aston Sabtu,(27/8)pekan kemarin. Dirinya mencontohkan, penanyangan media luar negeri yang tak pernah menayangkan kondisi kekerasan fisik dengan leher terpotong misalnya, diluar negeri hal seperti itu, tidak ada, katanya. Kedepan funsi media sangat penting sekali dalam mewujudkan suasana Damai. Ia menambahkan, “ kita yang katanya bangsa beradab, kok yang disuguhkan kepada masyarakat yang berdarah darah, saya rasa hal itu kurang sempurna, untuk itu dirinya berharap kedepan media begitu penting, pesannya. Dirinya juga mengungkapkan bahwa sistim Keamanan Lingkungan seperti Pos Kambling perlu diaktifkan kembali di Kota Jayapura sebab Pos Kambling sangat membantu masyarakat untuk menjaga Keamanan dan masayarakat juga terlibat didalam menjaga kemanan tersebut.

Hal itu diungkapkannya sehubungan dengan kondisi Keamanan di Kota Jayapura. Menanggapi perlunya Pos Kamling, Kombes Pol Wahyono memastikan pembicaan kearah itu akan dilakukan Pihak Polda melalui Bina Mitra dengan Wali Kota Jayapura.( Ven/don/l03)

BitangPapua.com, Jumat, 02 September 2011 17:10

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny