Dialog sejarah Papua, Filep Karma tur keliling Jawa

Jayapura, Jubi – Filep Karma, salah seorang tokoh gerakan Papua Merdeka, melakukan ‘tur keliling’ Pulau Jawa bertemu beberapa kelompok muda dan berdialog terkait sejarah kebangsaan dan perjuangan kemerdekaan West Papua.

“Saya keliling dalam rangka menyosialisasi pelurusan sejarah perjuangan West Papua kepada generasi muda Orang Asli Papua (OAP) maupun juga teman-teman rakyat Indonesia yang peduli kepada perjuangan West Papua,” kata Karma kepada Jubi Kamis, (17/11/2016).

Karma yang mantan tahanan politik di Biak dan Jayapura selama sekitar 12 tahun itu melakukan dialog dan sosialisasi khususnya kepada generasi muda Papua dan non Papua yang menurutnya masih gamang tempat berpijak dan belum paham sejarah West Papua.

“(khususnya kepada mereka) yang masih gamang tentang tempat berpijaknya karena selama ini mendengar sejarah West Papua secara sepihak dari versi TNI-Polri-Pemerintah saja,” kata dia.

Filep Karma saat mengunjungi LBH Semarang 28/10/2016 - ISTTur tersebut dilakukan sejak akhir September lalu di Bandung hingga 16 November 2016 di Bali. Selain Bandung, Karma juga mengunjungi Depok, Jakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Sidoarjo hingga Bali.

Selain bertemu sebagian anak-anak muda Papua yang sekolah di kota-kota tersebut, Karma juga mengunjungi Lembaga Bantuan Hukum Semarang dan Bali, Kontas Jakarta dan Setara Institut untuk melakukan diskusi serupa.

Menurut Karma, topik-topik yang banyakd ditanyakan para peserta diskusi sepanjang turnya itu berkisar di soal pengalaman di penjara dan suka duka menjadi pejuang Papua Merdeka.

“”Banyak hal yang mereka tanyakan, seperti bagaimana rasanya masuk bui, bagaimana mau berjuang jika sudah berkeluarga, apa pengaruh Maklumat Kapolda Papua itu. Kalau Maklumat itu kan pengumuman saja, dan saya kira ‘’gak ngaruh’”kata dia dengan santai.

Bernardo Boma, seorang aktivis Aliansi Mahasiswa Papua di Semarang, yang ikut hadir dalam rangkaian kegiatan Filep Karma di Semarang 27-29 Oktober, mengaku kegiatan tersebut sangat membantu pihak-pihak memahami perjuangan rakyat Papua.

“Kehadiran Bapak Bangsa Papua membantu orang-orang di Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Papua, termasuk solidaritas, menghilangkan stigma dari orang Indonesia terhadap perjuangan Papua,” ujar Boma kepada Jubi lewat sambungan telpon, Kamis (17/11).

Selama di Semarang, lanjutnya, selain memberi kuliah umum kepada mahasiwa/i Papua di ‘honai’, Filep Karma juga bertemu dan menggelar diskusi dengan Lembaga Bantuan Hukum Semarang, “bahkan Bapak juga hadir dan turut memberikan pesan belasungkawa atas kematian, Atma, salah seorang pengacara muda LBH Semarang,” kata dia.

Saat cara di Semarang, menurut Boma banyak teman-teman mahasiswa meminta motivasi semangat untuk berjuang, serta menciptakan persatuan antar orang Papua untuk penentuan nasib sendiri.

“Bapak berpesan, jangan pernah takut berjuang Papua Merdeka, walau harus keluar masuk penjara. Bapak juga ingatkan kami agar belajar sistem kebijakan Indonesia sebagai bekal dan siasat untuk perjuangan rakyat Papua sendiri menjemput kemerdekaannya,” kata Boma yang berasal dari Dogiyai itu.

Filep Karma, pasca keluar dari penjara tahun lalu, tampak setia hadir disetiap aksi-aksi penentuan nasib sendiri Papua dan keanggotaan ULMWP di MSG di Jayapura.

Mantal tapol yang sering mengatakan ‘keluar dari penjara kecil masuk ke penjara besar’ ini di Semarang berpesan siapapun yang berjuang untuk Papua Merdeka adalah orang Papua yang sejati, “walapun dia non Papua,” kata Boma.

Filep Karma mengakhiri turnya di Bali dan segera akan kembali ke Papua. “Hari terakhir bersama teman-teman Papua di Bali, saya menikmati ‘Denpasar Moon” karena posisi bulan lagi sangat dekat dengan bumi, setelah ini pulang ke Jayapura,” ujarnya menutup pembicaraan.(*)

Dr. Willy Esau Mandowen Telang Berpulang: TRWP Turut Berduka Cita

Dr. Willy Esau Mandowen
Dr. Willy Esau Mandowen

Willy Esau Mandowen ialah Pendiri FORERI, yang kemudian memajukan format perjuangan bangsa Papua menghadapi kekejaman NKRI di era Suharto sebagai presiden kolonial. FORERI kemudian memfasilitasi Dialog Nasional bangsa Papua dengan NKRI di Jakarta, yang hasilnya ialah Presiden Kolonial RI waktu itu B.J. Habibie memerintahkan di hadapan Panglima dan kabinetnya agar bangsa Papua pulang ke Tanah Papua dan “merenungkan” tuntutan Papua Merdeka.

Willy Esau Mandowen kita catat sebagai jantung dari perjuangan Damai yang mengedepankan dialog politik daripada aksi, demonstrasi dan kekerasan.

Pada tanggal 30 Oktober 2016, tepat pukul 09.10 West Papua Time di Rumah Sakit Dian Harapan Waena, dengan tenang telah berpulang ke Pangkuan Allah Pencipta Langit dan Bumi Papua, pencipta Alm. Willy Esau Mandowen.

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, dengan ini dengan menundukkan kepala dan meninggikan hati, menyatakan

TURUT BERDUKA-CITA SEDALAM-DALAMNYA

atas kepulangan ke Pangkuan Allah Bapa.

DR. WILLY ESAU MANDOWEN

 

dosen FKIP Universitas Cenderawasih, pelaku sejarah perjuangan damai bangsa Papua, formatur Foreiri dan Moderator Presidium Dewan Papua.

Kami sebagai sesama pejuang, berdoa kepada Tuhan Allah, melalui Putra-Nya Yesus Kristus, agar memberikan hikmat dan kepandaian Alm. kepada generasi muda Papua, sehingga dapat kita lanjutkan perjuangan ini, sampai penjajah NKRI keluar dari Tanah dan Bangsa Papua.

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahan

Pada tanggal: 30 Kotober 2016

Sekretariat-Jenderal

 

Amunggut Tabi
Lt. Gen. TRWP BRN: A.DF.018676 

Mengenang 15 Tahun Penculikan Alm. Theys H. Eluay dan Hilangnya Aristoteles Masoka

Jayapura, (KM) – Bertempat di Kantor ELSHAM Papua, Padang Bulan, Kamis, (10/11/16), Solidaritas Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Papua melakukan konfrensi Pres dan menghasilkan lima tuntutan sebagai bentuk mengenang 15 Tahun Penculikan Tuan Alm. Theys Hiyo Eluay, Ketua Presedium Dewan Papua (PDP) dan Hilangnya Aristoteles Masoka pada tanggal 10 November 2001 di Jayapura.

Yang disebut Solidaritas Pelanggarana HAM di Papua diantarnya: SKP HAM Papua, (BUK)-Papua, KontraS Papua, SKPKC Fransiskan Papua, KPKC GKI, FIM, SONAMAPA, LBH Papua, ELS HAM Papua, ALDP, GEMPAR, AMPTPI, PMKRI, GMKI, Kingmi Papua, Mahasiswa dan Pemuda Papua.

Ini tuntutan mereka:

  1.  Menolak semua upaya pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua yang tidak sesuai dengan prosedur hukum dan mekanisme HAM PBB
  2. Menolak semua upaya pemerintah melalui non Judicial, pemenuhan  hak-hak korban tanpa penyelesaian proses hukum sesuai mendate undang-undang.
  3. Menolak semua upaya presiden Jokowi untuk penyelesaian kasus HAM di Papua melalui MENKOPOLHUKAM Wiranto sebagai aktor pelanggaran HAM masa lalu, Kopolda dan Kodam XVII Cendrawasih yang merupakan aktor-aktor kekerasan di Papua.
  4. Kapolda Papua dan Kodam XVII Cendrawasih klarifikasi berita di Bintang Papua tanggal 24 Julni 2016, yang menyebutkan bahwa Aristoteles Masoka berada di PNG dan segera melakukan invesitgasi terkait hilangnnya Aristoteles Masoka.
  5. Stop kekerasan di tanah Papua! Pemerintah Indonesia segera membuka akses untuk tim pencari fakta dari Pasifik dan pelapor khusus PBB untuk masuk ke Papua.

 

Pewarta          : Alexander Gobai

Mengingat Kembali Tokoh Papua Karel Gobay

Karel Gobay, Tokoh Papua (Foto: Dok. Prib Andy/KM)
Karel Gobay, Tokoh Papua (Foto: Dok. Prib Andy/KM)

Oleh: Beny Pakage

Cerpen, (KM). Bila kita membuka kembali sejarah perlawnan orang Papua, bulan Juli adalah puncak dari rakyat Papua yang di wakili oleh orang Mee di Paniai melakukan perang menolak kehadiran Indonesia di Papua di hadapan PBB dan UNTEA.

Dan dalam semangat itu, kami menulis sebuah kisah yang indah menjelang perang antara Indonesia dan orang Papua yang di wakili oleh orang Mee berlangsung di Paniai.

Sore hari di akhir tahun 1968, Siswa-siswi SGB (Sekolah Guru Biasa) YPPGI Enarotali dalam cuaca dingin sibuk dengan kegiatan masing-masing dilingkungan sekolah, tampak Willem (Wim) Zonggonauw yang saat itu sebagai anggota DPRGR Irian Barat, datang dari Soekarnapura (Jayapura) ke Kota Enarotali dan tinggal di penginapan Misi Katholik di Iyaitaka.

Sepintas saja sore itu, dia nampak dengan mengenakan celana pendek abu-abu dengan sepatu hitam dan kaos kaki setengah tiang melewati asrama dengan melambaikan tangan kepada para siswa SGB YPPGI Enarotali dengan setengah senyum.

Melihat beliau lewat, para siswa SGB YPPGI sebagian kembali melambaikan tangan tanda memberi salam, dan ada yang diam dan ada yang bertanya tanya, sebenarnya orang hitam tinggi dan besar serta hidung panjang ini dari mana? Sehingga sejenak di lingkungan asrama SGB YPPGI terjadi diskusi yang seru antar siswa.

“Dimana sebagian siswa dari daerah Tigi, Kamu dan Mapia terheran dan kagum katakan bahwa “kikee kaiya ka ogay”, maksudnya bos ini berasal dari mana”? ungkap para siswa.

Ungkapan ini keluar karena saat itu semua orang yang berpenampilan dan berpakaian bagus orang menyebutnya dengan “ogay” atau bos. Sedangkan mereka yang tahu khusunya dari daerah Weyadide, Kebo Agadide dan Kopo katakan dia ini “ogay“ atau bos dan anggota DPRGR Irian Barat di Sukarnapura.

Lewat pertemuan sejenak dan diskusi di sore itu, pada esok harinya orang yang sama kembali lagi dengan di temani Karel Gobay seorang terdidik orang Mee yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Paniai menjelang Pepera 1969.

Kedua orang ini masuk komleks sekolah SGB YPPGI dan ijin pak guru Sumule dan memberikan semacam diskusi tentang Papua dan ajakan untuk belajar yang serius.

Setelah sekitar 2 jam memberikan cerama, bersama Karel Gobay, mereka dua jalan dalam diskusi serius namun dengan suara yang tertahan dalam mulut.

Belakangan di ketahui, Willem Zonggonauw datang ke Enarotali untuk mengecek sampai sejauh mana hasil persiapan pertemuan rahasia bersama di Jayapura yang di hadiri oleh Kabupaten Jayapura, Biak, Jayawijaya, Yapen Waropen, Manokwari, Sorong, Fakfak, Merauke dan Paniai yang bersepakat untuk gagalkan PEPERA 1969.

Dimana sesuai kesepakatan di Soekarnapura, mereka meminta agar Indonesia menarik semua pasukan, menghetikan pembunuhan, penculikan dan teror kepada orang Irian dan minta agar UNTEA tidak memihak Indonesia dan bila tidak, semua petugas UNTEA dan PBB yang di anggap memihak Indonesia dan tidak netral dalam persiapan pelaksanaan PEPERA 1969 harus di bunuh.

Willem Zonggonau datang saat Karel Gobay melakukan persiapan, dimana saat itu orang Mee sudah beberapa kali menyampaikan pendepat kepada Indonesia, UNTEA dan PBB agar Tentara Indonesia di tarik sebelum pelaksanaan PEPERA 1969 dan meminta UNTEA dan PBB agar netral dalam persiapan PEPERA 1969.

Namun semua aspirasi ini tidak di indahkan mereka. Dan untuk menyikapi tuntutan orang Mee ini, sesuai kesepakatan Karel Gobay sudah membicarakan rencana untuk gagalkan PEPERA 1969 dengan semua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Paniai melalui ketuanya David Pekey.

Kemudian, membagi pos perlawanan kepada para polisi putra daerah, dimana untuk melakukan perlawanan di wilayah Mapia, pimpinannya Karel berikan kepada Mapia Mote dengan titik atau lokasi pertempuran di Degei Dimi; Wilayah Kamu dibawah pimpinan Garis Adii dengan titik atau lokasi pertempuran di Ode Dimi; Wilayah Tigi dibawah Pimpinan Senin Mote dengan titik atau lokasi pertempuran Iya Dimi dan Okomo Tadi; Wilayah Paniai Barat dibawah pimpinan Kores Pigai dengan titik atau lokasi pertempuran di Ogiyai Dimi; Wilayah Paniai dibawah pimpinan Karel Gobay sendiri dengan titik atau lokasi Pertempuran Enarotali, Dagouto dan Bunauwo dan semua orang Mee sudah mengetahui itu.

Setelah sekitar 1 minggu di Enarotali, Willem Zonggonau kembali ke Soekarnapura dengan menaiki pesawat AMA milik Misi Katholik dari Epouto setelah memberi cerama kepada siswa SMP YPPK St. Franmsiscus Epouto, dan kepergiannya menjadi cerita yang heboh di semua siswa SGB YPPGI Enarotali saat itu.

Lepas kepergian Zonggonauw, pada tanggal 25 April 1969, beberapa siswa SGB YPPGI dari Weyadide yang hadir dalam pertemuan masyarakat dengan Karel Gobay membawa kabar bahwa Karel Gobay baru saja panah seekor sapi yang besar di Kampung Aikai dalam pertemuan itu dan hanya dengan sebuah anak panah, sapi besar itu mati di tempat, sehingga Karel Gobay menyatakan siap berperang melawan Indonesia.

Mendengar berita bahwa Karel siap perang untuk batalkan Pepera 1969, semua siswa SGB YPPGI Enarotali di liburkan oleh pihak Sekolah dan berharap agar Siswa SGB saat kembali ke Daerah masing-masing, bisa mengajar untuk praktek di kampung mereka yang ada sekolah.

Sementara Siswa SGB, siap-siap untuk kembali ke daerah masing, masing, tepat tanggal 1 Mei 1969 pemimpin perang Karel Gobay meninggalkan Jabatan sebagai Wakil Bupati Kabupaten Paniai dan mengambil alih komando dan menyatakan perang menolak PEPERA 1969 yang jelas-jelas pasti tidak netral.

Sekaligus memerintahkan, Mapia Mote di Degei Dimi; Garis Adii di Ode Dimi; Senin Mote dan Aman/Thomas Douw Di Iya Dimi dan Okomo Tadi untuk melakukan perang. Dalam perintah yang sama, tanggal 2 Mei 1969 Karel Gobay mengumumkan kepada seluruh masyarakat yang berdomisili di Meuwodide Paniai segera mencari tempat persembu nyian, serta Karel Gobay melakukan boikot semua fasilitas umum seperti gedung-gedung perkantoran dan lapangan terbang Enarotali.

Dan saat itulah datang Sarwo Edi Wibowo ke Enarotali untuk membicarakan persoalan itu dan saat mendarat dengan pesawat, Polisi Mambrisu melepaskan peluruh dari senjatanya di Lapangan terbang Enarotali mengenai salah satu personil yang ikut rombongan Sarwo Edi Wibowo dan pecalah perang antara TNI dan rakyat bangsa Papua yang berdomisi di wilayah Paniai selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Mei sampai dengan bulan Juli 1969 di depan mata PBB sebagai bukti bahwa orang Asli Papua menolak Pepera 1969 yang penuh penipuan dan curang serta penuh Intimidasi dan Pembunuhan.

Di depan UNTEA dan PBB, Pasukan Indonesia dari semua kesatuan di terujunkan di Paniai dengan basis penerjunan di Okomotadi dan Wanghete. Sebelum Penerjunan, TNI menghaburkan BOM dari udara dengan pesawat B-2 di sekitar Danau tigi,lalu dengan tiga buah pesawat, TNI di hambur dari Udara. Semua orang Mee siap siaga dan berperang.

Militer mulai masuk melakukan operasi mulai dari Moanemani hingga Paniai. Banyak orang Mee terbunuh dan juga TNI/Polisi. Perang Tahun 1969 di Enarotali berlangsung kurang lebih selama 3 (tiga) bulan lebih yaitu mulai tanggal 02 Mei sampai dengan bulan Juli tahun 1969 dan dalam pertempuran di beberapa wilayah atau titik pertempuran berjalan sangat sengit dan sana sini terdapat banyak korban jiwa berjatuhan baik pihak TNI dari NKRI maupun rakyat Bangsa Papua di Paniai termasuk harta benda mereka tetapi Karel Gobay selaku pemimpin perang tetap kobarkan semangat juangnya.

Dalam kondisi demikian tepat pada bulan Juli 1969 Karel Gobay mendapat sebuah surat yang dikirim oleh Ketua C&MA Pdt. Katto, orang America Serikat. Yang sebelumnya di minta oleh Brig. Jend. Sarwo Edi Wibowo yang saat itu menjabat Panglima Kodam cendrawasih di Jayapura. Setelah membaca surat tersebut,dalam surat Katto meminta kepada Karel Gobay bertemu di Perumahan Misionaris di Kebo II Paniai Utara. Karel menyetujui. Sesuai kesepakatan, tanggal dan hari yang dijanjikan, Katto terbang dari bandara udara Sentani Jayapura dengan menggunakan pesawat milik MAF dan sekitar pukul, 11 siang Katto mendarat di bandar udara Kebo II dan Katto langsung melakukan pertemuan singkat dengan Karel Gobay.

Dalam pertemuan itu sesuai permintaan dan kesepakatan dia dengan Panglima Kodam Cendrawasih, Pdt. Katto memaksa Karel Gobay untuk segera hentikan perang dan menyerahkan diri kepada pemerintah dengan dengan mengatakan; Tuntutan Pengakuan Kedaulatan Bangsa Papua Barat merupakan masalah seluruh Bangsa Papua Barat tetapi mengapa Rakyat Paniai di bawah pimpinan Karel Gobay saja yang melakukan perlawanan melaui perang kepada NKRI; Lalu Karel jawab, perlawanan ini di lakukan oleh seluruh Bangsa Papua sesuai kesepakatan kami tetapi saudara-saudara kita di 8 (delapan) kabupaten yang lain sementara kami tahu mereka ada dalam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh TNI NKRI sehingga mereka tidak bisa buat apa-apa.

Setelah jawab itu Katto kembali menyampaikan bahasa propagandanya dengan kembali menyampaikan banyak masyarakat yang tidak berdosa telah korban didalam perang yang Saudara pimpin ini bagaiman, lalu Karel Gobay mengatakan saya siap bertanggung jawaban pengorbanan jiwa mereka dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa diakhirat nanti; dan saya percaya Tuhan tidak akan adili saya karena tindakan saya ini membela kebenaran. Karena Karel memberi Jawaban perlawanan maka; Pdt. Katto yang warga negara Amerika yang saat itu menjabat sebagai pemimpin C & MA ini dalam ketergesannya mengambil Alkitab dan meletakkannya diatas meja dan mengambil selembar Bendera Bintang Fajar yang dibawah dari Jayapura diatas meja pertemuan lalu mengajukan pertanyaan kembali kepada Karel Gobay.

Dari kedua benda ini Karel mau pegang Alkitab atau Bendera bintang Fajar.Melihat dan mendengar pertanyaan itu, Karel Gobay mengambil kedua benda tersebut dan menggenggam Alkitab ditangan kanan dan Bendera Bangsa Papua ditangan kiri dan secara tegas Karel Gobay menjawab Saya pegang kedua duanya.

Melihat itu Katto kembali memohon kepada Karel Gobay denga mengatakan saat ini sebaiknya saudara pegang Alkitab sedangkan untuk Bendera ini sebaiknya anda simpan di tempat ini dan dikemudian hari nanti dilanjutkan oleh anak cucu Saudara.

Lepas pertemuan itu, Karel Gobay tanpa melakukan kesepakatan dengan rakyat Paniai yang masih semangat berperang, mengambil keputusan hentikan perang. Mendengar pernyataan Karel Pdt.Katto membawa Karel Gobay ke Jayapura dengan Karel mengenakan pakaian pimpinan perang, dan didampingi dua orang yang lain yaitu Manis Yogi dan Kuyai Bedo Adii dari berangkat dari Kebo II dengan menggunakan pesawat terbang Cessna milik MAF ke Jayapura untuk Karel pertanggung jawabkan Perag 1969 di hadapan Pemerintah Indonesia melalui Panglima wilayah Maluku dan Irian Barat yaitu Brig. Sarwo Edi Wibowo. Pukul,12,00 WIT, Karel bersama kedua orang pengantar dan Pdt. Katto Tiba di di bandar udara Sentani dan Karel di jemput dengan pengawalan yang ketat oleh TNI.

Di Celah pengawalan yang ketat itu ada suara dari seorang tokoh politik pemerintah Hindia Belanda dan dia katakan Tuan Gobay kamu sudah menang perang namun anda tidak didukung oleh saudara-saudara dari 8 (delapan ) Kabupaten yang lain.

Di hadapan Panglima Wilayah Maluku dan Irian Barat Brig. Jend. Sarwo Edi Wibowo, Karel Gobay mempertanggung jawabkan apa saja dilakukannya,dan mereka katakan Karel anda adaah Pejabat Negara NKRI yang telah melawan Ideolgi Pancasila.

Lalu Karel katakan, perbuatan saya ini hanya untuk mempertahankan Ideologi Bangsa Papua Barat. Namun sebagaimana kesepakatan awal, Pemerintah Indonesia memintah agar Karel Gobay kembali bekerja sebagai Wakil Bupati Kabupaten Paniai seperti biasanya. Namun tidak alam kemudian di tahun 1971, sementara dia ke Jakarta untuk berobat, dia di hentikan Presiden Soeharto.

(Penulis adalah rakyat Papua, peduli terhadapa sejarah perkembangan para tokoh Papua)

Editor: Frans Pigai

Diskusi “Melawan Lupa” Tentang Karel Gobay

Pendeta Dr Noakh Nawipa Menyampaikan Materi Pengantar di Aulah  Summer Intitute of Linguistics (SIL) Internasional Sentani, 01/10/2016, (Foto: Andy G/KM)
Pendeta Dr Noakh Nawipa Menyampaikan Materi Pengantar di Aulah Summer Intitute of Linguistics (SIL) Internasional Sentani, 01/10/2016, (Foto: Andy G/KM)

Sentani, (KM)— Banyak orang sengaja atau mungkin tidak sengaja melupakan tokoh yang tampil sejak akhir dari perang dunia ke II dan awal perjumpaan budaya dan injil di pengunungan Papua tahun 1946.

Ia seorang yang tepat menjembatani antara kebudayaan baru dengan kebudayaan masyarakat Papua khususnya masyarakat Papua. Beliau bukan saja dijuluki sebagai pioner kebudayaan baru,  tetapi juga menjadi penyambung lidah para pembawa agama baru dari “ The Cristian And Missionary Alliance” dan gereja Katolik Paniai  bersama Pemerintah Belanda, Jepang dan juga Indonesia.

Hal ini disampaikan dalam diskusi melawan lupa tentang Karel Gobay, salah satu tokoh terbesar dalam awal abad ke-20 yang nyaris dilupakan kata Dr Noakh Nawipa, mengawali diskusi, sabtu (01/10/2016) di Summer Intitute of Linguistics (SIL) Internasional Sentani Papua.

Dalam Diskusi  itu juga Noak, menyatakan Karel adalah sosok orang Papua yang  yang berani dan Karismatik  berjiwa pemimpin, kita harus belajar dari dia dari sisi Positifnya, karena beliau adalah sosok  tokoh pejuang, tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Pendidikan, dan tokoh Pemerintah khusunya Suku Mee.

Pada kesempatan itu juga Drs Ayub Kayame, mewakili keluarga menjelaskan tentang Karel, kata dia saya kenal sejak SD tahun 1969, beliau memang di setujui Alam dan Tuhan.

Karel Gobai, memang orang yang sangat berani dalam menghadapi  masalah yang terjadi masyarakat Mee dan Pemerintah Belanda dan Indonesia. Jadi tentang dia kita perlu gali dan angkat tentang jasanya.

Kemudian anak kandung Karel Gobay,  dari istri kedua  mama Marta Yogi, anak bungsu Dance Gobai, S.IP, menjelaskan saat istri kedua dikawini oleh Karel, dia menceritakan bapa saya adalah Nelayan tangkap Ikan di Danau Paniai, terus bapa saya juga sebagai Peternak milik Missionaris.

Lalu dia juga menyatakan “bapa saya juga sebagai guru Alkitab, dia juga kepala suku pengunungan Tengah Papua, dan dia Juga Anggota New Gunea Raad  wilayah Meepagoo saat itu,” beber dia.

Kata-kata bapa yang saya masih ingat adalah “Kapan saya bisa Lepaskan Koteka dan Moge” itu ungkapan bapa yang saya masih ingat. Kemudian Kata dia  lagi,  bapa  bicara tentang Papua impian yang sangat tinggi untuk demi nasib Papua,  tapi masih angan-angan.

“Bapa saya mati sebagai Tahanan Politik hak-hak sebagai Pegawai negeri Sipil di Republik Indonesia di batasi,” ungkapnya

Dalam diskusi tersebut dengan thema ”Berjalan Berkilo Meter Harus Selalu Dimulai Dengan Satu Langkah Pertama”.  Lalu  diskusi  ke-II direncanakan akan diskusi terbuka di Nabire pada tanggal (18/11/2016) mendatang, kata,  Sam Gobai sebagai Inisiator diskusi tersebut.

Pewarta: Andy Ogobay

West Papua’s Black Brothers message to PNG musicians: ‘Stay committed’

Local musicians in Papua New Guinea are encouraged to stay committed to what they do in order to succeed in their music careers.

Band manager and founder of the West Papuan group Black Brothers, Andy Ayamiseba, urges PNG musicians to always commit to their music and learn to sacrifice their time.

The group was in Papua New Guinea to perform at the Sir John Guise stadium in Port Moresby to celebrate the country’s 41st anniversary of independence celebrations on Friday.

Black Brothers is an eclectic band that was the most popular musical group in Papua New Guinea during the 1980s.

The band is known for hit songs back in the 1980s including Apuse, Permata Hatiku, Hari Kiamat, Terjalin Kembali, kerongcong kenangan, Anita and Wan Pela Meri.

Their music, sung in Tok Pisin, and originally in Bahasa Indonesia, included influences from reggae and political elements inspired by the Black Power movement.

Ayamiseba has been the band manager for more than three decades and says the secret to being successful is through commitment and hard work.

“You have to stay committed because music is a platform to express yourself.

‘Universal language’
“It’s like a universal language so you have to explore your feelings through music rather than having a big protest about an issue.

“Music is another medium to preach what you think,” Ayamiseba explains.

Black Brothers have toured more than 10 countries in Europe, Asia, Pacific Islands and Australia.

The reggae inspiration of the Black Brothers has influenced various other PNG and Pacific music groups.

Ayamiseba adds that artists face the challenge of piracy so it’s good for them to record under a recognised music label to protect their rights so nobody can pirate their creation.

The original Black Brothers band included Hengky Sumanti Miratoneng (vocals, guitar), Benny Bettay (bass), August Rumwaropen (lead guitar, vocals), Stevy Mambor (vocals, drums), Willem Ayamiseba (percussion) and Amri Kahar (trumpet).

The 16-member band in PNG to perform includes three original members and the Black Sisters.

Two of the original members, August and Sumanti, have died while Stevy Mambor could not make the tour due to health reasons.

The Black Sisters – Petronela, Rosalie and Lea Rumwaropen – are daughters of late August Rumwaropen and they performed alongside their uncles.

Quintina Naime is a Loop PNG journalist.

14qn_black_brothers 680wide
Black Brothers – and Sisters – at a photo session with PNG’s National Capital District Governor Powes Parkop (centre). Image: Tabloid Jubi English

Mengingat Kembali Tokoh Papua Merdeka “Karel Gobay”

oleh : Beny  Pakage

Bila kita membuka kembali Sejarah Perlawnan orang Papua, bulan Juli adalah Puncak dari Rakyat Papua yang di wakili oleh orang Mee  di Paniai   melakukan perang menolak kehadiran Indonesia di Papua di Hadapan PBB dan UNTEA. Dan dalam semangat itu, kami menulis sebuah kisah yang indah menjelang Perang antara Indonesia dan Orang Papua yang di wakili oleh orang Mee berlangsung di Paniai.

Sore hari di akhir tahun 1968, Siswa – siswi  SGB (Sekolah Guru Biasa) YPPGI Enarotali dalam cuaca dingin sibuk dengan kegiatan masing – masing dilingkungan sekolah, tampak Willem (Wim) Zonggonauw yang saat itu sebagai anggota DPRGR Irian Barat, datang dari Soekarnapura (Jayapura) ke  Kota Enarotali dan tinggal di penginapan Misi Katholik di Iyaitaka. Sepintas saja sore itu dia nampak dengan mengenakan celana pendek abu – abu dengan sepatu hitam dan kaos kaki setengah tiang melewati asrama dengan melambaikan tangan kepada para siswa SGB YPPGI Enarotali dengan setengah senyum.

Melihat beliau lewat, para siswa SGB YPPGI sebagian kembali melambaikan tangan tanda memberi salam, dan ada yang diam dan ada yang bertanya tanya,sebenarnya orang hitam tinggi dan besar serta hidung panjang ini dari mana. Sehingga sejenak di lingkungan asrama SGB YPPGI terjadi diskusi yang seru antar siswa. Dimana sebagian siswa dari daerah Tigi, Kamu dan Mapia terheran dan kagum katakan bahwa “Kike Kaya ka Ogay”,.Maksudnya Bos ini berasal dari mana. Ungkapan ini keluar karena saat itu semua orang yang berpenampilan dan berpakaian bagus orang menyebutnya dengan Ogay atau bos. Sedangkan mereka yang tahu’ khusunya dari daerah Weyadide, Kebo Agadide dan Kopo katakan dia ini“ Ogay “ atau Bos  dan anggota DPRGR Irian Barat di Sukarnapura.

Lewat pertemuan sejenak dan diskusi di sore itu, pada esok  harinya orang yang sama kembali lagi dengan di temani Karel Gobay seorang terdidik orang Mee yang saat  itu menjabat sebagai Wakil Bupati Paniai menjelang Pepera 1969. Kedua  orang ini masuk komleks sekolah  SGB YPPGI dan  ijin pak guru Sumule dan memberikan semacam diskusi tentang Papua dan ajakan untuk belajar yang serius. Setelah sekitar 2 jam memberikan cerama, bersama Karel Gobay, mereka dua jalan dalam diskusi serius namun dengan suara yang tertahan dalam mulut.

Belakangan di ketahui, Willem Zonggonauw datang ke Enarotali untuk mengecek sampai sejauh mana hasil persiapan pertemuan rahasia bersama di Jayapura yang di hadiri oleh  Kabupaten Jayapura, Biak, Jayawijaya,Yapen Waropen, Manokwari, Sorong, Fakfak, Merauke dan Paniai yang bersepakat untuk gagalkan PEPERA 1969. Dimana sesuai kesepakatan di Soekarnapura, mereka meminta agar Indonesia menarik semua pasukan, Menghetikan pembunuhan,culik dan teror kepada orang Irian dan minta agar UNTEA tidak memihak Indonesia dan bila tidak, semua petugas UNTEA dan PBB yang di anggap memihak Indonesia dan tidak netral dalam persiapan pelaksanaan PEPERA 1969 harus di bunuh  .

Willem Zonggonau datang saat Karel Gobay melakukan persiapan, dimana saat itu orang Mee sudah beberapa kali menyampaikan pendepat kepada Indonesia,UNTEA dan PBB agar Tentara Indonesia di tarik sebelum pelaksanaan PEPERA 1969 dan meminta UNTEA dan PBB agar netral dalam persiapan PEPERA 1969. Namun semua aspirasi ini tidak di indahkan mereka. Dan untuk menyikapi tuntutan orang Mee ini, sesuai kesepakatan Karel Gobay sudah membicarakan rencana untuk gagalkan PEPERA 1969 dengan semua Dewan Perwakilan Rakyat di Paniai melalui ketuanya David Pekey.

Kemudian membagi pos perlawanan kepada para Polisi putra daerah, dimana untuk melakukan perlawanan di wilayah Mapia, pimpinannya Karel berikan kepada Mapia Mote dengan titik/ lokasi pertempuran di Degei Dimi; Wilayah Kamu dibawah pimpinan Garis Adii dengan titik/lokasi pertempuran di Ode Dimi; Wilayah Tigi dibawah Pimpinan Senin Mote dengan titik/ lokasi pertempuran Iya Dimi dan Okomo Tadi; Wilayah Paniai Barat dibawah pimpinan Kores Pigai dengan titik/lokasi pertempuran di Ogiyai Dimi; Wilayah Paniai dibawah pimpinan Karel Gobay sendiri dengan titik/lokasi Pertempuran Enarotali,Dagouto dan Bunauwo dan semua orang Mee sudah mengetahui itu.

Setelah sekitar 1 minggu di Enarotali, Willem Zonggonau kembali ke  Soekarnapura dengan menaiki pesawat AMA milik Misi  Katholik dari Epouto setelah memberi cerama kepada siswa SMP YPPK St.Franmsiscus Epouto ,dan kepergiannya menjadi cerita yang heboh di semua siswa SGB YPPGI Enarotali saat itu.

Lepas kepergian Zonggonauw,pada tanggal 25 April 1969, beberapa siswa SGB YPPGI dari Weyadide yang hadir dalam pertemuan masyarakat dengan Karel Gobay membawa kabar bahwa Karel Gobay  baru saja panah seekor sapi yang besar di Kampung Aikai dalam pertemuan itu dan hanya dengan sebuah anak panah, sapi besar itu mati di tempat, sehingga Karel Gobay menyatakan siap berperang melawan Indonesia.

Mendengar berita bahwa Karel siap perang  untuk  batalkan Pepera 1969,semua siswa SGB YPPGI Enarotali di liburkan oleh pihak Sekolah dan berharap agar Siswa SGB saat kembali ke Daerah masing – masing, bisa mengajar untuk praktek di kampung mereka yang ada sekolah.

Sementara Siswa SGB siap – siap untuk kembali ke daerah masing, masing,  tepat tanggal 1 Mei 1969 pemimpin perang Karel Gobay meninggalkan Jabatan sebagai Wakil Bupati Kabupaten Paniai dan mengambil alih komando dan menyatakan perang menolak PEPERA 1969 yang jelas – jelas pasti tidak netral.Sekaligus memerintahkan, Mapia Mote di Degei Dimi; Garis Adii di Ode Dimi; Senin Mote dan Aman/Thomas Douw Di Iya Dimi dan Okomo Tadi untuk melakukan perang.

Dalam perintah yang sama, tanggal 2 Mei 1969 Karel Gobay mengumumkan kepada seluruh masyarakat yang berdomisili di Meuwodide Paniai segera mencari tempat persembu nyian, serta Karel Gobay melakukan boikot semua fasilitas umum seperti gedung-gedung perkantoran dan lapangan terbang Enarotali. Dan saat itulah datang Sarwo Edi Wibowo ke Enarotali untuk membicarakan persoalan itu dan saat mendarat dengan pesawat, Polisi Mambrisu melepaskan peluruh dari senjatanya di Lapangan terbang Enarotali mengenai salah satu personil yang ikut rombongan Sarwo Edi Wibowo dan pecalah perang antara TNI dan rakyat bangsa Papua yang berdomisi di wilayah Paniai selama 3 (tiaga) bulan yaitu bulan Mei sampai dengan bulan Juli 1969 di depan mata PBB sebagai bukti bahwa orang Asli Papua menolak Pepera 1969 yang penuh penipuan dan curang serta penuh Intimidasi dan Pembunuhan.

Di depan UNTEA dan PBB, Pasukan Indonesia dari semua kesatuan di terujunkan di Paniai dengan basis penerjunan di Okomotadi dan Wanghete. Sebelum Penerjunan, TNI menghaburkan BOM dari udara dengan pesawat B-2 di sekitar Danau tigi,lalu dengan tiga buah pesawat, TNI di hambur dari Udara. Semua orang Mee siap siaga dan berperang. Militer mulai masuk melakukan operasi mulai dari Moanemani hingga Paniai.Banyak orang Mee terbunuh dan juga TNI/Polisi.

Perang Tahun 1969 di Enarotali berlangsung kurang lebih selama 3 (tiga) bulan lebih yaitu mulai Tanggal 2 Mei sampai dengan bulan Juli tahun 1969 dan dalam pertempuran di beberapa wilayah /titik pertempuran berjalan sangat sengit dan sana sini terdapat banyak korban jiwa berjatuhan baik pihak TNI dari NKRI maupun rakyat Bangsa Papua di Paniai termasuk harta benda mereka tetapi Karel Gobay selaku pemimpin perang tetap kobarkan semangat juangnya.

Dalam kondisi demikian tepat pada bulan Juli 1969 Karel Gobay mendapat sebuah surat yang dikirim oleh Ketua C&MA Pdt. Katto, orang  America Serikat. Yang sebelumnya di minta oleh Brig.Jend.Sarwo Edi Wibowo yang saat itu menjabat Panglima Kodam cendrawasih di Jayapura. Setelah membaca surat tersebut,dalam surat  Katto meminta kepada Karel Gobay bertemu di Perumahan Misionaris di Kebo II Paniai  Utara. Karel menyetujui. Sesuai kesepakatan, tanggal dan hari yang dijanjikan, Katto terbang dari bandara udara Sentani Jayapura dengan menggunakan pesawat milik MAF dan sekitar pukul,11 siang Katto mendarat di bandar udara Kebo II dan Katto langsung melakukan pertemuan singkat dengan Karel Gobay.

Dalam pertemuan itu sesuai permintaan dan kesepakatan dia dengan Panglima Kodam Cendrawasih, Pdt.Katto memaksa Karel Gobay untuk segera hentikan perang dan menyerahkan diri kepada pemerintah dengan dengan mengatakan;  Tuntutan Pengakuan Kedaulatan Bangsa Papua Barat merupakan masalah seluruh Bangsa Papua Barat tetapi mengapa Rakyat Paniai di bawah pimpinan Karel Gobay saja yang melakukan perlawanan melaui perang kepada NKRI;Lalu Karel jawab, perlawanan ini di lakukan oleh seluruh Bangsa Papua sesuai kesepakatan kami  tetapi saudara – saudara kita di 8 (delapan) kabupaten yang lain sementara kami tahu mereka ada dalam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh TNI NKRI sehingga mereka tidak bisa buat apa-apa.

Setelah jawab itu Katto kembali menyampaikan bahasa Propagandanya dengan kembali menyampaikan banyak Masyarakat yang tidak berdosa telah korban didalam perang yang Saudara pimpin ini bagaiman, lalu Karel Gobay mengatakan saya siap bertanggung jawaba pengorbanan  jiwa mereka dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa diakhirat nanti; dan  saya percaya Tuhan tidak akan adili saya karena tindakan saya ini membela kebenaran.  Karena Karel memberi Jawaban perlawanan maka; Pdt.Katto yang warga negara Amerika yang saat itu menjabat sebagai pemimpin C&MA ini dalam ketergesannya mengambil Alkitab  dan meletakkannya diatas meja  dan mengambil selembar Bendera Bintang Fajar yang dibawah dari Jayapura  diatas meja pertemuan lalu  mengajukan pertanyaan kembali kepada Karel Gobay.

Dari kedua benda ini Karel mau pegang Alkitab atau Bendera bintang Fajar.Melihat dan mendengar pertanyaan itu, Karel Gobay mengambil kedua benda tersebut dan menggenggam Alkitab ditangan kanan dan Bendera Bangsa Papua ditangan kiri dan secara tegas Karel Gobay menjawab Saya pegang kedua duanya. Melihat itu Katto kembali memohon kepada Karel Gobay denga mengatakan saat ini sebaiknya saudara pegang Alkitab sedangkan untuk Bendera ini sebaiknya anda simpan di tempat ini dan dikemudian hari nanti  dilanjutkan oleh anak cucu Saudara. Lepas pertemuan itu,  Karel Gobay tanpa melakukan kesepakatan dengan rakyat Paniai yang masih semangat berperang, mengambil keputusan hentikan perang.

Mendengar pernyataan Karel Pdt.Katto membawa Karel Gobay ke Jayapura dengan Karel mengenakan pakaian pimpinan perang, dan didampingi dua orang yang lain yaitu Manis Yogi dan Kuyai Bedo Adii  dari berangkat dari Kebo II dengan menggunakan pesawat terbang Cessna milik MAFke Jayapura untuk Karel pertanggung jawabkan Perag 1969 di hadapan Pemerintah Indonesia melalui Panglima wilayah Maluku dan Irian Barat yaitu Brig.Sarwo Edi Wibowo. Pukul,12,00 WIT, Karel bersama kedua orang pengantar dan Pdt.Katto Tiba di di bandar udara Sentani dan Karel di jemput dengan pengawalan yang ketat oleh TNI. Di Celah pengawalan yang ketat itu ada suara dari seorang tokoh politik  pemerintah Hindia Belanda dan dia katakan  Tuan Gobay kamu sudah menang perang namun anda tidak didukung oleh saudara-saudara dari  8 (delapan ) Kabupaten yang lain.

Di hadapan Panglima Wilayah Maluku dan Irian Barat Brig.Jend.Sarwo Edi Wibowo, Karel Gobay mempertanggung jawabkan apa saja dilakukannya,dan mereka katakan  Karel anda adaah Pejabat Negara NKRI yang telah melawan Ideolgi Pancasila.Lalu Karel katakan, perbuatan saya ini hanya untuk mempertahankan Ideologi Bangsa Papua Barat.

Nau sebagaimana kesepakatan awal, Pemerintah Indonesia memintah agar  Karel Gobay kembali bekerja sebagai Wakil Bupati Kabupaten Paniai seperti biasanya.Namun tidak alam kemudian di tahun 1971,sementara dia ke Jakarta untuk berobat,dia di hentikan Presiden Soeharto

Karel Gobay: Hidup Dan Karyanya

By Kabar Mapegaa 01.07.00,  Oleh :  Dr Noakh  Nawipa

Karel Gobai, Salah Satu Tokoh terbesar dalam awal abad ke-20 yang nyaris dilupakan. Untuk melawan lupa, kami ingin mengemukakan riwayat singkat hidup dan karyanya yang jauh dari sempurna.

Banyak orang sengaja atau mungkin tidak sengaja melupakan tokoh yang tampil sejak akhir dari perang dunia ke II dan awal perjumpaan budaya dan injil di pengunungan Papua tahun 1946. Ia seorang yang tepat menjembatani antara kebudayaan baru dengan kebudayaan masyarakat Papua khususnya masyarakat Papua. Beliau bukan saja dijuluki sebagai pioner kebudayaan baru tetapi juga menjadi penyambung lidah para pembawa agama baru dari “ The Cristian And Missionary Alliance” dan gereja Katolik Paniai  bersama Pemerintah Belanda, Jepang dan juga Indonesia.

Sebagai anak asli Paniai, beliau tampil sebagai pemimpin yang sangat terbuka terhadap terhadap perabadan baru tetapi juga tidak lupa nilai-nilai adat dan kebangsaan dirinya sebagai manusia Papua dalam menghadapi semua kepantingan. Dia bertindak sebagai tuan rumah yang tidak cenggeng tetapi menunjukan jati dirinya sebagai manusia Papua  dalam menghadapi perubahan zaman.

Dalam tulisan ini kita akan menguraikan sedikit tentang latang belakang perjumpaan dengan para pemegang kekuasaan baru pengalaman pendidikan dan kegiatan-kegiatan setelah menyelesaikan pendidikan formal di Makassar.

Latar belakang Keluarga

Karel Gobai nama aslinya yang di berikan orang  tua adalah “TEMOTIPIYA GOBAY”. Temotipiya dari tiga kata dalam bahasa Mee Yakni “ Te”, “Moti”, Piya”. “Te” menunjukkan awalan  kata larangan terhadap sesuatu atau “jangan”, “Moti” artinya “mengambil” atau “ menerima”. “Piya” artinya kayu. Temotipiya artinya “kayu yang yang dilarang menerima” atau “Kayu yang terlarang” Temotipiya artinya “kayu yang punya kasiat”, tidak mudah dijamah dan tebang, kayu berdiri teguh, kuat dan berpendirian.

Ia lahir dalam keluarga yang sederhana di Ukadea Desa Kagupagu, Distrik Paniai Utara, Kabupaten Paniai pada tahun 03 Januari 1928. Mamanya bernama Ukoyeba Tenouye, seorang ibu yang sangat rajin dan mahir manangkap udang dan ikan di danau Paniai. Sebagai anak laki-laki orang Mee, ia terbiasa mengikuti mamanya ke danau setiap hari untuk menangkap udang dan sejenisnya.

Masa muda bersama Gubernur Belanda

Setelah mencapai kira-kira belasan  tahun umumnya ia mulai aktif mengikuti para penginjil termasuk Pdt. Pattipeilohi dan kemudian Pdt. Einer Michelson. Tetapi setelah Jepang menduduki Paniai semua guru injil dan Misionaris ditarik pulang oleh pemerintah belanda. Pada saat itu yang tertinggal hanyalah kontroler Belanda yang bertugas di Enarotali bernama J.V. De Bruijn.

De Bruijn menyiapkan tempat persembunyian dari serangan tentara-tentara Jepang dan membentuk sebuah party yang bernama “ The Oaktree Party” dimana Karel Gobay menjadi salah satu anggota dari tim  itu walaupun adik-adiknya dibunuh oleh rombongan De Bruijn.

Setibanya tentara Jepang di Enarotali, De Bruijn beserta Rombongan menghilang menuju ke arah Timur. Mereka bersembunyi walaupun tentara Jepang mengejarnya. Banyak orang Adadide terbunuh saat itu karena diduga menyembunyikan De Bruiijn bersama Karel Gobay bersama teman-temannya di persembunyiaannya.

Karel Gobay bersama rombongan itu kemudian diterbangkan dari merauke ke Australia setelah setahun lamanya bersembunyi hutan. Dari Australia mereka di kunjungi oleh Pdt. Walter Post lalu dikembalikan ke Merauke. Mungkin Karel Gobay  mempermahir bahasa Indonesi, menulis dan menghitung di merauke. Kemudian Karel Gobai bersama tiga pemuda lainnya dikirim ke Makassar untuk belajar di sekolah Alkitab Makassar dari Tahun 1946-1950.

Belajar Teologia di Makassar

Karel Gobay menempuh pendidikan di Makassar selama empat Tahun. Dia belajar Alkitab perjanjian Lama dan Baru. Selain itu pelajaran tentang Teologi, sejara gereja dan etika Kristen termasuk metode-metode pekabaran Injil. Guru-gurunya kebanyakan para Missionaris yang sangat berpengalaman.

Selama studi, Karel Gobay tidak ragukan lagi sebagai salah satu orang Mee yang cerdas dan berbakat. Dia diharapkan akan menjadi pemimpin yang akan menjembatani secara bijak antara perabadan baru dengan perabadan suku Mee.

Guru Sekolah Alkitab Di Enarotali

Tahun 1950 Karel Gobay bergabung dengan Sekolah Alkitab di Enarotali dan menjadi Guru Alkitab pertama orang asli Papua. Pekerjaan mengajar Alkitab adalah tugasnya yang pertama setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Alkitab di Makassar pada  tahun tersebut.

Titahelouw, E.H. Michelson bersama para Missionaris lainya bersama yang berpikir utuh itu di bantu Karel Gobay untuk membangun sumber daya manusia. Ia berperan aktif dan bertindak sebagai bijak orang terpelajar demi pengembangan Gereja dan masyarakat yang siap menghadapi perubahan dan masa perubahan budaya baru.

Penterjemaan Alkitab

Salah satu orang yang berusaha kerja sama dalam usaha menterjemahkan Alkitab dan juga menterjamahkan pelajaran Alkitab,  buku buta huruf bahasa daerah (Kabo Makii) adalah tim penterjamah yang di pimpin oleh None Doble dan di bantu Karel Gobay.

Banyak orang Mee bebas dari buta huruf dalam masyarakat Paniai. Banyak orang bisa membaca dan menulis dalam kelompok-kelompok pendidikan buta huruf. Tetapi pada waktu yang sama, para perintis gereja dan pekabar Injil pertama disiapkan mulai dari pemberantasan buta huruf.

Pejabat Pemerintah Belanda

Beberapa Tahun Kemudian, ia menjadi pejabat pemerintah Belanda di Enarotali. Pengaruh kepemimpinan beliau juga karismatik itu menjadi pimpinan masyarakat Paniai sat itu. Dari pelayanan yang dilakukan bersama Missionaris itu telah memberikan kepadanya wawasan yang luas. Kesadaran mulai timbul ketika menyadari bahwa kebutuhan pemimpin masyarakat yang memiliki kwalitas yang dipercayai bukan oleh para Missionaruis tetapi juga oleh pemerintah Belanda.

Dalam beberapa tahun kemudia, Karel Gobay yang terkenal itu di promosikan menjadi salah satu orang penting yang bisa dipakai. Karakternya yang lemah lembut dan tindakannya yang  membuat bijak telah menuntun beliau menjadi pemimpin terkemuka di Paniai pada khusunya dan di Papua pada khususnya.

KPS Pengunungan Tengah

Setelah ditetapkan menjadi pejabat pemerintah di Enarotali, kepemimpinan karismatik beliau mendorong pemerintah untuk menetapkan menjadi Kepala Pemerintah Setempat  (KPS) di Pengunungan Tengah. Karel Gobai inilah yang menjadi orang yang pertama di pengunungan Tengah yang pertama mendapat Jabatan Tinggi dalam pemerintahan Belanda.

Dalam tahun-tahun itu Karel Gobay menjadi pemimpin pemerintahan yang sangat menentukan. Dia mempunyai pemikiran  dan angan-angan  yang brillian. Ia tahu bahwa Pemerintah Indonesia akan berkuasa mengambil alih kepimpinan di Tanah Papua. New York Aggrement telah diumumkan UNTEA menggantikan  Pemerintah Belanda untuk seterusnya mengawal PEPERA  Tahun 1969.

Penentuan Pendapat Rakyat  “ PEPERA”

Pelaksanaan PEPERA tahun 1969 dilakukan diseluruh Tanah Papua di mulai dari merauke. Pelaksanaan PEPERA di Paniai di Protes oleh masyarakat Paniai dipimpin oleh Karel Gobay. Ia sangat sensitif dengan aspirasi rakyat. Karel Gobay adalah  satu-satunya pemimpin Papua yang memasang badan membela keinginan rakyat untuk tidak merestui keputusan New York.

Dalam beberapa bulan terjadi masalah sosial tetapi militer Indonesia menangkap dan dijadikan kriminalitas. Pada hal sebagai pemimpin  Karel Gobay bertindak menyambung aspirasi masyarakat Paniai. Tetapi dengan kehadiran kekuatan militer Indonesia menyebabkan penekanan, Intimidasi dan kekerasan serta pembunuhan ribuan rakyat Paniai hingga kini. Sementara itu Karel Gobay ditahan dan distigma sebagai pemberontak terhadap Pemerintah Indonesia walaupun sebagai wakil Bupati Paniai di Nabire.

Meninggal Dunia  Sebagai Tahanan Politik

1 Agustus 1995  tutup usia, dia dimakamkan di Nabire dipimpin oleh Thomas Degei, Ketua Klasis Nabire sebagai Tahanan Politik. Dia ditahan sebagai tahanan politik diluar dan hak-hak hidup  tidak pernah diperhatikan sebagai Pegawai Negara Republik Indonesia.

Kita perlu mengembangkan study tentang Karel Gobay yang hampir dilupakan oleh kita sehubungan dengan hidup dan karyanya.

Penulis Adalah Dosen STT  Walter Post Jayapura

Sofyan Yoman Mengajak Gereja Untuk Belajar Banyak Dari KNPB

WENE-PAPUA – Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Socratez Sofyan Yoman mengajak pendeta dan tokoh gereja harus belajar banyak dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam melawan ketidakadilan di Papua.

Gereja harus melakukan suatu pendidikan dan himbauan supaya mereka berdiri, berjuang dengan cara yang benar untuk melawan ketidakadilan.
“Mereka ini orang-orang yang luar biasa. Saya harap para pendeta dan pimpinan gereja belajar banyak dari KNPB dan belajar banyak dari orang-orang berjiwa pemimpin, revolusioner dan mempunyai komitmen yang jelas,” katanya seperti diberitakan Jubi

Menurutnya isu Papua Barat sudah mendapat simpati internasional yang luar biasa. Bahwa perjuangan Papua Merdeka akan selalu mendapatkan reaksi dalam perjuangan seperti ini dari negara kepada rakyat Papua, seperti perjuangan di pasifik oleh ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) untuk menjadi anggota anggota penuh di MSG.

Namun ketika negara memblokade masa di Papua justru memberikan bobot (kekuatan) kepada luar negeri untuk melihat negara saat menekan rakyat Papua. (Tabloid Jubi)

Filep Karma: Pembangunan Papua bukan untuk rakyat Papua

Rebecca Henschke Wartawan BBC Indonesia, 3 Mei 2016

Eks tahanan politik sekaligus tokoh pro kemerdekaan Papua, Filep Karma, mengatakan kebijakan Presiden Jokowi yang mempercepat pembangunan infrastruktur di Papua dan mengedepankan pendekatan lunak terhadap persoalan politik di Papua, bukanlah untuk kepentingan masyarakat Papua.

“Rakyat Papua tidak meminta itu,” kata Filep Karma yang dibebaskan dari Penjara Abepura, Papua, pada pertengahan November 2015 lalu, setelah Presiden Joko Widodo melakukan terobosan politik untuk menyelesaikan masalah separatisme di Papua.

Filep, kelahiran 15 Agustus 1959, sebelumnya dihukum 14 tahun penjara karena dianggap terbukti menaikkan bendera Bintang Kejora.

Sebelum membebaskan Filep, Presiden Jokowi telah memberikan grasi kepada lima orang tapol yang terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Walaupun masih dipertanyakan pelaksanaannya, Jokowi juga menyatakan akan mencabut persyaratan ketat bagi jurnalis asing untuk memasuki Papua.

Sejauh ini, Presiden Jokowi telah mengunjungi Papua lebih dari tiga kali untuk meresmikan berbagai proyek pembangunan infrastruktur di wilayah itu, termasuk pembangunan jalan dan bandar udara.

Tetapi di mata Filep Karma, apa yang dilakukan Jokowi di Papua, “untuk kepentingan penjajahan dan bukan kepentingan rakyat Papua”.

Selengkapnya inilah petikan wawancara dengan Filep Karma dalam rubrik BINCANG bulan ini:
Bagaimana kehidupan Anda setelah dibebaskan dari penjara semenjak November 2015 lalu?

Setelah lepas dari penjara, saya masih diikuti intelijen. Tapi prinsip saya, saya mau hidup bebas. Jadi, saya tidak peduli diikuti intelijen, tapi kalau intelijen sampai menganggu aktivitas saya, atau menekan saya, membuat saya tidak nyaman, saya langsung mendatangi mereka dan saya akan bilang: ‘Anda intelijen ‘kan? Kenapa Anda mengikuti saya’.

Kalau saya selalu tertekan, ketakutan terhadap intelijen, hidup saya tidak akan bebas lagi.
Tapi otoritas hukum Indonesia mengatakan pemantauan terhadap Anda dilakukan agar Anda tidak kembali melakukan aktivitas separatisme?

Oh, tidak apa-apa. Saya tidak takut. Penjara itu rumah saya. Jadi penjara itu bagi kami, para pejuang, itu rumah kami. Karena kami kalau tidak di luar, ya dipenjara. Jadi ibaratnya, penjara itu rumah alternatif kedua.
Presiden Joko Widodo telah beberapa kali ke Papua untuk meresmikan proyek pembangunan infrastruktur. Mayoritas masyarakat Papua juga memilih dia dalam pemilu lalu. Presiden juga membuat kebijakan baru agar aparat militer tidak boleh melakukan pelanggaran HAM. Apakah Anda dapat menerima kebijakan Jokowi seperti itu?

Kami sudah tidak percaya sama sekali dengan pemerintah Indonesia. Karena selama bersama Indonesia, kami diperlakukan secara diskriminatif dan rasialis.

Jadi itu tidak bisa mengubah ideologi kami, dan apapun Jokowi yang mau bangun di Papua, itu ‘kan untuk kepentingan penjajahan, bukan kepentingan rakyat Papua.

Rakyat tidak meminta itu. Jokowi tidak pernah mendengarkan rakyat mau apa. Tapi ini Jokowi berpikir: ‘oh ini menurut Jokowi ini yang terbaik bagi rakyat Papua’. Itu pikiran Jokowi, bukan pikiran rakyat Papua.
Tapi bukankah saat ini banyak orang Papua sudah menjadi pemimpin pemerintahan di Papua? Lagipula mayoritas masyarakat Papua telah memilih Jokowi dalam pemilu lalu?

Itu tidak menjamin. Orang Papua mau menjadi gubernur, mau menjadi bupati, itu tidak menjamin.

Bapak saya menjadi bupati di Wamena, di jam kerjanya komandan Kopassus di Wamena masuk dan menodong pistol di depan muka bapak saya, meminta uang.

Bapak saya katakan: ini uang rakyat, bukan uang pribadi. Tidak bisa saya berikan kepada Anda. Kalau Anda mau tembak, silakan tembak saya. Itu terjadi pada 1977.
Image caption Sejumlah warga Papua menggelar unjuk rasa di Jakarta menuntut digelarnya referendum di Papua terkait masa depan provinsi itu.
Bukankah sekarang sudah banyak terjadi perubahan yang lebih baik di Papua, setelah ada reformasi 1998 dan ada kebijakan terbaru dari Presiden Jokowi?

Tidak ada perubahan. Jadi kalaupun orang Papua menjadi bupati, dia hidup dalam tekanan, karena mereka selalu dimintai uang oleh Komandan Kodim atau Kapolres.

Kalau tidak kasih, nanti mereka ciptakan macam-macam masalah di sana, seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) menyerang, dan sebagainya.

Dan itu selalu digunakan, sehingga setiap tanggal bersejarah bagi bangsa Papua, mereka melakukan show force (pamer kekuatan), lalu membuat himbauan-himbauan, jangan bikin ini, jangan bikin itu, akan kami tindak tegas di tempat.
Image copyright Yuliana Lantipo
Image caption Anggota kepolisian Indonesia melakukan penjagaan terkait unjuk rasa kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Dan itu yang mereka lakukan. Jadi TNI-polisi sendiri yang menciptakan suasana jadi tegang, bikin rakyat ketakutan.
Faktanya, Papua telah mendapat dana luar biasa dari pusat melalui kebijakan otonomi khusus, dari tahun ke tahun?

Yang kami dapat itu terlalu kecil dibandingkan dengan apa yang diambil Indonesia dari Freeport.

Jadi saya tidak mengatakan dana itu banyak, tidak. Itu terlalu kecil, karena apa yang diambil Indonesia dari Freeport lebih banyak daripada yang dia berikan.

Ibarat kalau kita makan ayam, itu hanya kulit-kulitnya yang dikembalikan ke Papua, tapi daging seluruhnya dimakan di Jakarta.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny