Warinussy Sebut Pernyataan Kemenlu RI Permalukan Bangsa Indonesia

Manokwari, Mediapapua.com – Pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia yang disampaikan oleh juru bicaranya, Armanatha Nasir, Jum’at (3/3) lalu kepada CNN Indonesia menanggapi pernyataan bersama (joint statement) dari 7 (tujuh) Negara Pasifik mengenai pelanggaran HAM di Tanah Papua pada Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa belum lama ini dinilai sangat memalukan negara dan bangsa Indonesia.

“Memalukan negara dan bangsa Indonesia, karena pernyataan tersebut sama sekali bersifat mengingkari segenap langkah dan kemauan politik Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tengah berusaha keras menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua,” rilis Yan Christian Warinussy, SH Direktur LP3BH Manokwari kepada koran ini, Rabu (8/3/2017).

Utamanya, kata dia, terhadap upaya penyelesaian 3 (tiga) kasus besar dugaan pelanggaran HAM yang berat seperti Wasior (2001), Wamena (2003) dan Paniai (2014) yang telah dibentuk Tim Ad Hoc sesuai amanat pasal 18 dan pasal 19 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Sebelumnya, Armanatha Nasir mengatakan kepada CNN Indonesia kalau (pelanggaran HAM) itu ada, pasti akan menjadi sorotan dari publik dan mekanisme yang berlaku di Indonesia. Inilah yang menurut saya sebagai salah satu advokat dan pembela HAM di Tanah Papua dan Indonesia, sangat memalukan negara dan bangsa,”

tutur Yan.

Selalu ada aksi-aksi damai baik yang dilakukan di sejumlah kota di Tanah Papua maupun di Jakarta dan pulau Jawa yang mengangkat tema tentang dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua dan mendesak negara menyelesaikannya bahkan meminta perhatian dunia internasional. “Kalau begitu, apakah Kemenlu yang secara institusional tidak tahu secara baik? Ataukah seorang Armanatha Nasir pribadi yang tidak mengerti tentang mana yang kategori pelanggaran HAM dan mana yang bukan pelanggaran HAM yang berat?” tanya Yan.

Sementara itu, lanjut Yan, negara melalui pemerintah saat ini justru tengah gencar-gencarnya berusaha memulihkan citranya dalam konteks penegakan hukum berkenaan dengan penyelesaian kasus-kasus yang diduga termasuk dalam kategori pelanggaran HAM yang berat menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. “LP3BH meminta pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk segera memperbaiki model dan cara kerja tidak benar dan tidak profesional serta tidak teliti yang seringkali dilakukan oleh oknum-oknum seperti Armanatha Nasir tersebut yang justru bukan berdiplomasi, namun telah berbohong kepada dunia dan diri sendiri bahkan mempermalukan negara dan bangsa Indonesia sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum dewasa ini di tingkat internasional dan nasional,” papar Yan. (mp-20).

Tim Kerja ULMWP: ULMWP dan Indonesia Setara di MSG

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai  wadah representatif rakyat Melanesia yang mendiami provinsi Papua dan Papua Barat dan Indonesia setara dalam forum Melanesian Sperhead Group (MSG).

Hal ini disampaikan Markus Haluk, salah satu tim kerja ULMWP dalam negeri kepada suarapapua.com tidak lama ini. Menurut Haluk, sekalipun ULMWP belum menjadi anggota penuh MSG namun sesuai pertemuan para menteri luar negeri MSG di Lautoka Fiji pada Mei 2016 memustukan beberapa hal.

Kata Haluk, pada pertemuan MSG tahun 2016 lalu, para pemimpin negara di dalam MSG teah memutus hal-hal yang meyebutkan ULMWP dan Indonesia setara di forum kawan Melanesia itu.

“Jadi diputuskan bahwa pertama partisipasi resmi ULMWP dan Indonesia di seluruh rapat MSG. Kedua, ULMWP duduk setara baik ketika mengambil foto bersama Meneteri luar negeri MSG dengan mengenakan baju seragam yang sama. Ketiga, Indonesia dan ULMWP duduk berhadap-hadapan di dalam setiap ruangan pertemuan ikut terlibat dalam semua agenda umum,” ungkap Haluk menjelaskan.

Lanjut dia, “ Ke empat, ULMWP maupun Indonesia juga diberikan kesempatan yang sama uuntuk membacakan/menyampaikan pidato pada pembukaan dan penutupan pertemuan di tingkat para pejabat senior (SOM), para Menlu (FMM) dan para Leaders. Kelima, alam kegiatan resmi akomodasi Sekjen ULMWP menjadi tanggungjawab Sekretiat MSG,” paparnya.

Dikatakan, tetapi pada poin ke enam disebutkan bahwa menyangkut keanggotaan penuh untuk ULMWP maupun Indonesia diminta untuk tinggalkan ruangan dan hanya anggota tetap MSG yang mengambil keputusan.

“Keenam, hanya ketika menyangkut keanggotaan baik ULMWP maupun Indonesia diminta meninggalkan ruangan dan hanya limna anggota penuh MSG mengambil keputusan secara tertutup,” katanya.

Menurut pandangan Haluk, inilah suatu kemajuan besar yang rakyat Melanesia di West Papua capai melalui ULMWP dalam dua tahun ini setelah perjuangan panjang 55 tahun memperjuangkan hak penentuan nasib sendir.

“Dari Nakamal, Honai, Yamewa, Gamei, Kunume, Nduni yang sama dengan Rumah Melanesia kita melangkah ke berbagai kawasan lain dunia. Maka saat ini kita harus terus berdoaagar pengorbanan kita membawa harapan yang mulia semua bagi penyelamatan manusia dan alam yang sisa ini bagi anak cucu kita,” katanya.

Sementara itu, hal yang sama disampaikan Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif LP3BH Manokwari, melalui surat elektroniknya kepada media ini mengatakan, sejak diterimanya ULMWP sebagai anggota peninjau (observer member) di dalam MSG telah memiliki posisi hukum yang kuat saat ini.

Posisi hukum yang kuat tersebut adalah bahwa ULMWP sudah menjadi salah satu anggota atau sebagai bagian dari MSG itu sendiri, sehingga pada setiap event pertemuan atau rapat-rapat organisasi tersebut, ULMWP dan juga Republik Indonesia yang diterima sebagai anggota asosiasi MSG sama akan ikut serta hadir dan duduk serta ikut terlibat dalam setiap proses pembuatan keputusan-keputusan dari MSG.

Posisi hukum ULMWP sebagai wadah yang telah memperoleh dukungan politik dari mayoritas masyarakat asli Papua melalui tuntutan memperoleh Hak Menentukan Nasib Sendiri, sesungguhnya jelas dan faktual.

“Maka seharusnya saat ini Pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan untuk melakukan dialog secara terbatas dengan ULMWP, demi masa depan seluruh rakyat dan tanah Papua sebagai bagian dari masyarakat adat/pribumi yang memiliki hak yang dilindungi dalam Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal tentang HAM) serta Deklarasi PBB mengenai Masyarakat Adat/Pribumi Tahun 2006,” katanya.

 

Pewarta: Arnold Belau

Kerusuhan Manokwari di Hari Lahir GKI Di Tanah Papua

Kerusuhan di Manokwari pada 26 Oktober 2016 (Foto: Ist)
Kerusuhan di Manokwari pada 26 Oktober 2016 (Foto: Ist)

MANOKWARI, SATUHARAPAN.COM – Suasana di Manokwari sampai siang hari dilaporkan masih mencekam, kendati pihak Kepolisian telah berhasil mengendalikan situasi pasca aksi massa berdarah kemarin (26/10).

Dalam aksi massa itu seorang meninggal, sejumlah orang terluka, termasuk Danramil. Pos polisi rusak, enam sepeda motor terbakar dan ada upaya massa untuk membakar sejumlah kantor, termasuk kantor BRI Manokwari.

Kronologi peristiwa berdarah itu masih belum jelas akibat adanya berbagai versi. Satuharapan.com mendapatkan sejumlah data yang masih memerlukan verifikasi.

Peristiwa itu terjadi pada tanggal 26 Oktober yang adalah hari libur resmi di Tanah Papua, termasuk di Manokwari. Hari itu diperingati sebagai hari lahirnya Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua 60 tahun silam (26 Oktober 1956).

Namun, kata Yan Christian Warinussy, direktur LP3BH Manokwari, hari bersejarah ini dinodai oleh peristiwa yang menyedihkan. Awalnya adalah ketika seorang anak muda bermarga Pauspaus asal Fakfak mengalami tindakan kekerasan. Ia ditikam dengan pisau oleh dua orang pelaku yang diduga berasal dari Sulawesi Selatan (Bugis Makassar) di seputaran kawasan Sanggeng-Manokwari.

Akibatnya, sejumlah kerabat dan teman dari korban tidak terima dan melakukan pemalangan jalan Yos Sudarso dengan cara membakar ban serta melakukan tindakan hendak mencari sang pelaku penusukan/penikaman tadi.

Aparat kepolisian dari Polres Manokwari yang didukung oleh Brimob Polda Papua Barat dan personel polisi Polda Papua Barat, dipimpin langsung Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol.Royke Lumowa, langsung turun mengamankan situasi.

Tapi, menurut Yan Christian, berdasarkan informasi dari warga sipil di kawasan Sanggeng, aparat polisi kemudian melakukan tindakan menembak secara membabi-buta, hingga mengakibatkan jatuh korban di pihak warga sipil Sanggeng.

Menurut informasi warga yang belum diverifikasi, terdapat 7 (tujuh) korban luka tembak senjata api, salah satunya Ones Rumayom (45) yang kemudian meninggal. Selebihnya, Erik Inggabouw (18) tahun dan 5 (lima) orang lain yang masih diidentifikasi identitasnya. Mereka berenam saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr.Ashari – Biryosi, Manokwari-Papua Barat.

Tadi malam sejak pukul 20:30 WIT hingga tadi pagi jam 06:25, menurut Yah Christian, masih terdengar bunyi letusan senjata api di kawasan Sanggeng hingga ke Swafen dekat Kantor Pengadilan Negeri Manokwari dan Mapolda Papua Barat.

Menurut dia, ada juga informasi bahwa semalam terjadi gerakan penyerangan dari warga sipil asal Bugis Makassar dari Kampung Makassar di Wosi ke Sanggeng, sehingga sempat terjadi ketegangan hingga pagi hari.

“Sampai tadi pagi sekitar jam 08:50 wit, ketika saya melakukan perjalanan dari rumah saya di Swafen menuju kantor LP3BH di Fanindi Bengkel Tan, di sepanjang jalan H.Soejarwo Condronegoro, SH dari Swafen-Reremi suasana aman. Tapi di jalan Yos Sudarso tepat di jembatan Sahara ada bekas pembakaran ban mobil dan juga di Jalan Gunung Salju di pertigaan samping Hotel Triton ada bekas pembakar ban mobil dan masih ada palang serta puing-puing sisa pembakaran yang belum jelas dan ada kepulan asap kecil,”

kata Yan Christian kepada satuharapan.com.

Dilaporkan pula bahwa SMP Negeri 3 Manokwari tutup, juga Hadi Supermarket, pintunya terbuka sedikit saja dan toko serta kios sepanjang jalan Gunung Salju terlihat tutup dan jalan lengang.

Meninggal Bukan karena Tembakan

Sementara itu keterangan pihak Kepolisian Papua Barat mengatakan bahwa berita yang beredar yang mengatakan korban penikaman ususnya terurai, tidak benar. Luka yang benar adalah di punggung. Saat ini korban masih dirawat di RS AL Manokwari.

Menurut polisi, peristiwa bermula dari korban, Vijay Pauspaus, makan di warung kaki lima. Ia dikatakan membuat kekacauan dengan tidak membayar dan merusak warung.

Pada perkembangannya ada kesanggupan dari korban untuk membayar tetapi sudah terlanjur terjadi kesalahpahaman.

Warga sekitar warung menegurnya tetapi tidak digubris. Akhirnya terjadi perkelahian yang mengakibatkan luka tusuk pada korban. Pelaku diduga pemuda pendatang yang saat ini sedang dikejar oleh petugas.

Warga Sanggeng yang merupakan daerah asal korban, marah mendengar kejadian itu lalu melakukan penyerangan terhadap polisi/patroli rayon. Pos dirusak, enam sepeda motor dibakar. Massa pun dilaporkan mencoba membakar kantor BRI dan bangunan di sekitarnya.

Danramil Kota terkena bacok di kepala hingga 10 jahitan.

Menurut keterangan pihak kepolisian, petugas patroli rayon berusaha membubarkan massa dengan tembakan ke udara, dan akhirnya diarahkan ke bagian kaki. Dua orang terkena peluru karet di paha dan dua orang luka karena terjatuh akibat kejaran petugas.

Belakangan diketahui satu korban terkena tembakan di paha atas nama Oni Rumayom. Tetapi menurut dokter RS AL, sebagaimana dikutip oleh polisi, korban meninggal bukan karena luka tembak. Sebab di luka tembak tersebut tidak ada pendarahan yang hebat.

Untuk memastikan penyebab kematiannya siang ini atau besok pagi akan dilakukan otopsi. Dokter forensik masih harus didatangkan dari Makassar.

Sedangkan keadaan luka yang dialami Vijay Pauspaus dinilai tidak kronis seperti yang diberitakan.

“Tadi malam saya nengok dan ke RS korban masih bisa bercakap-cakap dengan saya,” kata Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol.Royke Lumowa.

“Saat ini situasi kota Manokwari terkendali,” kata Kapolda.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah menginstruksikan jajarannya untuk mencari pelaku penembakan. Dipastikan Tito pelaku penembakan akan diproses jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.

“Tentunya, termasuk proses penembakan tersebut oleh siapa, sesuai prosedur atau tidak. Kalau ada pelanggaran hukum kita akan proses, kalau ada penegakan disiplin kita akan tegakan, kalau dia melakukan pembelaan diri kan lain lagi,” kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/10).

Editor : Eben E. Siadari

Aktivis Kritik Jaksa Agung Australia Tak Diberi Akses Penuh di Papua

MANOKWARI, SATUHARAPAN.COM – Advokat dan Pembela hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua, Yan Cristian Warinussy, memandang kunjungan Jaksa Agung Australia, George Brandis, ke Tanah Papua bersama Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, pada hari Kamis (11/8) merupakan kunjungan yang tidak proporsional.

Menurut Yan, kunjungan Brandis ke perbatasan Indonesia-PNG dan pasar tradisional tidak sesuai dengan proporsi tugas seorang Jaksa Agung Australia dalam konteks dan hakekat penting kunjungannya tersebut.

“Menjadi pertanyaan saya sebagai sesama abdi hukum di dunia, apa yang sesuai dengan proporsi tugas seorang Jaksa Agung Australia dalam konteks dan hakekat penting dari kunjungannya tersebut?” kata Yan dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, hari Jumat (12/8).

Yan Cristian Warinussy. (Foto: dok pribadi)
Yan Cristian Warinussy. (Foto: dok pribadi)

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari itu, mempertanyakan kenapa seorang Jaksa Agung tidak diberi kesempatan untuk bertemu langsung dengan para abdi hukum di Tanah Papua, misalnya Ketua Pengadilan Negeri Jayapura atau Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura.

“Sehingga dia (Brandis) bisa memperoleh gambaran tentang bagimana situasi penegakan hukum dan juga soal perlindungan hak asasi manusia di Tanah Papua,” kata Yan.

Peraih penghargaan internasional di bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” Tahun 2005 dari Kanada itu menilai dengan bertemu Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura dan juga Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Brandis bisa mendapat gambaran lengkap tentang sudah berapa banyak kasus-kasus pidana makar yang “menyeret” puluhan bahkan ratusan orang Papua yang menuntut kemerdekaan Papua Barat sebagai bagian dari hak kebebasan menyampaikan pendapat dan eksepresi hingga dipidana di pengadilan.

Yan mengatakan seharusnya juga Jaksa Agung Brandis diberi akses yang seluas-luasnya untuk dapat bertemu dengan pimpinan Gereja-gereja di Tanah Papua, seperti Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, Gereja Kemah Injil dan Gereja Baptis Papua.

“Sehingga dia (Brandis) dapat memperoleh gambaran utuh mengenali situasi perlindungan HAM di Tanah Papua yang senantiasa bersentuhan langsung dan memberi pengaruh pada aspek penegakan hukum di Bumi Cenderawasih ini senantiasa,” kata Yan.

“Mengapa juga Jaksa Agung Brandis tidak diberikan akses untuk bertemu dengan para advokat dan pembela HAM di Tanah Papua atau sekurang-kurangnya bertemu Ketua KOMNAS HAM di Jakarta atau Kepala Perwakilan KOMNAS HAM Papua?” tanya dia.

Menurut Yan, jika akses itu diberikan, Jaksa Agung di Australia bakal mendapatkan informasi yang up to date tentang situasi politik, hukum dan keamanan di Tanah Papua dari pihak lain, di luar Pemerintah Indonesia sebagai mitra kerjanya.

“Sehingga dia (Brandis) dapat merumuskan laporan yang valid dan kredibel kepada pimpinan negaranya mengenai apa yang sudah dilihatnya sendiri di Tanah Papua dalam kunjungannya yang sangat singkat tersebut,” katanya.

Yan menyayangkan kedatangan George Brandis dalam kapasitas sebagai Jaksa Agung Australia terjadi atas undangan mantan Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan, yang disampaikan dalam kunjungannya ke Benua Kanguru belum lama ini.

Yan menduga kunjungan Jaksa Agung Australia – sekalipun memang jadwalnya serta agenda selama keberadaannya di Tanah Papua – telah diatur oleh Kemenkopolhukam di Jakarta.

“Berkenaan dengan itu, memang tidak lucu lagi, kalau seorang pejabat negara sahabat seperti Australia tidak bisa menjalankan tugas utamanya dalam mengamati bagaimana aspek penegakan hukum di Tanah Papua yang terkait erat dengan isu pelanggaran HAM yang sudah membumi di Benua Kanguru selama ini,” kata Yan.

“Hanya dalam hitungan detik dan menit bahkan jam dan hari “dihapus” dengan kunjungannya yang justru melihat aspek pengelolaan fasiltias perbatasan yang sangat teknis keamanan dan keimigrasian serta soal pasar tradisonal yang tidak jelas proporsionalitasnya dengan tugas-tugas pokok seorang Jaksa Agung dari sebuah Negara Merdeka seperti Australia,” kata Advokat itu.

Menkopolhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bersama Jaksa Agung Australia George Brandis dan Duta Besar Australia Paul Grigson untuk Indonesia kunjungi perbatasan Skouw-Wutung, RI-PNG, hari Kamis (11/8). Kunjungan ini sekaligus melihat pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Skouw, Kota Jayapura yang berbatasan langsung dengan negara tetangga PNG. (Foto: Antara/Indrayadi)

Jaksa Agung Australia, George Brandis, pada hari Kamis (11/8) ke Provinsi Papua bersama Menteri Koordinator Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Pandjaitan dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang baru Wiranto.

Dalam sebuah pernyataan, George Brandis mengatakan ini adalah kunjungan lanjutan setelah kunjungan yang ia nilai sangat berhasil ke Bali, di mana Brandis bertemu dengan para mitra utama Indonesia, dan ambil bagian dalam Pertemuan Internasional Penanggulangan Terorisme untuk membicarakan ancaman global terorisme dengan para pakar dari 20 negara.

Sebelumnya pada Juni 2016, Brandis menerima kunjungan Menteri Luhut Pandjaitan, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, dan delegasinya di Sydney untuk menghadiri pertemuan kedua Dewan Menteri Hukum dan Keamanan Australia-Indonesia.

“Kami menyambut baik fokus Indonesia pada peningkatan pembangunan ekonomi di provinsi-provinsi Papua,” kata Brandis.

Australia tetap berkomitmen untuk bermitra dengan Indonesia guna menghadapi tantangan-tantangan sosial dan ekonomi di provinsi-provinsi Papua.

Bicarakan HAM Papua

Sementara itu, Peneliti Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono, mendesak Jaksa Agung Australia, George Brandis, membicarakan pelanggaran HAM di Papua dengan Menko Polhukam, Wiranto, dalam kunjungan mereka ke Papua hari Kamis (11/8).

Andreas juga mengharapkan Menko Polhukam, Wiranto, bertanya kepada Jaksa Agung Australia, bagaimana negara itu dapat membantu Indonesia menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di wilayah paling timur Indonesia tersebut.

“Saya kira mereka pasti membicarakan isu HAM. Australia pasti membicarakan hal itu. Jaksa Agung itu adalah pengacara tertinggi suatu negara. Dia tidak bisa datang ujug-ujug tanpa mendapat izin dari perdana menterinya. Jadi saya yakin dia akan membicarakan hal itu,” kata Andreas kepada satuharapan.com, hari Kamis (11/8).

Editor : Eben E. Siadari

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny