Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Deerd Tabuni mengingatkan para pihak yang ada di wilayah pegunungan tengah Papua, khususnya Puncak Jaya tak melakukan berbagai manuver untuk kepentingan jabatan, termasuk mengklaim berhasil membuat para anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah itu turun gunung.
Ia mengatakan, jangan menjual rakyat demi kepentingan jabatan dan materi. Aparat kemanan juga perlu jeli melihat kondisi itu. Jangan langsung percaya jika ada pejabat yang mengklaim berhasil membujuk anggota OPM turun gunung. Harus dilihat apakah mereka itu benar-benar anggota OPM atau bukan.
“Kepada pimpinan aparat keamanan jeli melihat mana sebenarnya OPM yang harus turun gunung, mana yang bukan. Jangan menyamaratakan semua. Misalnya saja beberapa waktu lalu diberbagai media ramai diberitakan sembilan anggota OPM turun gunung dan menyerahkan senjat mereka. Mereka kemudian dibawa ke Jayapura dan Jakarta. Namun ternyata, tak ada senjata yang mereka serahkan,” kata Deerd Tabuni, Minggu (21/8/2016)
Menurutnya, rangkaian dari itu, 6 Agustus lalu, dua orang yakni Tidiman Enumbi, gembala jemaat salah satu jemaat di Tinggi Neri dan Terinus Enumbi salah satu dari sembilan orang yang dinyatakan turun gunung lalu dipaksa menyerahkan senjata.
Kata Deerd yang menyatakan masih ponakan dari pimpinan OPM, Goliat Tabuni, Tidiman dan Terinus diancam jika tak menyerahkan senjata akan ditangkap. Padahal semua senjata ada di markas Goliat Tabuni.
“Data akurat yang kami dapat ada 127 pucuk senjata berbagai jenis di markas Goliat. Akibat dipaksa menyerahkan senjata, dua pihak keluarga nyaris bentrok. Menghindari bentrok, Goliat Tabuni menyerahkan pistol yang dirampas Terinus Enumbi dari aparat kemanan beberapa waktu lalu untuk dikembalikan,” ucapnya.
Ia menduga ini ada permainan yang dimainkan pejabat di daerah untuk kepentingan jabatan. Politisi Golkar meminta Bupati Puncak Jaya, Henock Ibo tak berlebihan. Jangan menjual rakyat di wilayah pegunungan.
“Saya harap bupati Henock Ibo tak menjual rakyat untuk kepentingannya. Isu lalu, Rambo Wenda dan Purom Wenda menyatakan mendorong dia jadi bupati. Tapi setelah jadi bupati, justru dia Rambo dan Purom. Itu kesaksian Rambo dan Purom. Jangan merebut jabatan dengan cara-cara tak benar. Ini saya lihat sudah jual masyarakat untuk jabatan,” katanya.
Dikatakan, pihaknya tak membatasi siapapun anggota OPM yang ingin turun gunung. Itu hal baik jika mereka ingin kembali ke masyarakat. Namun jangan menyamaratakan semua masyarakat.
“Jangan hanya orang gunung yang dicap OPM. Jangan mencari makan dan jabatan dengan cara-cara tak benar. Ini proyek. Ini untuk kepentingan pribadi dan jabatan. Sebagai anak dari wilayah pegunungan tengah Papua, saya harus menyikapi ini,” imbuhnya.
Legislator Papua lainnya, Laurenzus Kadepa menyatakan, hampir setiap tahun selalu ada informasi yang menyebut puluhan, belasan hingga ratusan anggota OPM turun gunung. Kembali ke pangkuan NKRI. Namun toh hingga kini OPM tetap eksis.
“Tak ada habis-habisnya. Saya tidak tahu siapa tipu siapa. Siapa yang dapat untung. Ini masih cara-cara lama,” kata Kadepa kala itu. (*)
JAYAPURA – Kepolisian Daerah Papua menyiapkan sebanyak 70 personil Brimob untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok sipil bersenjata (KSB), Yambi pimpinan Tengahmati Telenggen yang diduga keras sebagai pelaku penembakan terhadap 6 warga sipil di kampung Usir, Distrik Mulia, Puncak Jaya, Selasa (26/5/2015) malam.
Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Polisi mengatakan, penembakan terhadap enam warga sipil di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya itu diperkirakan sebanyak 18 orang. Namun, usai melakukan penembakan langsung melarikan diri ke hutan sekitar distrik Mulia, namun karena medan yang begitu sulit membuat aparat kepolisian dan TNI sulit melakukan pengejaran.
“Kami perbantukan sebanyak 70 Anggota Brimob untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok KSB tersebut dibantu TNI,” kata Kapolda Papua kepada wartawan usai melakukan rapat internal dengan Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Fransen G Siahaa, pada Rabu (27/5/2015) di Mapolda Papua.
Menurutnya, penembakan terhadap warga sipil oleh kelompok sipil bersenjata pimpinan Tengahmati Telenggen merupakan pelanggaran hukum, sehingga mereka harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
“Kejadian ini pelanggaran hukum dan kelompok Tengahmati harus bertanggung jawab. Kita akan kejar dan anggota brimob yang ada diatas sudah diperintahkan Kapolres menangkap hidup atau mati,” tegasnya.
Kata dia, kelompok KSB pimpinan Tengahmati dengan jumlah 18 orang tersebut merupakan kelompok kecil dengan menggunakan senjata sekitar 10 pucuk.
“Kita kejar terus, namun tetap waspada sebab mereka pegang senjata. Bagi saya permasalahan ini terakhir dan kita tidak akan menyerah, mereka harus cari dan ditindak tegas,”
tegas Kapolda .
Dalam pengejaran anggota KSB tersebut, anggota TNI siap membantuk kepolisian dan diminta kepada masyarakat Puncak Jaya untuk tetap membantu pihak kepolisian. Namun tetap waspada karena kelompok ini sudah tidak melihat dari aspek masyarakat atau TNI/Polri “Jika kelompok ini berada di tengah masyarakat segera laporkan kepada aparat keamanan karena aksinya selalu sama ratakan,” mintanya.
Jenderal Bintang dua ini, mengkhwatirkan, jika kelompok ini berkeliaran di Puncak Jaya tidak memandang buluh masyarakat dari mana, Apakah TNI, Polri maupun warga sipil biasa atau orang asli di Puncak Jaya. “Kami minta segera memberikan informasi jika berbaur di tengah-tengah masyarakat,” harapnya.
Dia juga memerintahkan kepada anggotanya untuk dilakukan penangkapan dan diproses hukum sesuai aturan yang berlaku. “
Mereka merupakan DPO kita, dan kita akan cari. Kemudian kami mengimbau kepada mereka agar menyerahkan diri. Percuma mereka melawan dan melawan karena kita dengan TNI selalu berkomitmen bahwa NKRI adalah harga mati,”
katanya.
Ditandaskannya, jika mereka ingin memisahkan diri maka kita akan tetap melawan mereka, sehingga diminta untuk menyerahkan diri. Namun apabila tidak, maka akan dilakukan operasi penegakan hukum. “Kami juga lebih mengedepankan operasi intelejen setiap hari,” pungkasnya. (loy/don/l03)
JAYAPURA – Kota Mulia, Ibu Kota Kabupaten Puncak Jaya memanas. Enam warga sipil dilaporkan ditembaki oleh Kelompok Sipil Bersenjata (KSB). Satu orang warga sipil tewas dan lima orang lainnya luka akibat penembakan di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya-Papua, pada Selasa (26/5/2015) malam sekitar pukul 23.00 WIT
Keenam korban penembakan tersebut, diantaranya Pengga Enumbi (31 thn) mengalami luka tembak pada bagian kepala mengakibatkan korban meninggal, Suryanto Tandi Payung (26 thn) mengalami luka tembak bagian pantat sebelah kiri, Alfret Tandi Payung (28 thn) mengalami luka tembak pada bagian lengan kanan, Yulianus Tandidatu ( 32 thn) mengalami luka tembak bagian tangan kiri, Yogi Rerang (21 thn) mengalami luka tembak pada bagian lengan kiri atas, Marten Tandi Payung (39 thn) mengalami luka tembak bagian lengan kanan atas.
Juru bicara Polda Papua, Kombes Pol. Rudolf Patrige mengatakan, peristiwa penembakan yang diduga dilakukan KSB tersebut, terjadi ketika korban sedang duduk di ruang tamu sambil main kartu, lalu tiba-tiba terjadi rentetan tembakan ke dalam rumah dari luar melalui jendela, mengakibatkan 5 orang luka dan 1 orang meninggal dunia.
“Mendapat informasi itu, anggota Polres Puncak Jaya dan TNI langsung melakukan pengejaran terhadap pelaku, namun para pelaku berhasil melarikan diri. Kelima korban langsung divekuasi ke RSUD Mulia, sementara korban meninggal dunia diserahkan ke pihak keluarga,”
katanya.
Usai mendapat perawatan di RS Mulia, 4 dari 5 korban penembakan KSB itu langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura untuk mendapat perawatan intensif.
“Ke empat orang korban penembakan itu dievakuasi dari RS Mulai, Puncak Jaya menuju RS Jayapura menggunkan pesawat Trigana dengan No Penerbangan PK-YPX, tiba di Bandara Sentani satu unit Ambulans milik Perhubungan Udara Bandara Sentani siapkan untuk membawa korban ke RSUD Dok II Jayapura,”
jelasnya.
Ia menjelaskan, korban yang dievakuasi ke Jayapura yakni, Suryono Tandipayung (26 thn), Alfret Tandipayung (28 thn), Yulius Tandidatu (32 thn), dan Marthen Tandipayung (39 thn ). “Keempat orang itu mengalami luka tembak di bagian tangan dan paha, setelah diberondong peluru yang diduga kelompok Yambi mantan anak buah Goliat Tabuni saat duduk-duduk bermain kartu dirumah salah satu korban,” katanya.
Di tempat terpisah, Panglima Kodam XVII/Cendrawasih, Mayjen TNI Fransen G. Siahaan menyesalkan terjadinya penembakan yang mengorbankan masyarakat sipil. “Ini merupakan tindakan kejam,” ujar Pangdam saat dikonfirmasi, Rabu pagi.
Ia mengemukakan, bahwa penembakan yang dilakukan terhadap enam orang warga sipil tersebut, merupakan kelompok Yambi. “Dari kejadian ini 1 orang meninggal dunia dan 5 orang lainnya terluka dan untuk saat ini dirawat di RSUD Mulia. Kemungkinan besar akan dievakuasi ke Jayapura hari ini,” ujar Pangdam.
Pangdam menegaskan, kejadian itu merupakan kriminal dan menjadi tanggung jawab pihak kepolisian. “Bila polisi meminta kami (TNI) turut serta dalam pengejaran, maka kami (TNI) siap membantu,” ujar Pangdam. (loy/don/l03)
SINYALEMEN kepolisian bahwa selama ini TPN/OPM di kawasan pegunungan khususnya di Puncak Jaya dan sekitarnya mempersenjatai diri mereka selain dengan senjata hasil rampasan dari anggota TNI/Polri, juga di duga ada pasokan senjata ilegal yang di selundupkan dari Filipina melalui jalur laut kembali di sampaikan oleh Kodam XVII/Cenderawasih.
Kapendam XVII Cenderawasih, Letkol (Inf) Rikars Hidayatullah melalui press release yang di kirimkan kepada SULUH PAPUA mengatakan bahwa dari kontak senjata antara anggota TNI/AD dengan kelompok TPN/OPM pimpinan Goliath Tabuni di Tingginambut, selain berhasil menewaskan satu orang “tangan kanan” Goliath Tabuni, TNI/AD juga berhasil mengamankan 2 pucuk senjata api buatan China, dan bukan senjata organik TNI ataupun Polri.
“setelah kita lakukan pengecekan ternyata kedua pucuk laras pendek itu bukan senjata organik TNI maupun Polri, senjata yang dimiliki kelompok bersenjata itu diduga buatan Cina”, kata Kapendam.
Baku tembak antara aparat keamanan dengan anggota TPN/OPM kelompok Goliath Tabuni tersebut terjadi Sabtu (7/6) di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya kemarin juga berhasil menewaskan Timika Wonda, yang katanya selama ini dikenal sebagai tangan kanan Goliat Tabuni.
Insiden baku tembak itu berawal saat aparat keamanan melakukan patroli bersama disekitar kawasan Tingginambut yang terletak sekitar dua setengah jam dari Mulia, ibukota Kabupaten Puncak Jaya. (A/RUL/R1/LO1)
Jayapura – Tak ingin banyak pihak yang memberikan penilaian keliru dan tidak-tidak terhadap dirinya, Ketua DPR Papua Deerd Tabuni akhirnya memberikan klarifikasi atas pernyataan sebelumnya yang menyebutkan dirinya mempersilahkan TNI/Polri melakukan operasi militer di Kabupaten Puncak Jaya, menyusul terus terjadinya aksi-kasi penembakan di Puncak Jaya.
Dia mengatakan, ada semacam misundertanding dalam pernyataannya sebelumnya sebagaimana yang dimuat harian Bintang Papua edisi, Selasa (11/2).
Dia tidak menampik bahwa dalam wawancara dengan wartawan itu ada keluar kalimat yang mengesankan mempersilahkan TNI dan Polri melakukan operasi militer di Kabupaten Puncak Jaya’, tapi pernyataan itu hanya sebagai ungkapan kekesalan dia selaku Ketua DPRP atas apa yang terus terjadi di Tanah Kelahirannya Puncak Jaya tersebut.
“Jadi saya tegaskan bahwa saya tidak pernah mempersilahkan TNI/polri melakukan operasi militer di Puncak Jaya, pernyataan itu hanya sebagai sikap kekesalan saya saja, sebab selama ini kita sudah menghimbau agar pasukan TNI dan Polri dikurangi dari Puncak Jaya, tapi kenyataannya terus diperkuat ke sana, ini membuat kita tidak bisa masuk lagi, jadi ini yang membuat saya kesal,”
katanya kepada Bintang Papua via Hpnya dari Jakarta tadi malam Rabu, (12/2).
Deerd Tabuni menegaskan, secara pribadi maupun kelembagaan tidak pernah bermaksud mengijinkan aparat keamanan baik TNI maupun Polri, melakukan operasi militer di Puncak Jaya dalam rangka menumpas kelompok sipil bersenjata. Sebaliknya, DPRP malah meminta, agar pasukan TNI dan Polri dikurangi atau bahkan ditarik, agar masyarakat tidak ketakutan dan mengungsi, agar bisa mengikuti pelaksanaan Pemilu Legislatif dan presiden.
“Jadi saya tegaskan sekaligus mengklarifikasi, bahwa tak ada maksud baik secara pribadi maupun kelembagaan DPRP, mempersilakan pasukan menggelar operasi di Puncak Jaya,” ujar Deerd Tabuni lagi.
Yang saya katakan, lanjutnya, pasukan yang kini cukup banyak di Puncak Jaya, hanya membuat masyarakat ketakutan dan mengungsi sehingga harus ditarik, karena jangan sampai pelaksanaan pesta demokrasi baik Pileg maupun Pilpres terkendala, sebab banyak masyarakat yang mengungsi ke daerah lainya karena takut, seperti ke Timika, Nabire Wamena dan daerah lainnya. “Mengapa pasukan makin diperkuat ke sana yang membuat trauma bagi rakyat, padahal kita sudah minta dikurangi, jadi itu yang membuat saya kesal,” tambahnya.
Sambung Ketua DPRP, menyelesaikan persoalan di Puncak Jaya hanya dengan jalur diplomasi. “DPRP tetap mengedepankan langkah dialog, guna menyelesaikan persoalan disana, bukan dengan cara kekerasan atau operasi militer,” imbuhnya.
Jadi, sekali lagi, tegasnya, DPRP tidak bermaksud mempersilahkan operasi militer dilaksanakan di Puncak Jaya, “DPRP malah meminta operasi apapun tidak boleh dilakukan di Puncak Jaya, selain hanya dengan dialog dan pendekatan kemanusiaan,” tukasnya.
Sebagai Ketua DPRP dan pribadi, Deerd Tabuni menyatakan permintaan maafnya kepada seluruh masyarakat khususnya Puncak Jaya atas berita atau kabar yang sudah berkembang.
“Itu sikap kekesalan saya, karena saya sama sekali tidak pernah menyetujui adanya operasi militer di Puncak Jaya, sebab, hanya akan melahirkan kekerasan-kekerasan baru,” tandasnya.
Deerd Tabuni juga meminta pemberitaan itu diklarifikasi, karena dirinya banyak mendapat kecaman terutama dari sesama anggota DPRP. “Saya mohon berita itu diklarifikasi, kalau tidak saya akan tuntut wartawannya,” ancamnya.
Salah seorang anggota DPRP yang menjabat sebagai Sekretaris Komisi A Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan serta HAM, Julius Miagoni ketika menghubungi Bintang Papua, memprotes pernyataan Ketua DPRP Deerd Tabuni yang mengizinkan operasi militer digelar di Puncak Jaya. “Sebagai anggota DPRP, saya bersama sejumlah rekan lainnya, tak mengerti dengan kebijakan ketua, yang mengizinkan operasi militer di Puncak Jaya, sebab, seharusnya DPRP sebagai representasi rakyat, wajib melindungi rakyat,” ucapnya.
Sebagai pimpinan DPRP, mestinya dalam memberikan pernyataan juga harus lebih dulu berkoordinasi dengan anggota, karena setiap keputusan parlemen harus kolegal, apalagi ini menyangkut operasi militer. “Bisa tidaknya dilakukan operasi militer kan harus ada keputusan politik, jadi kalaupun pernyataan Pimpinan demikian, dasarnya apa, kan tidak pernah sidang membahas hal itu,”ucapnya.
Untuk itu, ketua DPRP harus mengklarifikasi pernyataannya. “Stateman itu harus diklarifikasi, karena semakin menciptakan kondisi yang tidak baik di Puncak Jaya,” imbuhnya.
Kenius Kogoya Ketua Komisi E DPRP yang berasal dari daerah pemilihan Puncak Jaya, juga menyesalkan pernyataan Deerd Tabuni, jika hal itu benar. “Kalau itu benar, kami anggota sangat sesalkan, karena DPRP sebagai wakil rakyat seharusnya berkewajiban melindungi rakyat, bukan menyerahkan rakyat untuk“ ucap Kenius Kogoya.
Jadi, secepatnya, pernyataan itu harus diklarifikasi, karena sudah sangat meresahkan terutama masyarakat di Puncak Jaya. “Klrifikasi harus segera, jangan sampai menimbulkan ketidakpastian,” tuturnya. (don/jir/don/L03)
JAYAPURA — Tokoh HAM Papua Matius Murib menegaskan pihaknya sangat meragukan penangkapan salah seorang yang diduga anggota OPM sebagai pelaku serangkaian aksi penembakan di Puncak Jaya bernama Tinus Telenggen, oleh Tim Khusus Reskrim Polres Puncak Jaya dan Gabungan Brimob Polda Papua menangkap Tinus Telenggen di Kompleks Perumahan Sosial, Kota Baru, Kampung Pagaleme, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya Selasa (28/1) lalu.
Sebab Tinus Telenggen juga diduga kuat melakukan penyerangan Mapolsek Pirime sejak 27 November 2012 hingga menyebabkan Ipda Rofli Takubessi, Brigpol Jefry Rumkorem dan Briptu Daniel Makuker tewas.
Matius Murib mengatakan kepada Bintang Papua di Abepura, Senin (10/2), pihaknya memberikan apresiasi khusus kepada Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M. Tito Karnavian, M.A., PhD, yang telah membuktikan kemampuannya berhasil menangkap seseorang yang diduga pelaku serangkaian aksi penembakan di Puncak Jaya. Tapi di sisi lain pihaknya meragukan yang bersangkutan benar-benar pihak yang paling bertanggungjawab dalam konflik bersenjata selama ini. Sebab, Tinus Telenggen adalah anak sekolah umur belasan tahun.
“Dalam struktur OPM dia sebagai apa. Apa dia paling bertanggungjawab. Jangan sampai salah tangkap. Itu keraguan saya,” ujar Matius Murib.
Ironisnya lagi, tukas Matius Murib, Kapolda selalu membuat statement, apabila kejadian penembakan terjadi di Puncak Jaya, maka pihak yang paling bertanggungjawab adalah Goliat Tabuni.
Matius Murib menambahkan, pihaknya menghimbau kepada Kapolda agar tak boleh ada perlakuan diskriminatif terhadap tersangka Tinus Telenggen, antara lain hak-hak dia harus diberikan sebagaimana mestinya seperti makanan, kesehatan serta yang lebih penting yakni hak hukumnya. “Dia harus didampingi Penasehat Hukumnya. Tak boleh diproses tanpa didampingi Penasehat Hukum. Ini tak boleh. Hak hukumnya harus diberikan,” tandas Matius Murib.(Mdc/don/l03)
AYAPURA [PAYT (19) saat tiba ke Mapolda Papua untuk diperiksa lebih lanjut. YT diduga terlibat dalam penyerangan Pos Subsektor Kulirik, Distrik Mulia yang mengakibatkan hilangnya 8 pucuk senjata. POS]- Tim Khusus Polda Papua berhasil membekuk seorang YT (19). Pemuda tanggung ini merupakan salah satu pelaku penyerangan dan pencurian 8 buah senjata milik Pos Subsektor Kulirik, Distrik Mulia, 4 Januari lalu.
Saat Yemiter sudah berada di Mapolda Papua untuk diperiksa lebih lanjut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Komisaris Besar Sulistyo Pudjo Hartono, Sik mengatakan Yemiter Telenggen ditangkap polisi saat berjalan di Kota Baru Mulia.”Ia tertangkap berdasarkan hasil olah TKP (tempat kejadian perkara) di lokasi penyerangan yang dikuatkan keterangan saksi-saksi yang mengenali beberapa pelaku termasuk YT,” ucap Kabid Humas kepada wartawan di Mapolda Papua, Senin (27/1/2014).
”Pelaku masuk dibawah umur sekitar berusia 19 tahun dan dia dari kelompok Yambi, pimpinan Leka Telenggen. Informasi yang kami terima dia masih berstatus pelajar kelas 2 SMA Negeri 1 Mulia,” tambahnya.
Oleh penyidik, YT dijerat pasal berlapis, mulai dari penganiayaan, Undang-Undang Darurat, hingga percobaan pembunuhan.
Disinggung berapa lagi target polisi terkait penyerangan Pos Kulirik, Kabid Humas enggan berkomentar jauh. Menurutnya, dalam penegak hukum pihak kepolisian sangat berhati-hati, untuk menghindari salah tangkap. Polda Papua juga mengklam masih mendalami barang bukti apa saja dari tangan YT.
”Kita selalu berusaha tidak mungkin menangkap orang yang salah. Mereka adalah masyarakat kita yang harus dilindungi, tapi ini adalah penjahat, pelaku criminal yang menyerbu pos Kulirik beberapa waktu lalu,” tukasnya.
Menyangkut apakah YT terlibat dalam rangkaian penembakan yang menewaskan anggota TNI ? Pudjo belum bisa memastikan. ”Teknik dari beberapa pelaku ini, kalau mau melakukan penyerbuan mereka bersenjata, tapi kalau di Kota mereka simpan senjata. Yang jelas dia terlibat kasus penyerangan Pos Kulirik,” ujarnya.
Sebelumnya, Pos Subsektor Kulirik yang berada di Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, 4 Januari lalu diserang puluhan masyarakat dari kelompok wilayah Yambi. Akibat penyerangan itu, 8 pucuk senjata laras panjang milik Polri jenis, AK-47, Moser serta 5 pucuk SS1 hilang.[tom]
Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI, Christian Zebua
Suasana Telekomfrence antara Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Christian Zebua didampingi Kasdam XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Hinsa Siburian bersama Sejumlah Pejabat teras, Senin (20/1) kemarin siang.Pangdam Soal Pelaku Penyerangan Pos TNI di Mulia
JAYAPURA– Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI, Christian Zebua memastikan, penyerangan Pos Komas Kodim unit intel Kodim 1714/PJ Kota Lama Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Sabtu (18/1) malam murni dari Kelompok Tentara Pembebasan Nasional-Orang Papua Merdeka (TPN/OPM).
“Mereka itu siapa lagi kalau bukan TPN/OPM. Mereka itu kan berurut mulai dari Goliath Tabuni, Militer Tabuni dan Yambi serta dibawah-bawahnya, saya tidak hafal karena saya tidak mau hafal itu,” kata Pangdam kepada sejumlah wartawan usai telkomfrence dengan KASAD Jenderal TNI Budiman di Makodam XVII/Cenderawasih, Senin (20/1) kemarin.
Disinggung mereka kelompok dari mana, tegas Jenderal Bintang Dua ini, bahwa kelompok penyerangan Pos TNI Kabupaten Puncak Jaya itu merupakan kelompok dari Yambi di bawah pimpinan Goliath Tabuni.
Pangdam mengungkapkan, penembakan di Kabupaten Puncak sebenarnya hanya gangguan saja, karena mereka mau balas dendam atas meninggalnya dua orang dari kelompok mereka.
“Kalau kasarnya itu, dia menembak yang penting kena dan sebenarnya mereka tidak berpengaruh terhadap kita walaupun demikian, dua prajurit kita kesenggol peluru dan sekarang mereka sudah keluar dari rumah sakit,”katanya.
Langkah yang dilakukan sekarang, Pangdam mengemukakan bahwa prajurit tetap melindungi rakyat di daerah Puncak maupun di daerah lainnya dengan melakukan kegiatan-kegiatan pengamanan sesuai prosedur bersama-sama dengan polisi.
Disinggung apakah ada penambahan pasukan, jawab Pangdam, penambahan pasukan tidak dilakukan, namun yang dilakukan adalah pergantian atau rotasi. Di mana, personil lama diganti dengan personil yang baru. “Tidak ada penambahan pasukan, biasa kita hanya lakukan pergantian rotasi yang berjumlah 12 SSK,” pungkasnya.
KASAD Pertanyakan Situasi Papua ke Pangdam
Sementara itu Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Budiman mempertanyakan situasi keamanan dan bencana kepada Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI, Christian Zebua melalui Telkomfrence di Makodam XVII/Cenderawasih didampingi Kasdam, Brigjen TNI. Hinsa Siburian bersama sejumlah pejabat teras Kodam XVII/Cenderawasih, Senin (20/1) kemarin siang.
Selain KASAD menanyakan kepada Pangdam XVII/Cenderawasih situasi Papua, juga menanyakan kepada seluruh Panglima Kodam di seluruh Indonesia guna memantau dan mengantisipasi setiap bencana yang saat ini tengah melanda sejumlah daerah di Indonesia.
Namun sebelumnya, Budiman menekankan kepada Pangdam XVII/Cenderawasih untuk terus meningkatkan dan memastikan gangguan keamanan di Papua serta harus menanganinya secara serius dengan menyediakan anggota dengan baik.
Untuk mereka-mereka yang lainnya, Budiman memberikan arahan kepada Pangdam bahwa masyarakat tersebut merupakan saudara-saudara kita sehingga TNI tetap melakukan tugas untuk membantu pembangunan, agar pemerintah daerah memberikan prioritas pembangunan kesejahteraan dan pendidikan kepada masyarakat Papua.
“Jadi kita harus mengajak saudara-saudara kita lebih maju, lebih sejahtera, perlakukan secara adil dan baik. Akan tetapi jika mereka melakukan secara bersenjata itu merupakan tugasmu, dan harus bisa di atasi sesuai dengan perundang-undangan,” tegas Kasad kepada Pangdam.
Tidak hanya itu, Budiman meminta kepada Pangdam agar intelejen di wilayah Papua untuk tetap mendeteksi sebelum munculnya kejadian dan jangan sampai itu terjadi. “Itu tugasmu saya harap bisa diatasi dengan baik,” tekanya.
Sementara itu, Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Chritian Zebua menjelaskan, bahwa peristiwa yang terjadi di Papua dimulai dari Longsor di daerah Jayapura yang menewaskan dua orang ibu-ibu saat malam tahun baru, kemudian longsor di daerah Sentani yang menewaskan 3 orang pekerja.
Meski demikian, Pangdam menyampaikan bahwa ancaman banjir diperkirakan hanya di daerah Kota/kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Merauke dan Kabupaten Sorong-Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk mengantisipasi longsor di daerah Kabupaten Jayapura dan di daerah Tembaga Pura dan banjir bandang di Kabupaten Wasior.
Untuk mengantisipasi semua perkiraan, Jenderal bintang dua ini, pihaknya sudah mengkoordinasi dengan badan penanggulangan bencana daerah dan Kodam, Korem, Kodim sudah mengorganisasikan tugas penanggulangan bencana dengan perlengkapan-perlengakapan yang sudah disiapkan. Seperti, Truk, Ambulans, tenda kesehatan, dapur lapangan, dan alat berat dalam hal Denzipur 10.
Hal menonjol lain, lanjut Pangdam adalah tentang gangguan kelompok kriminal bersenjata dua hari lalu, namun telah diatasi dengan serius. “Peristiwa penembakan sudah kami antisipasi karena kita baru saja melumpuhkan dua tewas di daerah Timika dan kita rebut satu senjata, sehingga mereka mau membalas dan balasan mereka menginginkan prajurit kita serta merebut senjata,” katanya dihadapan Kasad.
Untuk itu, jajaran Kodam XVII/Cenderawasih telah meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan patroli di daerah-daerah yang dianggap rawan. Sementara kegiatan yang sedang berjalan sekarang ini adalah rotasi pengamanan daerah rawan 12 SSK ke daerah pegunungan Tengah, karena diakuinya daerah tersebut merupakan daerah yang cukup rawan.
“Walaupun daerah tersebut merupakan daerah rawan tapi kami tetap berpedoman untuk dilakukan pengamanan dijalur-jalur yang dilalui selalu dilakukan secara optimal, namun sampai hari ini situasi di Papua aman dan kondusif,”
katanya.
Selain itu, lanjut dia, di Manokwari beberapa waktu lalu terjadi perang suku antara suku Makassar dan Suku Biak. Di mana, saat kejadian itu dirinya bersama Kapolda Papua dan Gubernur Provinsi setempat membuat suatu deklarasi kepada 52 suku untuk dilakukan kesepakatan perdamaian.
Dalam pertemuan itu juga, pihaknya telah melihat secara langsung daerah Mansinam yang rencana pak Gubernur tanggal 5 Februari akan diresmikan oleh Presiden SBY. “Kondisi di daerah Mansinam sudah mulai dipersiapkan, baik itu fisik maupun pengamanan dan sudah terkomunikasikan,” ungkapnya. (loy/don/l03)
JAYAPURA – Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), melalui Sekretaris Jenderal. Anton Tabuni, menyampaikan bahwa pihaknya sama sekali tidak gentar dan takut setelah merebut 8 pucuk senjata milik Polisi di Distrik Kulirik, Kabupaten Puncak Jaya, Sabtu (4/1) lalu.
“Tanggal 3 dan 4 itu kami operasi dan berhasil rebut senjata delapan, dan semua itu diperintahkan oleh Gen. Goliath Tabuni,” ujar Anton Tabuni via ponsel kepada Bintang Papua, Minggu (12/1) malam.
Dari kejadian tersebut TPN-OPM berhasil mengambil delapan (8) pucuk senjata yang dimiliki anggota kepolisian, diantaranya, 5 pucuk senjata dengan jenis SS1, 1 pucuk senjata dengan jenis Moser, 2 pucuk senjata dengan jenis AK (buatan China), selain itu, mereka juga mengambil ratusan butir amunisi.
“Kami heran, kenapa pemerintah SBY tidak dengar suara kami, kami akan terus beraksi kalau Pemerintah tidak mengakui kedaulatan Papua, kami juga sayangkan pernyataan-pernyataan pejabat Papua soal OPM, kami ini berjuang, jadi harus hargai kami,”
tegas Anton.
Mengetahui apa yang dilakukan adalah memiliki resiko, Anton megenaskan bahwa pihaknya tidak gentar dan tidak takut,”Dari dulu kami sudah berjuang, tentara dan polisi Indonesia selalu datang cari kami, tetapi kami tidak takut, demi kemerdekaan Papua, kami tidak gentar,” kata Anton.
Berbagai aksi dan kegiatan sudah dilakukan TPN-OPM, bahkan sejak tanggal 1 Mei 2006 pihak TPN-OPM telah melakukan kongres, bahkan mengumumkan kemerdekaan Tanah Papua.
“Kami ini adalah Negara merdeka, sejak tanggal 1 Mei itu TPN-OPM sudah proklamasi, jadi Negara Indonesia harus mengakui itu, hargai itu, dan hormati itu, kami sudah dirikan Negara kami sendiri, jadi kami minta SBY dan Indonesia untuk segera angkat kaki dari Papua,”
Marinus YaungJAYAPURA – Pengamat Politk dari Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, menegaskan bahwa pelaku penembakan di Mulia, Puncak Jaya, bukanlah kelompok TPN-OPM sebagaimana yang ramai diberitakan saat ini.
“Penembakan warga sipil dan pesawat di Puncak Jaya bukan dari kelompok TPN-OPM pimpinan Goliat Tabuni. Karena pimpinan TPN-OPM di wilayah pegunungan tengah sudah memahami perkembangan masalah Papua di dunia internasional dewasa ini, jadi mereka tidak mungkin melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang akan menjadi blunder politik bagi perjuangan diplomasi internasional masalah papua,”
terangnya kepada Bintang Papua, Kamis (9/1).
Ia pun menegaskan bahwa mereka yang melakukan penyerangan terhadap pos polisi dan mengambil 8 pucuk senjata serta menembak warga sipil dan pesawat Susi Air adalah kelompok kriminal pimpinan ‘JP’, seorang tokoh muda garis keras dalam perjuangan Papua merdeka, yang pernah ia jumpai di satu kota di PNG tahun kemarin.
“JP dan seorang temannya yang warga negara asing, merupakan otak dibalik semua kasus kekerasan di Puncak Jaya dalam kurun waktu 1 tahun belakangan ini. Kelompok kriminal JP ini kebanyakan anak-anak muda yang berumur belasan tahun sampai 30-an tahun. Mereka tersebar di beberapa kabupaten di pegunungan tengah dan juga di dalam Kota Jayapura. Dalam jaringan tubuh OPM sendiri, sekarang ini muncul banyak kelompok perlawanan, dimana kelompok ini dapat digolongan dalam 3 kelompok berdasarkan tujuan dan motivasi perlawanan mereka,”
ujarnya.
Dari kelompok itu, lanjutnya, ada yang berjuang untuk ideologi Papua merdeka, dimana jumlah kelompok ini sudah semakin berkurang. Lalu ada kelompok yang berjuang untuk cari makan, uang dan kedudukan dalam lingkaran kekuasaan dengan menjual perjuangan Papua merdeka dan terakhir kelompok kriminal yang muncul karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.
“Kelompok ketiga yang muncul saat ini di papua bagaikan munculnya cendawan atau jamur di musim hujan. Sangat banyak tapi mereka memiliki garis komando yang jelas. Untuk wilyah pegunungan dibawah koordinasi ‘JP’ dan untuk wilayah kota atau pantai di bawah koordinasi sekelompok orang. Ada sejumlah Tokoh-tokoh masyarakat yang menurut saya dapat mendamaikan situasi di sana,tetapi sampai hari ini para tokoh masyarakat ini masih belum di dekati pemerintah dan bahkan mereka sendiripun tidak mau berinisiatif bertemu pemerintah untuk selesaikan konflik Puncak Jaya,”
kata dia.
Ia menambahkan, sebaliknya, kalau ketua DPRP, MRP dan Gubernur Papua mau tampil untuk selesaikan konflik Puncak Jaya, justru mereka ini adalah tokoh-tokoh yang dinilainya tidak disukai oleh TPN-OPM sendiri.
“Lebih baik tokoh-tokoh yang dipercaya oleh OPM sajalah yang mengambil langkah-langkah menyelesaikan masalah Puncak Jaya. Selama tokoh-tokoh masyarakat yang dipercaya OPM tidak mau bicara dengan pemerintah, selain hanya mau bicara lewat forum dialog damai Papua-Jakarta, maka kasus konflik dan kekerasan tak akan pernah bisa diselesaikan,”