Dr Ibrahim Peyon: UU OTSUS, Militerisasi, UUDS West Papua dan Wilayah West Papu

Oleh: Ibrahim Peyon, Ph.D

Banyak orang persoalkan tentang adanya banyak pemekaran DOB (Daerah Otonomi Baru) dan pemekaran pangkalan militer di West Papua tahun ini. Menurut saya ini hal biasa dimana pun di dunia, khusus daerah koloni yang masih dikuasai oleh kekuatan kolonial.

Dalam beberapa tulisan saya tahun 2020, saya sudah bicara hal ini. Saya katakan, tahun 2021 kekuasaan Indonesia secara dejure (Otsus) akan berakhir. Maka, mulai 1 Januari 2022 Papua menjadi daerah tak berpemerintahan sendiri, dan tahun 2022 adalah “TAHUN PEREBUTAN”, antara Pemerintah Sementara Republik West Papua (ULMWP), dan Pemerintah Republik Indonesia (NKRI).

Proses Otsus 2021, pemekaran DOB dan pangkalan militer tahun ini terjadi dalam rangka perebutan Papua oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Dalam waktu yang sama, bangsa Papua bentuk UUDS, deklarasi Pemerintah Sementara Republik West Papua (ULMWP), dan deklarasi Green State Vision sebagai Visi negara —— Pemerintah Sementara sedang konsolidasi dan Mobilisasi dalam negeri maupun juga di luar negeri. Sayap militer West Papua melalui TPNPB juga terus bergerak di beberapa daerah di West Papua.

Maka menurut saya, perebutan yang dilakukan oleh dua pemerintahan ini adalah soal biasa di seluruh dunia. Dalam posisi ini diperlukan intervensi PBB untuk selesaikan konflik, sesuai mekanisme yang berlaku. Karena PBB adalah finalti akhir dalam perlawanan dua pemerintahan ini. Paling penting adalah orang asli Papua bersatu dan bergerak bersama dan serentak.

Hanya dengan persatuan gunung besar apapun bisa dirubuhkan.
——
FOTO: Contoh kasus, dalam aksi demonstrasi damai berskala besar Wilayah Lapago yang terjadi di Wamena (5/04) itu, kita bisa lihat dimana ditengah ribuan massa yang turun menyampaikan aspirasi itu, aspirasi yang disampaikan diterima oleh (dua pihak Pemerintah) yaitu: (1). Aspirasi diterima oleh perwakilan Pemerintahan Sementara ULMWP mewakili Pemerintahan Negara West Papua, (2). Aspirasi diterima oleh DPRD Jayawijaya mewakili P

Gubernur : Anggota MRP Mesti Paham UU Otsus

JAYAPURA – Keanggotaan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang sempat tidak lengkap, kini utuh kembali.

Pasalnya Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., telah melantik 4 anggota Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota MRP periode 2011-2016. Ke-empat orang yang dilantik masing-masing Stepanus Kanimu, Frederikus Kemaku, Pendius Jikwa dan Robert D. Wanggai, S.Sos., Acara pelantikan dan pengambilan sumpah/janji dihadiri Ketua MRP Timotius Murib, Wakil Ketua III DPRP Ny.Yani, S.H,, Sekretaris MRP Y.I.S. Matutina, S.Sos., M.Si., dan para anggota MRP lainnya di Aula Sasana Karya, Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Kamis (5/3).

Gubernur Enembe mengutarakan, sebagaimana UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua, khusus Pasal 18 b menyatakan, negara mengakui dan menghormati suatu pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Sebab, Otsus bagi pemerintah pusat pada dasarnya pemberian kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur diri sendiri dalam bingkai NKRI.

Namun, tutur Gubernur, kewenangan yang lebih luas disertai tanggung jawab yang lebih besar pula untuk mengolah kekayaan alam, demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sekaligus kewenangan meningkatkan potensi orang asli Papua khususnya adat, agama dan perempuan.

“Saudara-saudara yang berwenang bicara tentang potensi orang asli Papua, saya hanya wakil pemerintah pusat di daerah. Ini bukan Gubernur yang bicara, tapi UU Otsus yang bicara untuk ditaati dan dipatuhi,”

imbuh Enembe.

Menurut Gubernur, keanggotaan MRP diangkat melalui UU Otsus, sehingga merekapun dapat memahaminya untuk menyelamatkan orang asli Papua dari keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, keterisolasian dan kematian.

“Waktu setahun tak cukup berbicara kepentingan orang asli Papua. Tapi saya saudara-saudara bisa menyuarakan keadaan orang asli Papua yang sesungguhnya. Mudaha-mudahan karya terbaik saudara-saudara mampu mengakhiri tugas Anda,”

terang Enembe.

Di bagian lain, tambah Gubernur, MRP bukan lembaga politik. Tapi lembaga pemberdayaan orang asli Papua. MRP juga bukan lembaga separatis, tapi lembaga terhormat milik orang asli Papua.

“Setiap anggota MRP disapa yang mulia pimpinan dan anggota MRP. Itu berarti segala kelakuan dan tindakan harus juga mulia,” tukas Gubernur.

Sementara itu, PAW Anggota MRP Robert D Wanggai mengemukakan pihaknya optimis setahun mengabdi di MRP akan dapat berbuat sesuatu.

“Kendati tak banyak, tapi manfaatnya bisa dirasakan, terutama bagi orang pribumi,” ujar Robert Wanggai. (mdc/don/l03/par)

Source: ‘at, 06 Maret 2015 01:35, BinPa

Gen. Wenda: Otsus Plus Bukan Tapi Otsus Minus, Hasilnya Nol, bukan?

“Otsus Plus Bukan Tapi Otsus Minus, makanya Hasilnya Minus, bukan? Itu yang sudah kami bilang beberapa bulan lalu saat Gubernur Papua dan Ketua DPRP berbicara tentang Otsus Plus bukan? Makanya anak-anak harus belajar sedikit dengar orang tua, walaupun tidak sekolah, punya hatinurani dan punya bisikan Roh. Kalau mau tutup telinga, yang tabrak temobk!,”

demikian kata Gen. TRWP Mathias Wenda menanggapi ucapan Minta Maaf dari Gubernur Provinsi Papua karena kegagalan Otsus Plus masuk ke Badan Legislasi Nasional kolonial R.I. di Jakarta.

Dalam pesan yang dikirimkan ke PMNews menyebutkan Gubernur Papua Lukas Enembe, Ketua DPRP Yunus Wonda dan Ketua MRP Murib harus catattiga hal berikut:

Pertama, mereka harus tahu diri bahwa Papua Merdeka ditentukan oleh orang Papua, yaitu orang Sanak-Saudara sedarah-daging Anda sendiri, berdasarkan nyawa dan pengorbanan hartabenda yang sudah lama terjadi di tangan penjajah. Jadi dengan Otsus Plus Anda semua memperpanjang penderitaan suku-bangsa, keluarga Anda sendiri. Maka dengan demikian Anda tidak tahu diri, dan harus merasa malu, bukan hanya meminta maaf, atas jawaban Presiden Kolonial Joko Widodo.

Kedua, kalau meminta sesuatu kepada penguasa kolonial, jangan berpikir satu kali, tetapi berpikirlah tiga sampai seribu kali. Dan setelah itu, tempatkanlah diri Anda sebagai bangsa jajahan, dari tanah pendudukan. Jangan paksa diri menjadi anak emas di tangah Penjajah. Nanti bisa kena seerangan jantung mendadak nyawa lenyap kalau ternyata Anda dianak-tirikan, kalau harapan yang tinggi menjadi tidak dapat tercapai, dan kalau harapan itu ditolak. Sadarilah, sebagai bangsa Jajajah dari tanah pendudukan, Anda tidak punya hak yang sama dengan bangsa Nangroe Aceh Darussalam, tidak sama dengan bangsa Bugis Makassar, bangsa Jawa dan lainnya. Anda bangsa terjajah, dari tanah pendudukan. Itu harus dicamkan dan dicatat di dahi, dengan tinta darah saudara dan sanak-keluarga Anda sendiri.

Ketiga, tindakan Minta Dialogue karena Draft UU Otsus Plus ditolak  ialah perbuatan banci dan tidak bertanggung-jawab, bertentangan dengan sikap awal mendukung pendudukan NKRI di tanah Papua. Dengan demikian kalian bertiga sebagai anak pedalaman yang baru datang ke kota belajar berpolitik dan memimpin harus sadar diri bahwa Indonesia ialah penguasa dan penjajah, bukan negara dan pemerintah Anda.

Sikap orang Papua minta dua piring nasi dan kalau tidak dikasih minta merdeka itu politik panas-panas tahi ayam, politik kampungan, politik sangat sederhana, politik Kepala Suku yang dulu saya, Mathias Wenda praktekkan sebelum saya sekolah politik dan militer di Rimba Raya New Guinea. Saya sekarang sudah lulus dari Sekolah dan Pendidikan politik dan militer, dan sekarang saya tahu persis bahwa politik seperti yang kalian tiga mainkan saat ini sangat tidak bijak dan memalukan. Jangan jadikan “Papua Merdeka” sebagai bargaining politik demi perut dan jabatan Anda, demi program pembangunan 5 tahun yang sangat terbatas.

Lanjut Gen. Wenda,

Saya sudah bilang dalam beberapa bulan lalu, Lukas Enembe dan adik-adiknya ini harus berhentii bicara Otsus Plus, karena Jakarta tidak akan dengar. Ternyata sekarang dia tabrak tembok to, itu tobat. Tidak denar orang tua bicara.

Lanjutnya lagi,

Lukas Enembe dan adik-adik ini ada lihat dengan mata-kepala atau tidak. Banyak sanak-keluarga mereka ditembak mati tiap hari di gunung-hutan sana. Itu keluarga bangsa siapa? Kenapa kalian sibuk urus uang dan Otsus Plus trus? Kenapa kalian tidak pernah sedikit satu menit saja pikir tentang perjuangan Papua Merdeka? Kenapa kalian sudah tua dan berpendidikan tetapi tidak tahu main politik?

DPRP Desak Pelaksanaan Dialog Jakarta-Papua

Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Niolen KotoukiJAYAPURA – Komisi V DPR Papua mendesak pemerintah pusat untuk melaksanakan Dialog Jakarta-Papua agar permasalahan yang terjadi di Papua bisa terlaksana dengan baik.

“Presiden sudah menyetujui untuk dialog Jakarta-Papua. Sekarang yang menjadi pertanyaan kapan pelaksanaannya, sebab jika tidak dilakukan maka persoalan akan terus terjadi,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Niolen Kotouki kepada wartawan, Jumat (30/1).

Desakan itu menurut Kotouki, karena penangkapan masyarakat Papua yang selama ini sering disebut kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tapi juga kadang disebut separatis. “Kami memandang apa yang disebutkan terhadap masyarakat yang ditangkap itu sangat pesimis bagi Negara karena sesungguhnya bahwa tuntutan mereka perlu digodok dalam suatu dialog,” kata dia.

Ia menyatakan, dialog Jakarta-Papua bukan bernuansa separatis tapi bagaimana pemerintah melibatkan masyarakat yang selama ini melakukan tindakan yang memang bertentangan dengan pemerintah.

“Harus melihat pokoknya seperti apa. Apakah mereka menuntut kesejahteraan, pembangunan atau hal-hal yang bernuansa sebagai separatis. Dari dialog inilah menjadi suatu kesimpulan untuk memecahkan masalah demi membangun Papua,” ucapnya.

Soal masyarakat atau mahasiswa melakukan aksi demo menuntut merdeka selama ini, pemerintah harus tau merdeka dalam konteks apa “Tuntut merdeka seperti apa dulu, sehingga lewat dialog itu bisa disampaikan. Sudah saatnya Papua harus dalam pembenahan,” ucap dia.

Kotouki menyampaikan bahwa Presiden RI yang sudah sering keluar masuk ke Papua sudah seharusnya tahu apa yang menjadi persoalan Papua. “Kami pada prinsipnya mendukung semua kebijakan Presiden, terutama dialog mendukung 100 persen, jika sifatnya menyelesaikan persoalan di Papua ini,”tutupnya. (loy/don/l03)

Source: Sabtu, 31 Januari 2015 01:41, BinPa

Dukungan Agar RUU Otsus Plus Disahkan Terus Mengalir

Sekretaris Daerah JAYAPURA – Perjuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua agar Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua (RUU Otsus Plus) terus mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Yang terbaru Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) mendatangi Sekretaris Daerah (sekda) Provinsi Papua untuk secara langsung menyatakan dukungan mereka atas perjuangan Pemprov Papua yang berkeinginan merevisi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus di Papua.

Kepada wartawan di ruang kerjanya pada Jumat (30/01) pagi, Sekda mengatakan Pemprov berkeinginan agar semua pihak dapat memberi dukungan dan doanya agar usaha mereka dapat segera membuahkan hasil.

“Ya, kita harapkan semua komponen masyarakat termasuk KAPP memberikan dukungan, sekarang Gubernur Papua Lukas Enembe bersama tim dan kemarin juga sudah pertemuan dengan Presiden di Istana Bogor dan tadi malam ada pertemuan secara tertutup di Istana Negara,” ujarnya.

Menurut Sekda, perjuangan untuk mengesahkan RUU Otsus Plus tidak lagi bertujuan untuk menyelesaikan segala masaah yang selama ini menjadi penyebab masyarakat Papua sulit keluar dari ketrtinggalan dan kemiskinan.

“Ya kita berharap semua perjuangan yang tulus dari Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat ini dapat membuahkan hasil dan kita harapakn RUU Otsus Plus di tanah Papua bagi masyarakat Papua ini bisa nantinya menjadi landasan yang real, landasan yang jelas dan tegas suatu referensi hukum jelas dalam penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat di atas tanah Papua secara komporensif,” imbuh sekda.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang datang ke Papua sempat menegaskan masalah RUU Otsus Plus memang harus segera diselesaikan, sebab ada terjadi tumpang tindih kepentingan dalam perundang-undangan antara pusat dan daerah.

‘’Harapannya wajib diselesaikan, akan tetapi pembangunan tidak boleh terhambat dan harus berjalan terus,’tegas Zulkifli ketika memberikan sambutan dan arahan saat menjadi pembicara dalam Silahturahmi Kebangsaan antara Pimpinan MPR RI dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Papua, Selasa (27/1) di Sasana Krida – Kantor Gubernur Dok II Jayapura.

Dari hasil pertemuannya dengan Forkompimda Papua, dijelaskan oleh Forkompimda melalui Sekda Papua TEA Hery Dosinaen bahwa banyak sekali terjadi tumpang tindih mengenai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Dikatakannya dari MPR sifatnya membantu memfasilitasi penyelesaian UU Otsus Plus. Tentunya setelah ini akan disampaikan kepada DPR dan juga tentu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kita harus sampaikan. “Kita akan bantu fasilitasi agar aspirasi, rakyat Papua untuk menyelesaikan UU Otsus Plus. Karena itu kuncinya. Usul sekda akan kita dukung dan bantu soal Otsus Plus,”janjinya.

Untuk itu tentunya guna menggolkan RUU Otsus Plus, dirinya berjanji akan disampaikan kepada pimpinan DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, Anggota Komite I DPD RI Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Ahmad Subari mengungkapkan jika pihaknya telah memasukkan rancangan peraturan tersebut ke dalam Program Legislasi nasional (Prolegnas).

“Kami baru melakukan rapat Paripurna luar biasa di DPD RI, kami dari DPD sepakat memprioritaskan RUU Otsus Plus masuk dalam Prolegnas,” aku Subari ketika memberikan sambutan pada pertemuan DPD RI dengan FORKOMPIMDA bersama pimpinan SKPD di lingkup pemprov Papua di Sasana Krida kantor Gubernur Papua, Kamis (29/01) siang.

Ditegaskannya, jika DPD RI mendukung Rancangan Undang-undang Otsus Pemerintahan bagi provinsi di Tanah Papua masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurutnya, bagi DPD RI tidak ada alasan untuk tidak mendukung revisi RUU Otsus Plus dan ia juga mengaku pihaknya akan terus mempersiapkan berbagai hal untuk mendorong RUU Otsus Plus.

“Jadi tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mendukung, insyah allah dalam proses selanjutnya DPD RI akan terus dari mulai mempersiapkan berbagai hal terkait RUU Otus Papua, kita akan melakukan serangkaian kegiatan sebagaimana lazimnya dalam penyusunan legislasi,” kata Subadri yang merupakan perwakilan dari Provinsi Banten. (ds/don/l03)

Source: Sabtu, 31 Januari 2015 01:44, BinPa

DPD RI Masukkan RUU Otsus Plus ke Prolegnas

Anggota Komite I DPD RI Ahmat Subadri memberikan cindera mata kepada Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.Ip.JAYAPURA—Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusu Bagi Provinsi di Tanah Papua atau yang sering disebut RUU Otsus Plus terus mendapat dukungan, belakangan diketahui jika Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) telah memasukkan rancangan peraturan tersebut ke dalam Program Legislasi nasional (Prolegnas).
“Kami baru melakukan rapat Paripurna luar biasa di DPD RI, kami dari DPD sepakat memprioritaskan RUU Otsus Plus masuk dalam Prolegnas,” ungkap Ketua tim komite I DPD RI yang berkunjung ke Papua, Ahmad Subadri dalam sambutannya pada pertemuan DPD RI dengan FORKOMPIMDA bersama pimpinan SKPD di lingkup pemprov Papua di Sasana Krida kantor Gubernur Papua, Kamis (29/01) siang.

Ditegaskannya jika DPD RI mendukung Rancangan Undang-undang Otsus Pemerintahan bagi provinsi di Tanah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurutnya, bagi DPD RI tidak ada alasan untuk tidak mendukung revisi RUU Otsus Plus dan ia juga mengaku pihaknya akan terus mempersiapkan berbagai hal untuk mendorong RUU Otsus Plus.

“Jadi tidak alasan bagi kami untuk tidak mendukung, insyah allah dalam proses selanjutnya DPD RI akan terus dari mulai mempersiapkan berbagai hal terkait RUU Otus Papua, kita akan melakukan serangkaian kegiatan sebagaimana lazimnya dalam penyusunan legislasi,” kata Subadri yang merupakan perwakilan dari Provinsi Banten.

Dijelaskannya dengan adanya empat senator asal Papua yang memperjuangkan RUU Otsus Plus, tentunya akan didukung oleh senator lain sebagai bentuk solidaritas. Sebab, perjuangan RUU Otsus Plus untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

“Dalam mewujudkan hal ini, tentunya kami akan mengundang ataupun akan berkenjung lagi ke Papua. Kami ingin menunjukkan eksisten DPD, Kami semua ini independen jadi tidak ada yang mengarahkan, tidak ada yang bisa mendikte, jadi insyah Allah objektif dalam memperjuangkan RUU Otsus Plus Papua,” terangnya.

Sementara itu, Sekda Papua T.E.A Hery Dosinaen,SIP mengaku, pemprov Papua sementara terus memperjuangkan revisi RUU Otsus Plus di pemerintah pusat dan juga di DPR RI.

“Perjuangan RUU Otsus Plus terhenti tahun lalu, seiring berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” terangnya.

Saat ini, kata Sekda, Gubernur bersama tim Asistensi sedangkan memperjuangkan revisi RUU Otsus Plus untuk melakukan pertemuan dengan berbagai lembaga di Jakarta.

“Adapun rancangan undang-undang tersebut, diharapkan ada kewenangan seluas-luasnya bagi pemerintah di Papua untuk mengatur rumah tangga dan segala aspek rumah tangga serta pemerintahan, berdasarkan potensi yang ada di Papua,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Sekda meminta kepada DPD RI untuk memberikan dukungan kepad pemprov Papua, sehingga perjuangan RUU Otsus Plus dapat disahkan sehingga menjadi suatu refrensi hukum yang jelas.

“Sampai saat ini undang-undang nomor 21 tahun 2001 belum mempunyai kekuatan, karena peraturan Otsus selalu bertrabrakan dengan regulasi sektor lainnya,” tambahnya. (ds/don/l03)

Source: Jum’at, 30 Januari 2015 08:56, BinPa

Ketua MPR : RUU Otsus Plus Wajib Diselesaikan

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan memberi cinderamata kepada Sekda Provinsi Papua TEA. Herry Dosinaen.JAYAPURA—Masih berlarut-larutnya penyelesaian RUU Otsus Plus, ikut mendpaat perhatian dari Ketua MPR RI DR (HC) Zukifli Hasan, SE MM. Ia menegaskan masalah RUU Otsus Plus memang harus segera diselesaikan, sebab ada terjadi tumpang tindih kepentingan dalam perundang–undangan antara pusat dan daerah. ‘’Harapannya wajib diselesaikan, akan tetapi pembangunan tidak boleh terhambat dan harus berjalan terus,’tegas Zulkifli ketika memberikan sambutan dan arahan saat menjadi pembicara dalam Silahturahmi Kebangsaan antara Pimpinan MPR RI dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Papua, Selasa (27/1) di Sasana Krida – Kantor Gubernur Dok II Jayapura.

Dari hasil pertemuannya dengan Forkompimda Papua, dijelaskan oleh Forkompimda melalui Sekda Papua TEA Hery Dosinaen bahwa banyak sekali terjadi tumpang tindih mengenai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Dikatakannya dari MPR sifatnya membantu memfasilitasi penyelesaian UU Otsus Plus. Tentunya setelah ini akan disampaikan kepada DPR dan juga tentu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kita harus sampaikan. “Kita akan bantu fasilitasi agar aspirasi, rakyat Papua untuk menyelesaikan UU Otsus Plus.

Karena itu kuncinya. Usul sekda akan kita dukung dan bantu soal Otsus Plus,”janjinya.

Untuk itu tentunya guna menggolkan RUU Otsus Plus, dirinya berjanji akan disampaikan kepada pimpinan DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri.
Saat disinggung akan ada tarik ulur kepentingan Pemerintah Pusat terhadap Papua, dimana ada kekhawatiran apabila RUU Otsus Plus ini digolkan maka provinsi tertimur Indonesia itu bisa lepas dari NKRI.

Zulkifli menegaskan lagi tugas MPR RI hanyalah memfasilitasi kepada DPR RI dan Pemerintah Pusat.

Pada kesempatan itu, Mantan Menteri Kehutanan di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) memuji pembangunan di Papua yang mana perkembangan ekonomi jauh lebih bagus dibandingkan pada masa sebelumnya. Termasuk juga tingkat investasi yang meningkat.

Sebelumnya ditempat yang sama dihadapan Ketua MPR RI dan Forkompimda, Sekretaris Daerah Provinsi Papua yang mewakili Pemerintah Provinsi Papua mengatakan saat ini Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal sedang berada diluar daerah dalam memperjuangkan segala aspek yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Papua.

Sekda menjelaskan, saat ini 80 persen dana Otonomi Khusus Papua diberikan kepercayaan kepada kabupaten/kota untuk mengelolanya, dengan asumsi dasarnya bupati dan walikota yang mempunyai rakyat. “Oleh karena itu mereka yang diberikan tanggung jawab sebesar – besarnya untuk kelola anggaran,”jelasnya.

Sekda menjelaskan saat ini ada tumpang tindih dengan kebijakan pusat yang cukup sentralistik UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Untuk itu dirinya meminta agar, MPR RI bisa membantu Pemprov Papua menggolkan RUU Otsus Plus, sehingga bisa diakomodir.

Menggolkan RUU Otsus Plus sehingga bisa diakomodir dan selesaikan didaerah. “Berbagai kebijakan pusat dalam hal ini kementerian dan lembaga banyak yang tumpang tindih. Paradigma ini harus diubah, agar bisa melihat kondisi objektif yang ada di Papua. Harusnya ada satu regulasi yang lebih untuk mengatur pembangunan, sehingga bisa mengatur sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat,”harap sekda.

Kehilangan Roh

Sementara itu saat berbicara mengenai masalah kebangsaan, Zulkifli mengatakan, semenjak tahun 1998. Bangsa Indonesia mulai kehilangan roh kebangsaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya tawuran yang menimbulkan korban jiwa antar kelompok, antar agama dan pertikaian antara TNI/Polri. “Sekarang antara yang tua dan muda juga berkonflik. Anak menuntut ibunya itu biasa. Rasa kepatutan juga sudah mulai hilang di Negara kita ini,”keluhnya.

Oleh karena itu dirinya menegaskan janganlah dianggap ringan dengan situasi ini.

Untuk itu Pancasila mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia yang sangat majemuk .

“Hanya Pancasila-lah yang dapat menjamin utuhnya NKRI. Oleh karena itu, upaya untuk terus mempertebal keyakinan terhadap pentingnya Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai sumber keteladanan bagi kehidupan bangsa Indonesia harus menjadi keyakinan dari setiap manusia Indonesia,”tuturnya.

Majelis Pemusyawaratan rakyat sebagai lembaga demokrasi, lembaga perwakilan aspirasi rakyat dan daerah mencermati dan merespon setiap momentum dan aspirasi masyarakat yang muncul.”Mari kita wujudkan janji kebangsaan kita,”pintanya. (ds/don/l03)

RUU Otsus Plus Terus Diperjuangkan

JAYAPURA — Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua TEA. Hery Dosinaen, S.IP, mengungkapkan jika saat ini tim asistensi Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua (RUU Otsus Plus) akan melakukan lobi kembali ke DPR RI.

“Kami tadi sedang berbicara dengan asistensi pusat dan mereka sedang mengadakan loby dengan DPR RI kita tunggu minggu depan bagaimana perkembangan,” ucap Sekda kepada wartawan di ruang kerjanya pada Selasa (13/01) siang.

Ia sendiri menegaskan pihaknya akan terus berjuang agar RUU Otsus Plus bisa disahkan oleh DPR RI agar segala masalah yang selalu menghalangi terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat Papua bisa segera diwujudkan.

“Yang jelas kita tetap berjuang agar RUU Otsus bagi Pemprov Papua bisa ditetapkan dan bisa dilaksanakan,” cetusnya.

Sekda juga memastikan, meski pihaknya harus mengulang kembali segala proses yang dibutuhkan agar RUU Otsus Plus ini disahkan, namun materi yang terdapat di dalamnya tidak akan mengalami perubahan. “Tidak ada perubahan dalam draft, semua tetap,” ujarnya.

Sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH., sempat mengatakan jika tim asistensi kemungkinan akan mengalihkan inisiatif melalui DPR RI, tidak seperti sebelumnya yang melalui pemerintahan. Tapi ia juga mengatakan, jika pihaknya masih akan melihat pihak mana yang lebih merespon kepentingan Papua tersebut. (ds/don/l03)

 

Sumber: Sumber: Rabu, 14 Januari 2015 01:44, BinPa

Detik Otsus Dihapus, Detik itu NKRI tidak Punya Dasar Hukum Menduduki Tanah Papua

Menanggapi rencana NKRI menghentikan Otsus atas tanah Papua yang telah diberlakukan sejak 2001 oleh Presiden Megawati Sukarnoputri waktu itu, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi atas nama Gen. TRWP Mathias Wenda dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua menyatakan,

“Detik Otsus dihapus, maka detik itu pula NKRI tidak punya Dasar Hukum untuk menduduki Tanah Papua. Dengan mencabut UU Otsus, maka secara otomatis mencabut dasar hukum NKRI tinggal di Tanah Papua, sama dengan NKRI keluar dari Tanah Papua”.

Demikian dijawab lewat SMS menanggapi ringkasan SMS yang PMNews kirimkan kepada Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP.

Dilanjutkan dalam pesan pendek itu,

Demikian juga, begitu masa berlaku UU Otsus berakhir, maka status hukum West Papua di dalam NKRI harus berakhir, kecuali kalau NKRI mengeluarkan UU selain UU Otsus untuk memperpanjang masa pendudukannya atas tanah Papua. Jadi, UU Otsus bukan sekedar untuk membangun tanah dan bangsa Papua ras Melanesia di dalam kerangka NKRI, tetapi sekaligus sebagai Surat Kontrak yang berisi Hak Menduduki dan Menggarap serta mencari keuntungan dari Tanah Papua. Kontrak itu ditandangani oleh NKRI, dan diketahui oleh masyarakat internasional, tanpa keterlibatan bangsa Papua.

Selanjutnya dikatakan juga dalam sms berikutnya,

Oleh karena itu, orang Papua yang mau tetap mempertahankan UU Otsus ialah orang Papua yang pro-NKRI, yang kami sebut orang suku Papindo (Papua – Indonesia). Kalau orang Papua asli dan murni akan mengucap syukur kepada Tuhan kalau NKRI mau menghapus UU Otsus atas tanah Papua.

Akan tetapi di sisi lain, tetap mempertahankan Otsus juga lebih bagus, karena ujung-ujungnya pasti tetap menguntungkan perjuangan Papua Merdeka.

Jangan kita lupa bahwa hubungan negara-bangsa modern dengan masyarakat adat di seluruh dunia semuanya didasarkan atas produk hukum internasional yang dijadikan dasar bagi para penjajah untuk menduduki wilayah dan bangsa jajahannya. Termasuk NKRI menduduki West Papua atas dasar Perjanjian Roma dan Perjanjian New York tahun 1960-an. Kedua perjanjian ini ditindak-lanjuti dengan Pemberlakuan Otonomi Khusus 25 tahun, yang mulai dari tahun 1963 dan berakhir tahun 1988 (masih ingat Dr. Thom Wainggai memproklamirkan negara Melanesia Raya dengan alasan Otsus I NKRI di Tanah Papua berakhir pada saat ini). Dari tahun 1988 – 2001, status West Papua di dalam NKRI tidak memiliki dasar hukum apapun. Baru tahun 2001 ada dasar hukum UU Otsus No. 21/2001, yang akan berakhir 2026.

Akan tetapi itu semua tergantung perjuangan orang Papua, baik yang ada di dalam pemerintah NKRI sebagai pejabat kolonial Indonesia ataupun yang ada di luar pemerintah. Kalau semua orang Papua punya harga diri dan bermartabat sebagai manusia ciptaan Tuhan di tanah leluhurnya dan menghargai itu serta memperjuangkannya, maka bukan hal yang tidak mungkin, NKRI akan angkat kaki dari Tanah Papua, pada suatu saat. Hal itu pasti, tetapi kita tunggu waktu Tuhan.

Otsus Dihapus – Pelanggaran Konstitusi

JAYAPURA — Anggota Pokja Adat MRP Joram Wambrauw, SH., menegaskan, jika Otsus dihapus adalah suatu pelanggaran konstitusi serius.

Joram Wambrauw ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (19/11) terkait wacana Otsus dihapus mengutarakan, jika pemerintah pusat menghapus Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua pihaknya memandang hal ini agak sulit dan yang mustahil. “Jadi Pemerintah Pusat jangan mengambil tindakan yang justru dapat memicu disintegrasi bangsa,”katanya.

Joram menandaskan, Otsus bagi Papua dan Aceh pada tahun 2001 berdasarkan Tap MPR No.4 Tahun 1999 dan Tap MPR No.4 Tahun 2000. Didalam Tap MPR No. 4 Tahun 1999 pada huruf G menyangkut penataan Otonomi Daerah dikatakan, khusus untuk Aceh dan Irian Jaya dalam rangka menunjang integritas nasional NKRI dan menyelesaikan pelanggaran HAM di Provinsi Aceh dan Irian Jaya, maka kepada 2 Provinsi tersebut diberikan Otsus yang diatur dengan UU.

Karenanya, cetus Joram, jika amanatnya demikian, maka tafsiran yuridisnya adalah bahwa UU yang dimaksud adalah UU yang bersifat khusus dan Otsus yang dimaksud disini pula adalah sistem penyelenggaraan desentralisasi/penyerahan kewenangan kepada daerah, kecuali desentralisasi fiskal asimetris yang ada batas waktunya. Artinya, dana Otsus 25 tahun itu dapat dikurangi secara bertahap sampai orang asli Papua maju dan sejahtera barulah dana Otsus dapat dihapus.
“Amanat di dalam Tap MPR RI No.4 Tahun 1999 dan Tap MPR No.4 Tahun 2000 tersebut dari hukum tata negara mempunyai kedudukan yang sama dengan amanat konstitusi atau UUD,” terang Joram.

Karenanya, kata Joram, jika UU Otsus No 21 Tahun 2001 dibentuk, maka salah-satu dasar hukumnya adalah pasal 18 b ayat (1) yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghendaki sistem pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur UU.

Dengan begitu, jelas Joram, adalah hal yang tak mungkin kalau pemerintah bersikap gegabah untuk menghapus Otsus di Provinsi Papua. Jika pemerintah bersikeras untuk menghapus Otsus, maka itu adalah sebuah pelanggaran konstitusi serius, yang menyebabkan Presiden bisa diimpeachment.

Karenanya, tandas Joram, pihaknya dalam konteks ini memahami betul konsekuensi hukum yang sangat serius dan akan berakibat pada disintegrasi nasional.

Pemerintah tak akan ceroboh untuk melakukan hal tersebut, kecuali memang pemerintah ingin melakukan tindakan untuk terjadi adanya disintegrasi nasional seperti terjadi pada kasus Timor-Timur, kata Joram, maka hal yang diwacanakan pemerintah pusat terkait dengan pelaksanaan Otsus di Papua adalah rencana untuk melakukan penataan pelaksanaan Otsus di Tanah Papua. Tapi hal ini pun harus diwanti-wanti yakni jangan sampai pemerintah pusat kemudian memperhangus hal-hal yang bersifat khusus dalam rangka pelaksanaan Otsus di Papua.

Dikatakanya, jika hal itu yang terjadi dalam konteks perubahan Otsus yang kita sebut dengan Otsus Plus dimana banyak substansi-substansi yang diusulkan pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, berkaitan dengan kekhususan di Papua, ternyata ditiadakan oleh pemerintah pusat dalam naskah RUU Otsus Plus tersebut. Bahkan nampak secara jelas betapa pemerintah pusat ingin menerapkan kembali sifat sentralisme dan sikap egosentris yang kemudian cenderung menihilkan Otsus di Tanah Papua, yakni merumuskan pasal-pasal terkait dengan substansi RUU Otsus Plus menganut paham sentralisme dan sektoral seperti dimaksud, maka sebenarnya Otsus bagi Papua sudah tak ada lagi. Dan disinilah letak kontroversi sosial yang akan menjadi persoalan hukum dan sosial politik yang serius.

Kata Joram, jika pemerintah pusat mencoba untuk membuat norma-norma yang bersifat totaliter terkait dengan Otsus Plus di Papua. Norma-norma totaliter adalah norma yang menggunakan teknikal yuridis yang dapat masuk akal, tapi sesungguhnya dikondisikan oleh kesadaran palsu yang merendahkan martabat manusia dan memperbudak masyarakat itu sendiri atau mereka yang menjadi sasaran dalam pengaturan peraturan hukum tersebut. (Mdc/don)

Kamis, 20 November 2014 02:14, BinPa

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny